Masa lalu yang tertinggal

37 2 0
                                    

Seharian Argan mengajak Divia berkeliling kota. Berjalan ke taman kota, pusat perbelanjaan, toko buku, makan es krim dan menikmati matahari terbenam di sudut taman kota.

Senja pun berlalu menjemput malam. Argan berhenti tepat didepan rumah Divia. Setelah bercakap sejenak dan mengucapkan selamat malam sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang. Argan membiarkan Divia berjalan menuju pintu rumahnya.

"Aku masuk dulu, ya. Kamu hati-hati dijalan," ucap Divia diiringi kecupan manis di pipi Argan. Lalu tersenyum.

"Mimpi indah, sampai ketemu besok," balas Argan

Beberapa langkah Divia melangkah kedalam rumah menuju kamarnya. Terdengar suara ketukan dari balik pintu, ia langsung membalikan badannya. Dengan perasaan yang masih dipenuhi dengan bunga-bunga cinta, ia kembali menuju pintu.

"Argan, kenapa lagi sih, kok pake balik lagi segala, masih kangen apa. Besokan kita masih akan ketemu di kampus," ujarnya sembari berjalan membukakan pintu.

Pintu rumahnya terbuka. Seorang lelaki tersenyum menghadap kea rah Divia. Ramputnya rapih, dengan balutan kemeja dan jeansm kulitnya putih bersih, mata indahnya menatap tajam Divia

Divia trdiam. Meyakinkan dirinya tentang siapa yang saat ini berdiri tepat dihadapannya, dan memastikan semua baik-baik saja. Jantungnya berdetak semakin kencang. Bibirnya pun mengetup. Tak ada satu kata pun yang mampu keluar dari mulutnya. Perasaan yang tadinya menggebu. Kini berubah menjadi tak menentu.

"Divia...," Ujar lelaki itu

Tangan Divia mulai gemetar. Emosinya pun mulai meluap-luap. Rasanya ingin sekali ia berlari meninggalkan lelaki dihadapannya itu. Tapi, satu sisi tubuhnya juga tak mampu menahan rindu yang begitu dalam.

"Kamu!" Jawab Divia Singkat

Masih tak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Bagaimana mungkin lelaki yang ia cintai sepenuh hati. Lelaki yang memutuskan untuk meninggalkannya. Lelaki yang mencintai orang lain. Lelaki yang akan menikahi perempuan lain. Lelaki yang bermesraan dengan wanita lain dihadapannya. Lelaki yang pernah membuat separuh jiwanya remuk. Kini, ia berada dihadapan Divia.

Hati siapa yang tak akan kembali hancur. Saat Divia berusaha melupakannya sepenuh hati. Saat ia berusaha menjauhkan semua ingatanya tentang Argan, saat sedang menikmati hidupnya yang baru. Demi melupakannya. Demi mengubur rindu yang masih saja tumbuh padanya. Kini, dia hadir tepat di depanmu. Begitu dekat, sangat dekat.

"Ngapain kamu disini?" Divia berkata lirih.

"Aku datang untukmu. Untuk menyelesaikan yang pernah terjadi." Andi menatap dalam

"Menyelesaikan yang pernah terjadi? Ulang Divia.

"Apa lagi? Aku fikir semuanya sudah selesai."

Percakapan itu berlangsung singkat. Divia yang sendari awal sudah menahan diri dan hatinya, memutuskan untuk menutup pintu. Memaksa Andi untuk pergi meninggalkan rumahnya.

Satu jam sudah Divia menangis di Kamarnya. Membiarkan ponselnya terus bordering sedari tadi. Luka itu kini kembali menganga. Hatinya yang perlahan mulai utuh, kini bekeping lagi. Wajahnya yang sedari pagi tampak sangat ceria, kini kembali sendu. Ia tak dapat membohongi hatinya, ia masih mencintai Andi. Seketika hatinya semakin remuk saat ingatannya menghadirkan Argan. Kini, hatinya semakin hancur berkeping-keping tak berbentuk.

Divia tak akan mampu mencintai dua hati dalam waktu yang sama. Itu sangat tak adil baginya. Bagi Andi, juga bagi Argan. Tapi, kenapa saat ia mulai menata hatinya, melupakan semuanya, justru masa lalu itu datang kembali. Apa ini yang disebut dengan masa lalu akan datang sebagai masalah saat kamu tak ingin mengingatnya lagi tapi hatimu masih mengharapkannya?

Kenangan bersama Andi membuatnya semakin tersiksa. Rindu itu semakin berbuah, merasuk hingga kekepalanya. Menghadirkan kembali semua ingatannya. Seolah bercerita setiap adegan yang pernah dilaluinya bersama. Bagaimana pertama kali Andi mengenalnya. Malu-malu. Saat masa yang begitu indah. Masa-masa paling manis yang pernah ia lalui bersama Andi dalam hidupnya.

***

Matahari pagi ini terasa begitu hangat memeluk pagi. Argan duduk berdiam diiri di depan teras kostnya. Secangkir teh hangat yang dibuatnya terletak diatas meja begitu saja. Tak tersentuh sedikitpun. Dihadapannya, Divia menunduk sendu. Memilih diam setelah menceritakan tentang apa yang terjadi semalam. Argan masih saja diam. Dingin. Tapi dadanya bergetar semakin kencang, sangat menyesakkan.

"Kamu masih mencintainya?" ucapan itu keluar dari bibir Argan.

"Maksud kamu?" Divia menjawab dengan hati-hati

"Kamu masih mencintainya, kan?" pertanyaan itu kembali terucap dari bibir Argan dengan suara yang lebih lirih dari sebelumnya.

Divia terdiam sendu. Begitu pun dengan Argan. Keheningan panjang terjadi saat itu

"Aku ngak tau. Aku mencintaimu. Tapi..."

Argan hanya terdiam menunggu Divia menyelesaikan ucapnnya. Jatung terasa akan meledak.

"....Aku juga merindukannya."

Mereka pun tertunduk dengan fikirannya masing-masing. Dengan perasaannya masing-masing. Argan berusaha tersenyum. Memegang bahu Divia dan menatap mata Divia.

"Divia, bertemu denganmu adalah yang tak pernah kurencanakan. Jatuh hati denganmu pun bukan hal yang aku rencanakan. Aku percaya semua sudah diatur. Satu hal yang harus kamu tau, lakukan apa saja yang dikatakan oleh hatimu. Aku mencintaimu."

Dada Divia terasa begitu sesak mendengar ucapan Argan, hatinya yang mulai utuh kini kembali hancur berkeping-keping.

"Kenapa kamu ngak minta aku untuk menolaknya?"

"Kamu tau, kadang ada saatnya kita jatuh cinta, kita terlalu memaksa orang yang kita cintai hanya untuk mencintai kita. Padahal, setiap orang punya masa lalu, apalah artinya aku hidup denganmu nanti, sedangkan masa lalumu masih hidup didalam hatimu. Karena bagiku, mencintai seseorang itu tak harus selalu memintanya melupakan masa lalunya." Argan tersenyum menatap dalam Divia.

"Bagaiman jika masa lalu itu merebut orang yang kamu cintai?"

"itu lebih baik. Daripada kamu hidup dengan orang yang tak pernah lepas dari masa lalunya.

Dada Divia semakin sesak tak karuan. Sekarang ia mengerti kenapa Argan selama ini gak pernah ngebahas masa lalu diantara mereka.

"Bukankah kita semua memiliki masa lalu? Dan kamu tau, bagiku, masa lalu adalah masa lalu," Argan menghela nafas dalam-dalam.

"Jika kamu merindukannya. Pergilah, temui dia. Aku akan baik-baik saja"

Lelaki kadang terlalu bersikap tegar dihadapan orang yang ia cintai. Setelah Divia pergi meninggalnya untuk menemui Andi. Argan terdiam diatas kursi plastik itu. Ia mulai meremas rambutnya. Saat itu dadanya terasa begitu sakit. Tapi, ia terus saja berusaha menguatkan dirinya. Bukankah ia sebelumnya pernah merasakan hal yang lebih menyakitkan dari yang terjadi barusan.

Argan terus berusaha menguatkan hatinya sekuat mungkin. Ia sadar, seharusnya ia tak membiarkan Divia pergi menemui Andi. Jelas-jelas Andi akan merebut kembali cinta Divia. Kembali menginginkan Divia. Tapi, satu hal yang sudah menjadi prinsip hati Argan. Bahwa hubungan yang baik adalah hubungan yang dibanguan atas rasa percaya bukan mengekang apalagi memaksa. Dan hubungan itu akan tetap baik-baik saja jika kamu percya dan tetap menjaga komitmen dengan orang yang di cintai."

Percuma saja, kan. Jika orang yang berada di dekatmu, menemani hari-harimu tapi hatinya tak pernah utuh denganmu. Cinta bukan tentang bersama, tapi juga tentang bagaimana bertahan, belajar mengiklaskan. Argan pun pernah melalui masa pelik dalam sebuah hubungan percintaan. Belajar bagaimana mengiklaskan Dina (Mantan kekasihnya yang pergi dengan lelaki lain). Tapi, tetap saja setiap kita mencintai orang yang berbeda, melupakan, mencintai, dan memahaminya harus dengan cara yang berbeda

Journey Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang