bag II

2K 4 0
                                    

“Satu-satunya sumber yang baik dan dapat dipercaya adalah Pangeran Yung Hwa,” kata Ceng Ceng kepada suaminya setelah mereka tiba di kota raja dan bermalam di sebuah rumah penginapan. “Kalau masih ada Puteri Milana yang terhitung bibi tiriku pula, tentu beliau dapat membantu. Akan tetapi kini Puteri Milana sudah tidak ada di kota raja, tidak berada di istana, telah pergi entah ke mana semenjak lima tahun yang lalu, maka satu-satunya orang di lingkungan istana yang dapat kupercaya adalah Pa­ngeran Yung Hwa.”

Kao Kok Cu menggunakan tangan kanan untuk meraba dagunya, kebiasaan­nya kalau dia sedang berpikir, matanya memandang kepada isterinya penuh seli­dik. “Akan tetapi, bukankah dahulu per­nah dia jatuh cinta kepadamu seperti yang pernah kauceritakan kepadaku? Dan kau sekarang hendak menemuinya?”

Ceng Ceng tersenyum, mendekati dan merangkul leher suaminya, dengan sikap manja. “Ihhh! Jangan kau bilang bahwa engkau cemburu!”

Kao Kok Cu tertawa dan mecium is­terinya. Semenjak putera mereka hilang, hanya kalau dia berada di dekat isterinya sajalah maka hatinya terhibur dan se­jenak dia atau mereka, dapat melupakan kedukaan yang menindih hati. “Engkau salah duga, isteriku. Kau tahu betapa aku mencintamu, betapa kita saling men­cinta, dan cinta adalah kepercayaan. Se­ujung rambut pun tidak ada penyakit cemburu menyentuh hatiku, aku hanya bertanya karena agaknya tidak tepatlah kalau engkau mencari keterangan dari seorang pangeran yang telah patah hati terhadap dirimu. Pertemuan itu selain hanya akan menyakitkan hatinya, mem­buat luka kambuh, juga mana mungkin dia mau membantu kita?”

“Engkau belum mengenal siapa dia, suamiku. Pangeran Yung Hwa bukanlah sembarang pangeran yang mabuk ke­kuasaan dan rusak oleh keangkuhan se­perti biasanya para muda bangsawan. Sama sekali bukan. Dia menuruni watak gagah, seperti juga Bibi Milana, hanya bedanya, pangeran itu tidak mempelajari ilmu silat.” Ceng Ceng lalu mencerita­kan sifat-sifat dan watak pangeran yang pernah jatuh cinta kepadanya itu (baca cerita Kisah Sepasang Rajawali). Setelah mendengar penuturan Ceng Ceng, akhir­nya Kok Cu percaya juga bahwa mung­kin dari pangeran itu isterinya akan dapat menyelidiki rahasia dari sernua malapetaka yang menimpa keluarga ayah­nya.

“Selain menyelidiki rahasia itu, juga aku ingin sekali menyampaikan rasa pe­nyesalanku kepada kaisar melalui Pange­ran Yung Hwa atas peristiwa dipecatnya ayahmu.” Demikian Ceng Ceng berkata dan pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali dia sudah mencari istana Pangeran Yung Hwa dan menghadap pangeran itu.

Pangeran Yung Hwa menyambut ke­datangan Ceng Ceng yang mengunjungi­nya itu dengan perasaan heran dan gembira. Begitu melihat siapa wanita yang menghadap dan memberi hormat kepada­nya, dia segera teringat kepada wanita perkasa itu.

“Ahhh.... engkau....?” serunya dan mempersilakan nyonya muda itu duduk di atas kursi di depannya. “Aku telah men­dengar bahwa engkau menjadi mantu Jenderal Kao Liang! Bagaimana keadaan­mu? Kuharap baik-baik saja dan ber­bahagia.”

Melihat sikap pangeran itu yang ra­mah dan jujur, Ceng Ceng merasa ter­haru. “Terima kasih atas kebaikan dan perhatian Paduka, Pangeran. Sesungguh­nya saya cukup berbahagia kalau saja tidak timbul peristiwa-peristiwa yang menimpa keluarga kami, merupakan ben­cana yang didatangkan dari istana.”

Pangeran Yung Hwa mengerutkan alisnya. “Ehhh? Apa maksudmu? Istana mendatangkan bencana terhadap keluarga­mu?”

Ceng Ceng lalu menceritakan tentang dipecatnya ayah mertuanya secara halus oleh kaisar. Kemudian diceritakannya pula betapa ketika ayah mertuanya beserta seluruh keluarga melakukan per­jalanan menuju ke kampung halaman, di tengah jalan diganggu oleh berbagai go­longan dan di antara gerombolan yang mengganggu itu terdapat pengawal-penga­wal istana! Kemudian diceritakan pula akan hilangnya puteranya yang diduga ada hubungannya dengan malapetaka yang menimpa keluarga Jenderal Kao Liang.

Bu Kek Sian Su 10 - Jodoh RajawaliWhere stories live. Discover now