1

3.4K 153 7
                                    

Clarissa Anindia Putri.

Itu adalah nama pemberian bokap sama nyokap gue. Dan Riri adalah nama panggilan gue.

Mami dan papi  gue supersibuk alias workaholic. Mera bilang itu semua demi gue, tetapi menurut gue, gue gak hanya butuh uang mereka tapi yang lebih gue butuhin adalah mereka menyempatkan hadir, minimal salah satu dari mereka ada di saat hari-hari penting dalam hidup gue. Seperti hari ini, gue memang juara satu lomba memanah tapi gue lihat Rival gue lebih bahagia, meskipun dia cuma Runner up tapi cowok itu bisa memamerkan dengan bangga piala kecilnya itu dihadapan kedua orangtuanya. Dan disaat itu, gue iri banget sama dia.

Meskipun hari ini gue pulang terlambat ke rumah, gue gak lihat tanda-tanda mami sama papi di rumah ini.

"Baru pulang, non?" tanya bi Sum, saat gue naik tangga ke kamar gue.

"Hmmm."

Seperti biasa, bibi langsung bawain tas punggung dan buku-buku yang gue pegang plus piala yang gue bawa pulang hari ini.

"Pialanya tarok dimana non? Lemari ini sudah penuh." tanya bibi.

"Buang aja, bi."

"Hais si non, sayang atuh kalau dibuang. Non kan sudah susah payah dan berlatih keras untuk dapetinnya. Masa bibi buang, pamali." terang bibi.

"Percuma aja bi, orang yang ingin Riri buat bangga juga gak pernah ada di sini."

"Ya sudah, nanti bibi minta nyonya beliin lemari baru. Sekarang pialanya bibi tarok di meja rias aja ya non."

"Terserah bibi."

Gue bener-bener bosan sama keadaan ini, lebih baik gue ke rumah Yanuar aja.

Selesai mandi gue langsung naikin ninja merah kesayangan gue, kemudian meluncur ke rumah Yanuar dan Della.

Setelah gue parkirin motor gue di kostan Della, gue dan Della lamgsung masuk mobil Yanuar karena malam ini kita mau pergi ke kelab. Della bilang ini perayaan buat gue, dan gue harus traktir mereka untuk kemenangan gue hari ini.

Meski ini bukan yang pertama untuk gue masuk ke kelab, tapi hingga detik ini gue gak berani buat minum alkohol, bagaimanapun gue masih sayang tubuh dan otak gue.

Sudah bukan hal asing lagi kalau ditempat seperti ini banyak pria hidung belang, karena tujuan mereka datang ke sini gak jauh beda sama tujuan gue, yaitu mencari sedikit kesenangan  dari pahitnya kehidupan yang kami jalani sehari-hari.

Meski gue gak pake baju seksi, ada saja tangan nakal yang nepuk atau cubit pantat gue, padahal baju yang gue pakai adalah kaos putih tangan panjang dan juga celana jeans panjang. Gue langkahin kaki gue ke tempat Della dan Yanuar yang sedang asyik meliukan badan.

"La, War, pulang yuk udah jam dua." ajak gue.

"Bentar lagi dong Ri, nanggung nih masih seru." ucap Della, Yanuar hanya ngedepin matanya, sebagai pertanda bahwa ia meminta sedikit lagi waktu

Akhirnya gue duduk lagi di meja bar. Namun, tiba-tiba suasana menjadi ricuh, dan gue gak tahu apa yang terjadi karena semua orang lari berhamburan. Rasa penasaran gue terjawab saat beberapa polisi datang mengamankan tempat ini, dan yang gue lakukan saat ini hanya mengangkat kedua tangan di atas kepala gue sambil celingak-celinguk nyari keberadaan temen-temen gue yang entah pergi kemana.

"Sial, urusan bayar-bayar harus gue yang nanggung, giliran kemalangan pada ninggalin gue. Awas ya Della, Yanuar kalian harus tanggung jawab." sumpah serapah dan umpatan semuanya gue keluarin untuk dua badit itu, tapi kok gue tetep sayang mereka sih.

Polisi itu menggiring kami ke suatu tempat, kemudian meminta tanda pengenal kami.

Mampus, gue belum punya ktp

Ternyata ktp tidak begitu berpengaruh untuk kesialan gue hari ini, karena yang lebih parah dari itu adalah tidak tahu kenapa ada sabu-sabu didalam tas gendong gue? Gue bener-bener gak tahu kenapa dalam tas gue bisa ada barang haram tersebut, karena dari awal gue masuk, tas hitam kesayangan gue itu tak pernah terlepas dari pundak gue.

"Pak, sudah saya bilang, saya gak tahu kenapa benda tersebut bisa ada dalam tas saya." bela gue saat salah satu polisi yang bertubuh tambun introgasi gue.

"Jangan mengelak lagi, jelas-jelas narkoba ini ada dalam tas kamu."

"Beneran pak, saya gak tahu. Bisa aja kan ada orang yang masukin benda itu ke tas saya."

"Kamu masih pelajar kan?"

"I-iya pak."

"Pelajar itu harusnya belajar di rumah, bukan berada di tempat seperti ini. Atau kamu disini untuk transaksi jual beli narkoba?"

"Saya memang punya alasan ke tempat ini, tapi bukan untuk tramsaksi benda begituan pak."

"Kamu jelasin nanti di kantor polisi." putus Sudibyo, gue tahu namanya karena tertulis dibajunya.

Mau gak mau akhirnya gue ikut ke kantor polisi, gue udah macam lonte saja karena dicyduk bareng mereka.








Publish

Rabu, 07 Februari 2018

No Love In PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang