***
Aku suka segala jenis binatang. Mulai dari peliharaan hingga yang ditakdirkan menjadi bahan makanan, dari yang imut hingga yang mengancam nyawa. Tanpa mereka, manusia sudah punah dari zaman dahulu kala.
Itu alasan pertama. Alasan kedua, kenapa aku tergila-gila dengan hewan adalah naluri dan insting berrahan hidup mereka yang kuat. Mereka bisa tahu yang mana perlindungan dan yang mana ancaman hanya dengan mengandalkan insting. Menurutku itu manis.
Ya, aku tahu itu aneh.
Dan alasan terakhir sekaligus yang paling utama adalah, aku suka makan.
Seandainya tidak ada hewan di dunia ini, mungkin mungkin sekarang aku sudah berubah bentuk menjadi gundukan tanah dengan nisan di atasnya.
Tentu saja kita tidak akan membahas tentang makanan sekarang, kenapa aku membuka cerita ini dengan mengumbar kesukaanku yang aneh ini? Aku juga tidak tahu. Yang pasti, kecintaaku pada binatang, mengantarkan pada sebuah cerita terindah yang pernah kudengar.
***
Zaman dahulu, berkuda adalah kewajiban. Nyawa dan harga dirimu tergantung pada keahlian ini. Tidak terkecuali bagi Rin, seorang gadis desa sebatang kara.
Dengan status gadis tanpa keluarga, ditambah kondisi ekonomi yang pas-pasan, Rin masih menyimpan mimpi untuk memiliki kuda sendiri. Sepele memang, tapi bagi Rin, itu tujuan utamanya saat ini.
Dan bagi penduduk desa sekitar, impian itu bagai mimpi di siang bolong. Seorang gadis yang bekerja sebagai buruh cuci memiliki kuda sendiri? Oh tuhan, ajaib sekali.
Waktu berlalu, hingga entah apa yang terjadi, Rin terobsesi untuk pergi meninggalkan desa. Mencari kehidupan baru, berkelana. Setelah selesai menyiapkan keperluannya, pada pagi buta, Rin pergi menembus rimba.
Pergi meninggalkan kampung halaman.
***
Jika kalian bertanya bagaimana bisa kecintaanku pada binatang mengantarkanku pada cerita ini, mudah saja.
Saat itu aku sedang mengunjungi sebuah peternakan kuda, hendak belajar bagaimana caranya mengurus kuda poni dengan baik.
Awalnya sang pemilik peternakan, Pak Roy, dan aku hanya mengisi waktu luang dengan candaan. Dan entah pada topic yang mana, Pak Roy menceritakan banyak kisah yang berhubungan dengan kuda.
Dan ini menjadi cerita favoritku.
***
Hari beranjak siang, Rin duduk berteduh di sebuah pohon rindang. Mengeluarkan botol minum dan bekal. Ia kelelahan. Setelah menghabiskan makanannya, Rin segera beranjak berdiri. Dia tidak bisa istirahat lama, tempat tujuannya masih lumayan jauh dan dia harus sampai sebelum malam tiba.
Baru saja Ia melangkah mekanjutkan perjalanan, sebuah anak panah melesat dan menancap tepat di atas kepalanya. Rin menjerit dan refleks menunduk. Matanya mencari sosok yang baru saja hampir membunuhnya.
Seseorang perlahan muncul dari balik pohon besar dihadapannya. Laki-laki. Wajahnya standar, dengan raut wajah tegas. Postur tubuhnya termasuk biasa untuk ukuran laki-laki. Serba standard an biasa. Tidak menarik.
Rin yang sudah hendak berteriak memaki terpaku. Bukan karena lelaki itu, tapi karena apa yang ditungganginya. Seekor kuda besar berkulit coklat yang begitu gagah. Surainya berwarna kuning keemasan, tampak berkilau ditimpa cahaya matahari. Kuda itu langka. Dan harganya sangat mahal.
"kau baik-baik saja?" suara berat itu membuyarkan Rin dari lamunan. Ia menatap lelaki itu, dan seketika rasa kesalnya kembali meluap.
"apa aku kelihatan baik-baik saja?" Rin menjawab ketus.
"aku tidak mengenalmu dan rasanya aku tidak memiliki masalah denganmu. Jadi sekarang katakan, apa yang membuatmu berniat membunuhku?"
Lelaki itu terlihat kikuk. Lantas menjawab. "awalnya kukira kau perempuan yang biasa menguntitku dan membuatku risih, tapi aku baru tahu bukan dia saat kau menjerit. Suaranya tidak semelengking itu," jeda sejenak. "maaf,"
Rin tidak menggubrisnya. Ia mendengus, lalu berjalan meninggalkan lelaki itu.
"hei," lelaki itu memacu kuda nya untuk menyusul Rin. "setidaknya aku sudah minta maaf,"
Rin tidak pedulu. Dia terus berjalan.
"apa yang bisa kulakukan agar kau memaafkan ku?"
Rin berhenti. Memandang lelaki itu kesal. "dengan berhenti menggangguku. You wasting my time,"
"kau ingin kuda ini?"
Rin tersedak. Menatap tidak mengerti. "apa?"
"aku akan memberikanmu kuda ini. Lagipula aku masih memiliki satu kuda lagi yang sama di rumah. Jadi?"
Tanpa pikir panjang, Rin mengangguk. Lelaki itu tersenyum.
"sebaiknya kau ikut ke rumahku, kau terlihat letih," lelaki itu memberi isyarat pada Rin untuk duduk dibelakangnya. "Dan, oh ya, kenalkan, namaku Jo"
***
Bulan-bulan berikutnya menjadi bulan-bulan terbaik bagi Rin. Seorang gadis sebatang kara yang miskin, memiliki seekor kuda langka dan menjelajah hutan, berkuda di padang rumput yang luas, berlatih panahan dan beladiri di pekarangan rumah Jo, Ia memiliki banyak kelebihan. Perhatian, salah satunya.
Dia selalu menjaga Rin sepenuh hati, dan tetap menjaga harga diri dan kehormatan Rin. Jo tau batasan. Mereka mengunjungi banyak tempat. Menjelajah hutan, berkuda di padang rumput yang luas, berlatih panahan dan bela diri di pekarangan rumah Jo, serta mengunjungi kota-dota dan desa-desa yang tak terhitung jumlahnya.
Dimata Rin, Jo adalah guru, sahabat, sekaligus kakak yang baik. Dimata Jo, Rin adalah teman yang menyenangkan.
Dan tanpa mereka sadari, mereka saling jatuh cinta.
***
Sore itu, mereka sedang duduk bersantai di sebuah padang ilalang, bersama dengan kedua kuda mereka. Mereka bercanda sambil menikmati makanan dari Rin.
Jo bercerita, Rin tertawa. Rin bercerita, Jo tergelak. Sore yang sempurna. Dan saat senja beralih menjadi malam, mereka berdua duduk berdampingan menikmati sunset.
Di tengah hening itu, Jo membuka pembicaraan.
"kau tahu Rin, mungkin jika kau tinggal di kota besar seperti Paris, kau sudah menjadi idola,"
Rin terkekeh. "mana mungkin, aku, gadis tak berharga ini bisa mengalahkan gadis-gadis lain yang jauh lebih sempurna?"
Jo tiba-tiba menggenggam tangan Rin,yang dibalas dengan tanda tanya yang tersirat dari pandangan Rin.
"kau berharga, Rin. Kau mampu menaklukan banyak lelaki," hening sejenak. "aku buktinya,"
Dan sore itu, menjadi sore bersejarah bagi keduanya.
***
Mungkin kalian akan bertanya, dimana letak spesialnya cerita ini? Aku juga tidak tahu. Aku hanya merasa, cerita ini luar biasa.
Entah kenapa. Mungkin bayangan aku menyukai seseorang yang hampir membunuhku bisa menjadi alasan. Aku tidak tahu.
Dan jika kalian bertanya-tanya, siapa aku, makhluk aneh ini, aku akan menjawab, aku hanya gadis biasa. Seorang pengurus hewan-hewan di kebun binatang.
Dan, ya, namaku Rinne.
***
�