Ibunya tersenyum tipis. Beliau mendekati Katsumi yang duduk dihadapan meja belajarnya.
"Ibu tidak melarangmu pergi ke Jerman ...."
"Tapi Ibu tak punya biaya untukmu berangkat dan hidup di sana," lanjut wanita itu.
Sudah Katsumi duga, pasti ibunya tak punya cukup uang untuk membiayainya pergi ke Jerman. Ibunya hanya seorang buruh. Mana mungkin gaji seorang buruh cukup untuk membiayainya kuliah di Jerman? Belum lagi biaya hidup wanita itu di Jepang. Pasti tidak akan cukup. Sebuah ide terlintas dibenaknya. Ide yang mungkin saja bertentangan dengan keinginan ibunya.
"Apa aku harus bekerja?"
***
Katsumi melangkahkan kakinya menyusuri koridor sebuah perusahaan. Tangan kanannya menjinjing sebuah map berwarna merah. Ia berhenti didepan sebuah ruangan dengan tulisan Presdir pada pintu. Katsumi mengetuk pelan pintu itu.
"Masuklah!"
Katsumi memasuki ruangan itu. Ia melemparkan senyumnya dan membungkuk pada seorang pria yang sedang duduk dikursi kebesarannya.
"Apa kau yang akan aku interview?" tanya pria itu.
"Ya, Tuan." Katsumi menjawab pertanyaan atasan perusahaan yang akan menjadi tempatnya bekerja.
"Duduklah!"
Katsumi menuruti perintah presdir Kimoto. Ia duduk dan memberikan berkasnya pada presdir Kimoto. Presdir Kimoto membaca berkas-berkas milik Katsumi. Beliau melirik Katsumi yang duduk diseberangnya.
"Umurmu masih muda, kenapa kau memilih untuk bekerja disini?" tanya presdir Kimoto
"Saya bekerja untuk mencari biaya tambahan," jawab Katsumi.
"Kau sedang kuliah, bukan?" tanya presdir Kimoto lagi.
"Ya, saya masih kuliah." Katsumi mengangguk.
"Aku bisa memberimu pekerjaan, tapi tidak pada jabatan yang tinggi." Presdir Kimoto meletakan berkas Katsumi diatas meja dan duduk bersandar dikursinya.
"Saya akan lakukan apapun, Tuan. Asalkan saya mendapat pekerjaan, walaupun jabatannya tidak tinggi," jawab Katsumi.
"Baiklah, mulai besuk kau bisa bekerja disini. Kau bisa temui manajer Keitaro," ujar presdir Kimoto.
"Terima kasih, Tuan." Katsumi sedikit membungkuk lalu bangkit dari duduknya.
"Selamat siang, Tuan."
***
Katsumi memasuki sebuah perpustakaan. Ia menemui seorang pustakawan yang tengah sibuk dengan komputernya. Pria berlesung pipi itu masih berkutat dengan komputernya, tidak menyadari kedatangan Katsumi yang berdiri didepannya.
"Hideaki!" panggilnya
"Ternyata kau, Katsumi." Pria bernama Hideaki itu mengalihkan pandangannya.
"Seperti biasa, aku mengembalikan buku ini." Katsumi memberikan sebuah buku pada Hideaki.
"Aku akan pinjam buku lagi," sambungnya.
"Silakan, nona Riko."
Katsumi mengangguk dan berjalan menuju rak yang dipenuhi buku. Ia mengedarkan pandangannya, mencari rak yang ia maksud. Hingga ia melihat sebuah rak dengan tulisan rak buku bahasa dan sastra disisi kiri rak.
"Itu dia!" gumamnya.
Ia menghampiri rak itu. Katsumi tak melepaskan pandangannya pada label keterangan yang ditempel pada rak. Ia berhenti pada kumpulan buku Bahasa Jerman. Ia mendongkakan kepalanya dan mendengus kesal.
"Kenapa tinggi sekali?" dengusnya.
Katsumi menjijit dan berusaha meraih sebuah buku berwarna putih. Namun ia tetap tak bisa mengambil buku itu. Hingga seseorang berbaju biru muda datang dan mengambilkan buku itu untuk Katsumi. Katsumi menatap orang yang ada disampingnya.
"Kalau tidak bisa mengambilnya, mintalah tolong padaku!" ujar Hideaki.
"Aku tahu kau sibuk, Hideaki. Kau harus menjaga loket," tukas Katsumi.
"Masih ada Haruka disana ...."
"Kau butuh ini bukan?" tanya Hideaki seraya menyodorkan buku putih itu.
"Terima kasih," ucap Katsumi.
"Lain kali, jangan sungkan meminta tolong,"
"Iya, Bawel."
"Kau tidak pernah berubah sejak SMA," ejek Hideaki.
Katsumi memukul dada bidang Hideaki, "Berhenti mengejekku, Hideaki."
***
Matahari mengintip dari ufuk timur. Ayam jago berkokok menyambut datangnya pagi. Katsumi mengerjapkan matanya dan merenggangkan tubuhnya. Ia bangun dari tidurnya. Katsumi melangkah menuju kamar mandi seraya mengucek kedua matanya pelan. Langkahnya terhenti saat sesuatu terlintas dipikirannya.
"Tunggu, pukul berapa sekarang?" gumamnya lalu melirik kearah jam dinding.
"Pukul 8?! Sial, aku bisa dimarahi manajer Keitaro!"
***
Katsumi berlari menuju sebuah ruangan. Di sana, seorang pria tengah menunggu Katsumi sedari tadi. Katsumi membungkukan tubuhnya. Pria berwajah dingin itu hanya menatap datar Katsumi. Ia menyilangkan kedua tangannya didepan dada bidangnya.
"Maaf atas keterlambatan saya, manajer Keitaro."
"Tidak apa, duduklah!" ujar manajer Keitaro.
"Tugasmu sekarang, buat revisi proposal ini." Manajer Keitaro memberikan beberapa berkas pada Katsumi.
"Ah, baiklah ...."
"Kalau kau terlambat lagi, akan ada skors dariku. Aku akan melaporkan skorsmu setiap minggu pada Presdir," tuturnya.
"Apa? Skors?" gumamnya tanpa berpikir panjang.
"Ah, Maaf. Saya janji, tidak akan mengulanginya lagi."
Manajer Keitaro tidak menjawab perkataan Katsumi. Ia berjalan kembali ke mejanya dan kembali duduk dikursi kebesarannya
Terik mentari tak menghentikan Katsumi untuk mengayuh pedal sepedanya. Ia tetap mengayuh pedal sepedanya tanpa lelah. Katsumi terhenti disebuah toko bunga. Ia memandang bunga berwarna jingga yang dipajang disana. Katsumi mendekati keranjang berisi bunga berwarna jingga itu. Ia merendahkan tubuhnya dan meraih bunga itu."Katsumi?" Sang pemilik nama melemparkan pandangannya.
"Souta ...." Katsumi tersenyum pada teman kecilnya.
"Bolehkah aku membeli bunga ini?" tanya Katsumi.
"Kau bisa membawanya," jawab pria berkulit tan bernama Souta itu.
"Tidak bisa, kau sudah terlalu baik padaku. Aku akan membayar 50 Yen," ujarnya.
"Jika kau membayar, artinya kau tidak menganggapku seperti saudara." Souta menolak dengan halus.
"Jangan seperti itu, Souta. Aku tidak enak pada orangtuamu, aku selalu merepotkanmu." Katsumi berbicara dengan suara yang kecil.
"Bagaimana jika satu buket bunga ini kubayar 150 Yen?" lanjutnya.
"Untukmu hanya 75 Yen," tukas Souta.
"Kau menjualnya 100 Yen, Souta. Aku ingin sekali-kali membantumu," tutur Katsumi.
.
.
.
.
.
To be continuedNote: Roar is back! Roar need kritik dan saran tentang Dreams. Kritik paling pedes pun tak apa (?) Soalnya gue mau evaluasi story yang udah gue buat. Thanks for reading! ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreams
Teen FictionKatsumi Riko, seorang gadis yang ambisius. Ia punya sebuah mimpi yang sangat ingin ia capai. Lima dari keenam pria yang dekat dengannya selalu mendukungnya. Namun salah satu dari mereka tidak mendukung penuh Katsumi. Siapakah pria itu? Apa alasannya...