Guru ngaji

616 24 1
                                    

"ngapain kamu masuk pesantren! Memang di pondok mau belajar apa? Paling keluar-keluar cuma jadi guru ngaji,"

Seolah seluruh cita cita hidupku tergoyahkan oleh kalimat yang dilontarkan emak. Aku rasa itulah ungkapan kekecewaan yang emak lontarkan padaku.

Rasanya emak tidak pernah melontarkan kata yang demikian keras saat menanggapi cita-citaku.

Dari raut mukanya kulihat sebuah kekecewaan yang besar atas keinginanku. "Emak ingin kamu masuk SMA! Biar bisa masuk perguruan tinggi negeri! *Dadi joko goblok eran!"

*Bodoh sekali jadi pemuda.

"Kalo kamu mau masuk pesantren, kemampuanmu nggak berkembang naak! Lihat tetanggamu itu! Lulus dari pondok cuma jadi guru ngaji."

Lanjut emak yang mendoktrinku agar tidak masuk pesantren. Namun, aku tetap kukuh atas pendirianku.

Dalam rasa gelisah, aku duduk termenung di samping pintu reyot sambil berfikir. "Iya inilah aku, aku tak punya rumah. Tanahpun pinjaman dari kepala desa* jikalau aku masuk SMA, aku bisa membantu emak berjualan gorengan sambil belajar." Tiba tiba seseorang datang padaku, tubuhnya kekar, memakai kacamata hitam. Aku pun teringat "ohya! Ini orang paling di segani sekampung ini. lalu ku sapa. Bapak kepala desa!"

*Tanah bengkok, sistem gaji kepala desa.

"Hahaha dek Ali Akbar! Gimana kabarnya dek! Bahagia dong lulus SMP, mau masuk SMA mana dek?"

Aku pun ingin menjawab pertanyaan pak kade, namun ibuku pertama kali yg menyahutnya. "Oh pak kades! Ya Allah pak, *Sampeyan masih kekar pak, silahkan masuk pak"

*Anda

"Oh iya buk, permisi saya masuk, Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam. anu pak, maaf saya belum bisa bayar sewa pak. Hehe, ini pak saya bingung"

"Bingung apa buk. Kan tanah saya pinjamkan gratis buk, ibuk ini.. hehe ndak usah dibayar buk."

"Haduh pak makasih lo. Oh iya pak saya bingung masukin anak saya pak. Mau saya masukkan SMA favorit di kampung ini, tapi si Ali malah minta di Pondok Pesantren. Anu pak, saya mohon pendapatnya. Hehe."

"Anu bu, kalau masalah SMA terserah dia bu, jikalau butuh biaya, Insya Allah semampu saya bu. Ini kan juga amanah dari istri saya toh bu. Hehe"

Saat ku dengar kata-kata pak kades tersebut, tubuh ku riba tiba berdiri tegap wajahku berseri-seri dan timbul harapan akan sekolah di pondok pesantren. Aku menyahut ucapan pak kades tanpa adab "Bapak saya ingin punya sekolah agama pak! Biar bisa menyejahterakan rakyat kampung kita."

Seketika emak menarik tanganku dan berkata "Anu pak, mohon maaf lo, anak saya ndak punya adab. Hehe"

"Oh gapapa bu, perlu dimengerti juga, cita-citanya sangat mulia. Ingin membangun sekolah, dan jangan salah sangka bu, lulusan pondok pun banyak yang sukses kok, kan seperti ketua MUI kita sekarang. Dia lulusan pondok juga lo. Saya akan menyekolahkan Ali sampai lulus pondok bu, Insya Allah biar jadi amalan jariyah untuk saya. Yaudah bu, besok saya akan mengajaknya ke pondok modern, tolong siapkan peralatan dan perbekalan yang cukup ya bu, masalah biaya biar saya yang menanggung. Ibu saya mohon diri dulu bu, Wassalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, terima kasih pak!"

Yuhuu hatiku gembira atas omongan bapak kades, lalu dipersiapkan bersama emak barang barang yang perlu aku bawa ke sana.

Dan aku yakin saat lulusku nanti, aku tidak hanya menjadi guru ngaji, bahkan lebih!

Ijhad Wa La TaksalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang