Hari ini merupakan hari pertama sekolah bagi Kinal setelah libur semester. Setelah upacara, Kinal dan teman-temannya langsung memasuki ruang kelas. Seperti biasanya, di hari pertama sekolah ini guru-guru biasanya banyak yang tidak masuk kelas. Dan momen ini digunakan anak-anak untuk berleha-leha sebelum memasuki masa-masa sibuk menjadi kelas 12.
Devi Kinal W, nama itulah yang terpasang di nametag seragam salah satu penghuni kelas 12 IPA 4. Saat ini, Kinal sedang bersandar di tembok sambil mendengarkan lagu melalui earphone miliknya. Dia sangat menikmati lagu yang sedang dia dengarkan, terlihat dari kepalanya yang mengangguk-angguk dan tangannya yang bergerak seperti sedang bermain drum.
Sedangkan di sisi lain, teman-teman Kinal pun sama sibuknya seperti Kinal. Ada yang ngaca, touch up, gosip, dan ada pula yang sedang main kejar-kejaran. Beginilah keadaan kelas Kinal, selalu ramai. Apalagi kelas ini diisi oleh anak-anak yang bisa dikatakan sableng. Guru pun sepertinya sudah angkat tangan dengan kekonyolan mereka.
12 IPA 4, kelas yang terkenal karena keanehan tingkah laku anak-anaknya
"Assalamualaikum.."
Kinal langsung menoleh ke sumber suara dan langsung melepas earphone yang masih tertempel di telinganya saat tahu siapa yang datang. Bu Resa, wali kelas 12 IPA 4 masuk ke dalam diikuti seorang perempuan tinggi, putih, dengan rambut panjang yang terjuntai indah. Tetapi, arah pandang gadis itu hanya tertuju ke bawah saja. Kayak narapidana saja anak itu.
"Selamat pagi anak-anak..." Sapa Bu Resa sambil menatap anak-anak.
"Pagi, Bu.." Balas anak-anak.
"Di ajaran tahun baru ini, kalian kedatangan teman baru." Jelas Bu resa. Lalu Bu Resa menoleh ke arah gadis itu berdiri. "Silakan perkenalkan dirimu, Nak.." Titah Bu Resa.
Gadis itu maju selangkah, mensejajarkan diri dengan Bu Resa. Matanya langsung mengamati ruang kelas ini, tak lama dia menarik nafas dalam dan langsung menghembuskannya.
"Selamat pagi teman-teman. Perkenalkan, namaku Jessica Veranda. Ak-"
"Gue Jessica Vania.." Potong Jeje sambil melambaikan tangannya, dan langsung saja seisi kelas menyoraki Jeje. Gadis yang ternyata bernama Jessica Veranda itu hanya tersenyum tipis.
"Aku pindahan dari SMA 1 Bandung. Kalian bisa memanggilku Veranda. Semoga kita bisa berteman baik.." Lanjut gadis itu sambil tersenyum.
Mata Bu Resa langsung melihat ke arah kelas. Reflek, Kinal langsung menunduk, memastikan bahwa hari ini dirinya memakai atribut lengkap. For your information, Bu Resa adalah orang yang sangat taat pada peraturan. Apalagi masalah atribut, kalau ketahuan tidak lengkap, beuh panas deh telinga kalian mendengar ceramahnya.
“Kinal, Ibu lihat hanya bangku sebelahmu yang kosong. Nah, Veranda kamu duduk sama Kinal ya..” Kinal meringis mendengar keputusan sepihak Bu resa. Kinal langsung melihat ke seluruh kelas, berharap jika masih ada bangku yang kosong. Tetapi ternyata nihil, semuanya terisi penuh kecuali bangku sebelah dirinya.
Dari kelas 10, bangku sebelah Kinal sudah dipatenkan hanya milik Kinal. Bukannya dia serakah, hanya saja Kinal merasa jika duduk sendiri itu menyenangkan. Terasa luas. Kinal termasuk orang yang berantakan, dan dengan begitu kinal dapat menaruh barangnya di mana saja tanpa harus dibatasi oleh meja teman sebangkunya.
“Atur pengurus kelas dan jadwal piket ya, Nak..” Setelah itu Bu Resa ke luar kelas. Gadis itu langsung berjalan menuju ke arah Kinal.
“Aku duduk sini ya..” Kinal hanya mengangguk dan langsung memindahkan tasnya.
Kinal langsung memakai earphonenya tanpa ada minat untuk kenalan dengan gadis disampingnya itu. Sedangkan Veranda, dia langsung mengeluarkan buku catatan, tempat pensil, dan botol birunya. Semua tersusun rapih di atas meja.
Kinal menatap aneh Veranda, saat Veranda sadar sedang ditatap Kinal, dia langsung menoleh, menatap heran Kinal.
“Lo mau ngapain?” Tanya Kinal sambil melihat semua barangnya di meja.
“Ya mau belajar. Inikan sekolah, tempat belajar. Bukan tempat untuk mendengarkan lagu...” Sindirnya, Kinal hanya mendengus kesal.
“Ini hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang kali. Ga akan ada guru masuk. Udah, lo mending ikut gue muterin ini sekolah...” Ucap Kinal, sambil menggulung earphone miliknya dan memasukkannya ke dalam kantong seragamnya.
“Daripada lo nyasar di sekolah sendiri” Lanjut Kinal, dan langsung menarik tangan Veranda tanpa menunggu jawaban dari Veranda.
Saat ini Kinal dan Veranda sedang jalan beriringan di koridor sekolah. Kinal benar-benar mengenalkan satu per satu ruangan yang ada di sekolahnya. Sedangkan Veranda hanya merespon penjelasan Kinal dengan kata “Hmm” “Oh gitu” “Iya”. Maklum, Veranda adalah seorang introvert parah yang akan malu jika bertemu dengan orang baru. Saat di Bandung dulu pun kegiatannya hanya sekolah-les-pulang.
“Ohiya, kita belum kenalan secara resmi daritadi..” Ucap Veranda sambil menyuapkan sepotong siomay ke dalam mulutnya. Setelah mengelilingi sekolah, mereka langsung menuju kantin karena di tengah jalan tadi perut Kinal berbunyi.
“Ga perlu. Inti dari kenalan adalah lo tau nama gue, dan gue tau nama lo..” Jawab Kinal yang masih fokus dengan nasi goreng di hadapannya. Veranda memutar bola malas.
“Sombong banget si..” Dumal Veranda dengan suara yang sepelan kecil tetapi masih terdengar oleh Kinal. Dia langsung melirik Ve melalui ekor matanya dan tesenyum tipis melihat ekspresi cemberut Veranda yang menurutnya sangat lucu.
---
Kinal melepas kacamata hitam yang bertengger di kepalanya, lalu dia keluar dari mobil yang sudah ia parkirkan. Di hadapannya terdapat rumah besar dilengkapi dengan pilar-pilar tinggi sehingga menambah kesan megah rumah tersebut. Sedari kecil, Kinal sudah terbiasa dengan hal-hal mewah. Maklum, dia merupakan anak kedua dari pengusaha besar di Indonesia, Ryo Wijayanto. Tak ada yang tak mengenal sosok Ryo Wijayanto, seluruh pelosok negeri mengetahuinya. Walau begitu, Kinal tetap rendah hati. Dia tak searogan yang orang kira, karena menurutnya semua harta ini milik kedua orang tuanya, bukan miliknya.
Kinal memasuki rumahnya dengan langkah santai. Dia langsung membaringkan badannya di sofa ruang keluarga, untuk mengistirahatkan badannya sejenak. Dia mencoba untuk memejamkan matanya. Baru beberapa saat, dia merasakan sentilan keras di jidatnya.
"Aduhh" Keluh Kinal sambil mengusap-usap jidatnya itu. Di belakang sofa, sesosok laki-laki sedang tertawa puas karena ulahnya.
"Lemah lo, Dek" Cibir laki-laki tersebut dan langsung duduk di samping Kinal. Otomatis Kinal bergeser memberi space untuk orang tersebut.
"Sakit bego. Mati aja deh lo sana, Bang..." Orang yang dipanggil "Bang" itu hanya terkekeh geli.
Ya, orang tersebut adalah Kakak satu-satunya Kinal. Deva Ervan Wijayanto, mahasiswa semester 4 di salah satu universitas negeri ternama di Indonesia. Komunikasi diantara keduanya memang seperti itu. Bukannya tidak sopan, justru itu yang mengakrabkan mereka. Komunikasi yang tidak kaku seperti dengan teman sendiri. Namun masih dalam batasan wajar. Kinal masih sadar jika Abangnya itu adalah orang yang harus dia hormati.
Kinal membawa tas ranselnya ke kamarnya, meninggalkan Deva yang masih serius menonton TV. Saat di kamar, Kinal langsung mengganti seragamnya. Setelah itu, dia membuka resleting tasnya. Dia mengeluarkan botol biru yang sengaja dia bawa karena teman sebangkunya itu kelupaan membawa botol miliknya.
"Dasar ceroboh" Batinnya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Friendship And Feelings
Short StorySeiring berjalannya waktu, entah mengapa perasaan ini semakin terasa nyata. Kenapa harus gue yang punya perasaan gila ini? 'Kenapa?'