Malam itu hujan mengguyur deras jalanan ibukota. Pohon-pohon bergoyang sesuai irama yang dibawa oleh hembusan angin kencang. Suara gesekan dedaunan kering pun tak kalah terdengar juga.
Mungkin itu keadaan atau situasi yang menggambarkan seorang gadis jangkung yang sedang berdiri menatap nanar pada rembulan yang bersinar tak terang pada balkon saat ini.
Matanya merah serta sembab, yakini bahwa dia baru saja berhenti menangis. Menangisi seseorang yang amat dicintainya, seseorang yang menjaga hidupnya dari mulai lahir sampai saat terakhir kali ajal menjemputnya.
Pemakaman dengan penuh khidmat, mengantarkan kepergiannya kepada Sang Pencipta dialam sana. Walau acara itu sudah berlangsung sejak dua belas jam yang lalu. Ketahuilah, itu adalah Ayahnya.
Jika gadis jangkung tersebut sedang bersedih. Karena kehilangan seorang Ayah yang yang amat dicintainya. Berbeda dengan gadis jangkung satunya lagi yang sekarang sedang menghisap sebuah vape ditangan kirinya dan meminum secangkir vodca ditangan kanannya.
Tak ada raut kesedihan dimatanya, tidak ada. Sesekali ia tersenyum, bahkan tertawa sendiri seperti orang gila atau memang dibawah pengaruh alkohol sekarang.
Kring! Kring! Kring! Kring!
Suara nada telepon membuyarkan aktivitas gilanya saat ini. Segera mengambil telpon genggammya.
"Ada apa?"
"Bagaimana keadaan suamimu?"
"Suamiku sudah tidak ada, dan aku tidak peduli. Lebih baik kau memuaskanku sekarang. Cepat, datanglah kerumah."
Boby tersenyum bahagia. "Baiklah, aku akan kesana." Ujar Boby santai.
Boby meletakkan ponselnya diatas dashboard lalu melajukan mobilnya menuju rumah Veranda. Senyum bahagia terus mengukir di bibirnya. Ia akan bersenang-senang malam ini.
Boby sempat menepikan mobilnya terlebih dahulu di supermarket untuk membeli sesuatu. Tentu saja kalian sudah paham apa yang akan ia beli. Boby tidak mau mengambil resiko terlalu besar. Tapi ia ingin melakukan itu dengan wanita tersebut. Terdengar sangat bajingan memang. Tetapi Boby tidak peduli. Yang ia pikirkan adalah kepuasannya.
Sesampainya dirumah yang berukuran tidak terlalu besar dan mewah, Boby langsung memarkirkan mobilnya di halaman rumah tersebut. Masih ada sisa-sisa sampah yang tersisa berserakan di halaman rumah itu. Boby tidak peduli. Yang ia pikirkan sekarang bagaimana caranya ia bisa pulang dengan puas malam ini.
Boby melangkahkan kakinya menuju pintu kayu yang berukuran cukup besar. Ia mengetuk pintu kayu tersebut beberapa kali. Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah mendekat menuju pintu dari dalam. Pintu terbuka dan menampilkan seorang wanita cantik seperti bidadari dengan senyum merekah di bibirnya. Langsung saja wanita itu menarik Boby masuk kedalam rumahnya dengan kasar dan tidak sabaran.
"Slowly, baby." Ujar Boby sambil terkekeh. "Malam ini akan panjang dan tentu tidak akan ada yang mengganggu. Jadi pelan-pelan saja."
Ve menatap Boby secara sensual. "Aku tidak bisa menahan lebih lama lagi, Bob. Aku ingin segera melepakan kemeja sialanmu itu." Ujarnya sambil menggigit bibir bawahnya.
Sesampainya di kamar, Ve langsung mendorong Boby untuk berbaring di kasurnya. Ve melepaskan pakaiannya satu persatu dengan gerak slow motion. Boby menggeram tidak sabaran. Boby menarik Ve lalu mendorongnya ke kasur. Ia lepas kemeja yang melekat di tubuhnya lalu ia lempar sembarangan.
Boby kini berada diatas tubuh Ve dengan keadaan setengah telanjang dan Ve masih mengenakan bra nya yang menutupi gunung indahnya.
Dengan sekali usapan pada pengait bra Ve akhirnya terlepas juga. Boby membuang sembarangan bra warna hitam legam yang sebelumnya digunakan Ve. Boby mulai mencumbu Ve dari atas hingga bawah, desahan keluar dari mulut Ve beradu dengan kenikmatan yang ia rasakan karena ulah nakal Boby.
Boby mulai turun kebagian perut Ve dan kebagian bawahnya lagi, tak disangka-sangka Ve adalah seorang janda yang masih memiliki tubuh elok nan indah. Tak ada yang tau bahwa Ve adalah seorang janda, karena hubungan Ve dan anaknya tidak terlalu baik.
Tap
Tap
Tap
Suara langkah kaki mendekat tak dihiraukan oleh mereka berdua, sudah pada asik dengan dunia mereka sendiri, sampai-sampai ada yang mereka lupakan.
Shania, si gadis jangkung itu mencoba menelisik asal suara yang asing ditelinganya. Ia turun--menuruni satu persatu anak tangga untuk mencari asal suara tersebut.
Saat melewati ruang tamu yang sudah berantakan, bungkus rokok ada dimana-mana, tv yang dibiarkan menyala, segelas vodca yang siap minum tertata berserakan pada meja ruang tamu. Shania menahan tangisnya melihat benda itu semua, benda perbuatan Mama nya sendiri, Ve--Veranda. Shania tahu bahwa ia dan Mama nya tidak pernah akrab sejak kecil, Shania selalu bersama Ayah nya, apalagi Veranda adalah ibu tirinya. Shania tahu, Ve tidak pernah mencintai Ayah nya, Ve mencintai harta Ayah nya.
Langkah Shania terhenti pada kamar di ujung lorong lantai satu ini, hati nya berdebar-debar menebak-nebak sudah pasti apa yang terjadi didalam kamar besar ini. Namun rasa penasaran menggebu-gebu dalam hatinya.
Cklek.
"Ma..ma.."
TBC^^