lanjutan

34.8K 1.4K 110
                                    

            Aku terus mengguncang-guncang Elfraim. Aku tidak bermaksud memenuhi keinginannya. Aku tidak mau menjadi seperti dirinya. Kenapa kekuatanku memilih bertindak saat ini? Aku terduduk di samping Elfraim yang menatap menerawang ke langit-langit. Kalau memang Elfraim mati di tanganku, setidaknya aku menyelamatkan Aldhen. Meski begitu, kenapa semuanya harus terjadi di rumah ini? Apakah salah karena aku membawanya ke sini, sehingga aku mengingat jauh lebih banyak dari yang aku inginkan?

            Rumah bergetar makin keras, pintu yang tadinya hanya tergantung di engselnya terlepas dan berdebum di lantai. Kekuatanku semakin tak terkendali, dan aku pun tidak berusaha mengendalikannya. Lagipula apa akibatnya jika kekuatan itu lepas di sini? Di tempat terpencil yang tidak diketahui orang ini? Takkan ada yang tersakiti selain diriku. Hanya aku yang akan terluka, hanya aku yang akan termakan kekuatan itu. Di saat-saat seperti inilah aku membenci diriku sendiri yang lemah. Aku pikir diriku telah menjadi kuat, akan tetapi aku masih lemah. Aku lemah karena merasa terluka saat Aldhen menyebut nama Rose. Aku lemah karena aku termakan amarah ketika Elfraim mengakui andilnya dalam pembantaian kedua orangtuaku 17 tahun yang silam. Dan aku lemah karena tak bisa memaafkan diriku sendiri.

            Sebuah suara mengusikku, di tengah-tengah pusaran kekuatanku yang mulai menghancurkan sekitarku. Aku menoleh, akan tetapi aku seolah melihat dari jauh. Jauh dari balik selubung yang memisahkan aku dari dunia nyata. Dan di sana kulihat Aldhen, Gabbriel, dan Night. Berdiri di luar ada Tatiana, Jeremiah dan Lucien. Mereka menemukanku? Harusnya aku tau cepat atau lambat mereka akan menemukanku. Mereka makhluk abadi kan? Harusnya mereka tidak mati!

            Aku menunduk, menatap sisa pakaian Elfraim dan belati yang tertancap di lantai. Di tengah-tengah kekacauan itu, baik di luar maupun di dalam diriku, hanya belati itu yang terlihat. Belati milik ayahku. Seandainya saat itu aku menyerang mereka dengan belati itu, mungkin aku akan merasakan sebuah kedamaian dan bukannya menyimpan kegelapan dalam hatiku. Tapi aku terlalu pengecut... bahkan saat ini.

            “Cherish...?” Aldhen memanggilku. Dan dari balik dengungan yang menyelimutiku, aku mendengar nada permohonan dalam suaranya. “Cherish, semua sudah selesai,” kata Aldhen lagi.

Aku menatap mereka, tapi juga tak menatap mereka. Tatapanku kosong, seolah aku tidak tau apa yang harus kutatap. Aku berada di waktu yang lain. Waktu di mana rumah ini masih bagus. Dan juga malam berbadai yang membunuhku secara perlahan-lahan. Dinding-dinding penuh darah, mayat kedua orang tuaku. Gambar-gambar itu berganti-ganti dalam pikiranku dan aku tak bisa menghentikannya.

            Tidak! Aku mohon hentikan! Kenapa mereka tak mau enyah dari dalam kepalaku?! Kenapa mereka masih saja menghantuiku? Aku hanya ingin tenang. Aku hanya ingin meringkuk di sebuah sudut dan membenci diriku sendiri. Aku tak ingin tatapan mengasihani yang mereka berikan padaku!

            Aldhen mendekatiku dan berlutut di hadapanku. Tangannya terulur dengan hati-hati.

            “Tidak, jangan menyentuhku!”

            Aldhen terdorong ke belakang, nyaris menabrak Gabriel. Akan tetapi aku tidak mampu merasakan apa-apa. Aku tau seharusnya aku tidak menolak kenyamanan yang ditawarkan Aldhen, akan tetapi tubuhku secara naluriah menghindarinya. Seolah-olah hati dan pikiranku tidak sejalan.

            “Tampaknya dia tidak mendengar apa-apa,” suara Gabriel terdengar keras.

            “Biarkan aku,” kata Aldhen dan sekali lagi mendekatiku. Sementara aku hanya bergeming.

            Aldhen maju lagi, berusaha mendekat ke arahku dengan mengabaikan semua kekacauan yang kubuat. Semakin ia dekat, semakin banyak pula benda-benda yang kulemparkan ke arahnya. Dari balik kabut pikiranku, aku ingin Aldhen memelukku, menenangkanku dan mengatakan kalau semua baik-baik saja. Akan tetapi aku sendiri sudah tidak mampu menguasai tubuh dan kekuatanku. Meski begitu, Aldhen tetap maju ke arahku. Ketika belati di lantai bergetar dan melayang di hadapanku, pikiranku menjerit. Tidak dengan belati itu! Akan tetapi belati itu melayang ke arah Aldhen. Tidak, tidak tidaaaak!!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2013 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY LORD VAMPIRE Full VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang