“Oh Tuhan, kapan semuanya akan berubah?” tanyaku dalam pengharapan.Tiba-tiba pintu kamarku diketuk dengan cukup pelan. Akupun memberhentikan doaku.
“pasti bi Ida.” Tebakku
“iya, sebentar!” sahutku sembari berjalan dari serambi kamar. Sambil menghapus air mataku yang sudah banjiri wajahku.
“Maaf non, waktunya makan malam. Yang lain sudah ngumpul dibawah.” Ucap Bi Ida saat pintu kamarku terbuka.
“Oke, bi Rani juga udah laper banget.” Candaku padanya. Berusaha seceria mungkin agar tidak terlihat habis nangis.
Bi Ida adalah seseorang yang merawatku sejak lahir. Bagiku, ia sudah seperti Ibu kandungku. Dirumahku, hanya Bi Ida yang peduli dengan keadaanku. Disaat aku sakit, hanya ia yang selalu repot menyiapkan obat, hanya ia yang selalu tahu betapa sedihnya aku disaat nilai raportku jauh dari nilai kak Dara. Hanya ia yang tahu betapa aku ingin seperti kak Dara, saudara kembarku.
**
“wah ada ayam bakar nih. Heem maknyus” ucapku seraya menduduki kursi favoritku.
Kini aku telah dimeja makan bersama keluargaku.
“dasar gak sopan…” sindir Ayah padaku.
“makanya, jangan nyerocos aja dong jadi cewek.” Timpal kakakku, Raka.
“iya Rani, kamu duduk dulu baru ngomong, kan ada Papa sama Mama disini. Jadi sopan dikit Ra.” Tambah Kak Dara.
“iya Rani, betul tuh kata Dara. Contoh dia.” Tambah Ibu lagi.
“ok, aku pergi. Silahkan makan!!” ucapku dengan sinis.
Akupun bergegas naik menuju kamarku tanpa sedikitpun menyentuh makanan disana. Padahal sebenarnya maagku kambuh dan rasanya sangat perih. Tapi lebih perih lagi disaat aku tak pernah mendapatkan kasih sayang dari semua orang yang aku sayangi.
Tidak ada satupun orang yang memberhentikan lariku ke kamar. Semua melanjutkan makanan masing-masing sambil berbincang-bincang.
**
Tbc
YOU ARE READING
Biarkan Aku Yang Pergi
Short StoryTerkadang smua akan sadar jika sudah tidak ada, itulah yg dirasakan oleh ku selama ini.. mama maafkan aku..