Pelangi Cinta

167 6 10
                                    

Seorang perempuan bernama Divia duduk ditaman kampus sambil berulang kali melihat jam tangannya. Sudah dua jam ia duduk sendirian di taman itu. Semalam, Andi kekasihnya menelpon dan mengajaknya bertemu siang ini. Andi mengatakan bahwa sepulang kuliah ia akan menemui Divia ditaman. Jadi, disanalah Divia sekarang. Terperangkap dalam aktivitas yang membosankan itu. Dari dulu, kekasihnya Andi memang sering kali tidak tepat waktu. Tapi saat ini lebih buruk sudah dua jam Andi terlambat dari waktu yang ia janjikan.


Dari kejauhan tampak Andi dengan balutan celana jeans dan kaos hitam berjalan menghampiri Divia dikursi taman.

"Akhirnya kamu datang juga"

Andi menghampiri dengan senyum. "Maaf ya! Kamu, belum lama, kan?" Andi langsung duduk disamping Divia.

Divia mengangguk sambil tertawa pasrah.

Andi memandangi Divia. Lalu, ia memberikan setangkai bunga mawar putih kesukaan Divia .

"Mmm... Makasih bungannya, tumben banget kamu kasih aku bunga" Ujar Divia sambil tersenyum bahagia. Andi memang paling tau apa yang sangat Divia suka dan tidak suka dari hal terkecil sekali pun.

Andi menarik tangan Divia dengan wajah yang mulai tegang. "Divia..."

"Iya," Divia masih asyik menikmati keharuman Bungan mawar yang diberikan oleh kekasihnya itu.

"Aku mencintaimu bahkan aku sangat mencintaimu, aku pernah berjanji bahwa aku tak akan pernah meninggalkanmu, sebelum kamu meninggalkan aku. Tapi saat ini aku harus mengingkari janji yang pernah aku buat."

"Apa maksudnya?" matanya mulai sembab.

"Aku berfikir bahwa hubungan kita kebal terhadap sema badai yang berusaha menerjang, tapi kenyataan berkata lain. Segala usaha sudah kita lakukan, tetap saja hasilnya tidak seperti yang kita inginkan. Mungkin perpisahan adalah jalan terbaik untuk hubungan kita. Maafkan aku."

Divia benar-benar kaget mendengar ucapan Andi barusan. Tatapannya menerawang. Ucapan itu membuat Divia tidak dapat berkata apa-apa. Divia hanya diam dan mulai meneteskan air mata. Saat itu, jauh di dalam hatinya, Divia tak percaya kepada Andi. Selama mereka pacaran. Andi tak pernah sekalipun mengecewakan Divia. Sikapnya selalu manis dan selalu penuh rasa sayang kepada Divia. Divia masih tak percaya dengan apa yang Andi ucapkan.

"Apa alasanmu melakukan hal ini?" Divia bergegas berdiri dengan air mata yang mulai membahasi pipinya.

"Divia, jika kita berjodoh. Kita pasti akan bertemu lagi" sambil mempererat gengamannya.

"Kamu tuh gak lebih dari seorang penjahat" sambil melempar bunga ke arah muka Andi "Aku gak butuh duri dari mawar ini".

Tanpa banyak bicara Divia pun berlari pergi meninggalkan Andi. Ia pikir bunga mawar yang diberikan adalah ungkapan cinta untuknya. Tapi malah duri pada bunga itulah yang menusuk hatinya.

ΩΩΩ

Divia berdiri diam diambang pintu kamarnya yang tidak begitu luas, namun tampak luas karena Divia menatanya dengan apik. Letak kasur, lemari, meja belajarnya. Kemudian divia berlari menuju meja belajarnya, membuka buku diarynya yang berada diatas meja dan menatap sebuah foto yang ada didalamnya. Semakin ia memandang foto itu rasa getir kembali menghampiri dadanya. Ia sudah tak sanggup lagi mengendalikan dirinya, walau ia sudah berusaha sekuat mungkin. Sebab rasa sakit yang ia rasakan sudah terlalu dalam hingga menusuk ke jantung, ia mulai kehilangan akal seperti sapi gila, mengamuk mencorat-coret dan merobek foto dan seluruh isi diarynya. Kini semua berantakan dan berserakan dilantai.

Journey Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang