Hari yang sudah mulai senja menampakan sinar kemerahan yang terpancar memenuhi dunia. Aku masih diam disini sibuk dengan kedua pensil dan sketcbook di atas meja kecil, tanganku dengan lihainya tetap menggores setiap celah yang masih tersisa putih. Kepalaku seakan tidak lelah tergerak hanya keatas-bawah melihat objek indah didepan mataku.Tubuhku sudah tersimpuh bebas dipasir putih yang sebentar lagi mendingin. Deburan ombak sudah bagaikan musik menemaniku larut dalam keheningan damai saat ini.
Tidak berhenti wajahku menampakan seulas senyum singkat, melihat hasil karyaku yang aku cukup puas. Objek pantai dengan matahari yang sedang ditelan diujung sana adalah nuansa menggambar yang sangat aku gemari.
Entah mengapa untuk pertama kalinya aku merasakan kenangan dalam hidupku selama ini. Seakan bebanku terangkat sempurna oleh obak yang berlalu setelah berbenturan dengan bibir pantai.
"Oke sudah selesai". Aku mengangkat gambaranku ke atas, membandingkan hasilnya dengan dunia nyata dihadapanku. Sungguh luar biasa ciptaanNya.
Aku mulai mengemas semua barang bawanku yang tidak terlalu banyak, setelah membandingkan hasil gambaranku dengan bangga.
Rasanya kakiku sungguh berat untuk beranjak dari posisi nyamanku saat ini. Aku tidak ingin kehilangan semua momen yang padahal aku sendiri sudah pernah melihatnya.
Iya.. Sunset suatu keajaiban yang paling aku suka. Tidak pernah terlewatkan sedikitpun aku untuk melihat pesona kemerahan yang gelap merona memecah dunia.
--------
Dunia sudah mulai menyusutkan seluruh sinar yang ada di permukaan bumi. Sekarang benda bundar sempurna yang menerangi perjalananku sampai kerumah.
Hanya senandung kecil yang kulantunkan di balik helmt putih yang aku kenakan.
Diluar dugaanku, entah mengapa mungkin terlalu asyik, saat ini aku sedang menatap nanar rumah sederhana dengan hanya diterangi lampu dengan samar membuat keningku berkerut tanda bertanya..
Seiingatku aku belum menyalakan lampu luar saat siang tadi meninggalkan rumah.
Kuparkirkan motorku didepan sambil melepaskan helm dan jaket yang kukenakan. Ku raih ransel dan mulai membuka pintu utama rumahku.
Susana yang gelap membuatku kesulitan untuk berjalan menuju tombol lampu. Aku terus meraba sekitar agar tubuhku tidak menabrak benda keras didepanku, sesekali aku menjatuhkan ornamen kecil yang ada di atas meja karena rabaan tanganku.
Belum sampai kaki ini melangkah ke tujuanku, hentakan keras menarik tanganku dengan cepat dan mendekapku hingga tubuh inu terbentuh tepat didadanya yang bidang. Lenganku terasa kaku dengan cekraman tangan kokohnya yang masih setia melekat.
Sedetik semebulnya aku hanya terpaku dengan perasaan kaget, tidak lama jantungku mulai merasakan ketakutan yang teramat sangat akan sosok yang merangkulku saat ini.
Dalam dekapnya tubuhku meronta sekuat tenaga yang aku bisa, aku berteriak sekeras mungkin, tapi apa daya yang bisa aku lakukan tubuhku tidak sebanding dengan seseorang yang merangkulku.
Pikiranku tidak karuan, takut akan sesuatu yang mengerikan akan terjadi padaku. Apa aku akan diculik?.. apa aku akan.. ahh tidak.. aku tidak mungkin berfikir seperti itu.
Tubuhku berbalik dengan paksaan tangan kokoh itu, agar menghadap tepat didepannya. Kumanfaatkan kesempatan itu untuk melihat siapa orang misetrius yang saat ini berada dirumahku.
Bola mataku terus membesar mencari sosok yang saat ini ku yakin tepat berada dihadapaku dan menatapku dengan matanya. Aku menyerah mencari tahu siapa itu. Ruangan ini sungguh gelap, tak ada sedikit pun cahaya disini.
kurasakan sebuah rabaan tepat diwajahku. Mengelus seluruh lekuk dalam wajahku. Merasa kaget dengan perbuatan itu aku menghempaskan tangan itu dan segera memalingkan wajahku.
Kembali lagi tubuh ini terhempas didinding yang dingin, tubuh yang tegap itu menghimpit tanpa ingin memberikan sedikit jarak di antara kami.
Aku yang sudah mulai muak,mengupumpulkan keberanian membuka suara. "Siapa kau?!?.." teriakku membentak. "Apa yang kau mau?!.. lepaskan aku!. Jangan sampai kau menyesal!. "
Ucapku dengan nafas tercekat, karena air mata yang sudah membasahi mata dan wajahku.Lagi-lagi tubuh ini terus meronta dan mendorong tubuh kokoh dihadapanku. Tapi tenagaku telah habis tak kuat lagi. Dengan sekejap kurasakan deru nafas berat mendekati wajahku, dengan cepat wajah ini memalingkan ke samping tepat menghadap lengan yang sedang mengunci tubuhku.
Terdengar kekehan kecil menggema di telingaku, suara bariton itu sedikit serak dengan nada menggoda manja ke arahku. Rahangku tertarik oleh pergelangan tangan yang kasar dan mengarahkan wajahku kearahnya. Ku rasakan sentuhan lembut dihidungku."Apa yang ka-.."
Belum sempat kata itu berucap bibir ini telah di sentuh dengan lembut. Bibirnya melumat jelas bibirku yang sedikit basah karena air mata. Aku kanget dengan mata yang membuka lebar. Aku tidak dapat berkutik saat tengkukku ditarik dengan kuat agar ciuman itu tidak terlepas.
Tangaku terus berulang kali memukul dada bidang ini sekuat tenaga, tapi tetap saja tidak merubah posisi kami saat ini. Gigitan kecil di bawah bibirku membuatku sedikit mengaduh sakit.
Tanpa kusadari saat ini lidahnya sudah masuk penuh memenuhi bibirku. Aku tidak membalas sedikitpun ciuman yang dia berikan. Tanganku meremas kuat jaket kulit orang yang sedang bermain dengan bibirku. Menahan nafsuku agar tidak mengeluarkan suara yang membangkitkan hasrat yang menggebu.
Ciuman itu terlepas setelah hampir nafasku sudah tidak lagi aku rasakan. Dia mengatur nafasnya yang tersegal-segal karena ulahnya. Ku hapus kasar wajahku terutama diare bibirku sambil terus mengalirkan butir bening dimataku.
Belum saja nafas ini berjalan dengan baik, yangan kokoh itu telah menarikku kembali dalam dekappannya. Kepalanya telah menunduk dan menenggelamkan wajahnya tepat di lekuk leherku. Aku sangat tercengang saat tubuhnya gemetar .
"Dia menagis?". Aku membatin. Benar dugaanku dia memang menagis. Suara seraknya mengiringi isak tangisnya di tubuhku. Aku masih terpaku tidak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi. Ada apa ini?.
Beberapa saat dia mengatur nafasnya,
"Apa kau begitu buta?.. apa matamu begitu gelap sehinga kau tidak melihatku?.. kenapa.. kenapa kau tidak mengerti Ariska.. aku terus mikirkanmu,, aku terus memuja namamu.. aku merindukan setiap senyum dan suaramu walapun itu tidak terdengar ditelingaku untuk sedetik saja. Apa begitu gelap dunia sehingga kau bertahan sendiri... apa memang diriku yang tidak mampu menjadi salah satu orang yang dapat membahagiakanmu?.. buka matamu Ar,, buka... kau tau betapa sakitnya dada ini... betapa susahnya aku bernafas melihatmu bersedih.. lama sudah aku bertahan tanpa nafasmu Ar.. dan sekarang aku tidak kuat.. aku menyerah dengan kesabaran yang menyakitkan ini.. kumohon Ar mengertilah.. aku ada disini.. tepat didepanmu sekarang dengan ruang yang benar gelap.. gelap Ar.. apa kau masih tidak bisa melihatku?.."Suara bariton itu, seakan membuat darahku menjadi menipis dengan cepat. Tubuhku melemas dengan cepat seakan batu telah menumpuknya dengan keras.
"Lihat.. aku Ar.. lihat aku.. aku disini.. Aku mencintaimu Ar.. aku cinta kamu..". . Aku terpaku tak percaya dengan apa yang aku dengar. Aku merasa menjadi orang terjahat yang dilahirkan Tuhan, sehingga menyakiti perasannya selama ini begitu dalam.
Tidak tahu kapan tangan ini sudah merangkul tubuh kokoh dihadapanku ini. Menyalurkan sisa kekuatan yang masih aku punya untuk meredam sedikit rasa sakit yang dia rasakan, walapun itu mustahil.
Aku menarik nafas panjang dan menghebuskannya dengan kasar berulang kali. "Maaf... maaf aku Aron... aku terlalu buta untuk menyadari cinta mu ....", isakku masih memelukknya.
~End~
Jangan merasa dirimu sendiri didunia ini. Buka lah mata hatimu untuk melihat bahwa seseorang pasti masih menunggumu dengan setia yang menyakitkan.
IthaRiana ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
The Kiss [1/1 END]
Short StoryEveryone must be respect what is a real love of live...