Jujur,
Aku sangat menyukainya. Entah apa namanya perasaan yang sedang kualami ini. Saat berada didekatnya aku merasakan jantungku berdebar begitu kencang. Aku terus menatapnya, lelaki yang sedaritadi ada dihadapanku. Menemaniku entah sejak kapan.
Dia, yang selama ini aku perhatikan dalam diam. Dia, yang selama ini sudah mencuri perhatianku. Dia, yang selama ini berhasil membuatku jatuh hati. Dia Agam, Agam Permana seniorku di sekolah. Aku tidak tahu, sejak kapan perasaan ini muncul.
"Hey, kenapa kau menatapku seperti itu? Apa ada yang salah dengan wajah tampanku ini?" Agam memegangi wajahnya sembari menaik-turunkan alis tebalnya itu. Aku menggelengkan kepala sembari tertawa kecil, memberi isyarat kepadanya bahwa diwajahnya tidak ada yang salah.
Agamku yang lucu, Agamku yang tampan, Agamku yang selalu membuatku jatuh hati, dan Agamku entah kapan akan menjadi milikku. Aku masih terus menatapnya. Menatap siluet wajahnya yang begitu indah. Entah dengan apa Tuhan menciptakan Agam, sehingga dia terlihat begitu indah dimataku.
"Kak, aku ingin pulang." Kataku dengan sedikit memasang wajah memelas. Agam menoleh kearahku, lalu tersenyum tipis.
Agam memasukkan beberapa buku tebal yang ada diatas meja ke dalam tasnya. Aku menolehkan wajahku kepenjuru taman indah ini. Sepi, itulah suasana saat ini. Aku menutup kedua mataku, merasakan semilir angin yang terus menerpa permukaan kulitku. Aku tidak tahu mengapa aku begitu bahagia. Tanpa sadar aku menarik kedua sudut bibirku membuat lengkungan disana.
"Hey, kau tidak ingin pulang? Tadi, kau mengatakan kau ingin pulang. Tetapi, saat ini kau masih saja duduk seperti itu." Suara bariton itu menyadarkanku. Aku segera membuka kedua mataku dan menoleh kearah sumber suara.
Agam. Agam sudah berdiri jauh dariku. Aku meringis, dengan segera aku melangkah mendekatinya. "Maaf membuatmu menunggu lama." Ucapku. Agam masih menatapku dengan senyum manisnya. Oh, ayolah jangan seperti itu. Itu membuatku semakin jatuh hati padamu.
"Tidak," Katanya sembari mengacak rambutku. Aku mendengus kesal, lalu Agam menarik pergelangan tanganku selembut mungkin.
Saat ini aku dan Agam berjalan beriringan, dengan menautkan tangannya ditanganku. Dan sesekali aku ataupun Agam menoleh atau tertawa bersama. Aku berharap suatu saat aku akan tetap seperti ini bersamanya. Menggenggam erat tangannya dan berjalan beriringan.
Agam memberhentikan langkahnya, melepaskan genggamannya dan melangkah ke arah samping kanannya. Aku melihat Agam mengambil beberapa tangkai bunga mawar, dan melangkah kearahku lagi.
Aku mengerutkan keningku. Sebenarnya apa yang sedang Agam perbuat? Saat ini Agam berlutut dihadapanku. Sungguh, aku tidak tahu apa yang akan Agam perbuat. Tangannya yang berisi beberapa tangkai bunga mawar menjulur dihadapannya.
"Aku tidak tahu apa yang sedang aku perbuat saat ini. Aku mencintaimu, entah apa yang harus aku lakukan untuk mencintaimu." Aku membulatkan mataku tidak percaya. Seorang Agam permana si seniorku di sekolah saat ini sedang mengutarakan isi hatinya kepadaku.
Tanganku mengambil beberapa tangkai bunga mawar yang ada ditangan Agam. "Aku mencintaimu," gumamku membalas pernyataannya. Setelah itu Agam mengambil sebelah tanganku lalu mengecupnya. Sungguh, saat ini aku tidak bisa menyembunyikan rasa bahagiaku.
"Aku berharap semua ini bukan hanya sebatas mimpi."
***
"Araaaa!! Bangun. Kau akan terlambat ke sekolah nantinya.."
Aku terpaksa mengerjapkan mataku. Aku terpaksa terbabgung dari tidurku. Dan aku mengerutkan keningku bingung. Suara itu? Bukankah suara ibu? Aku memperhatikan keselilingku, mana Agam? Taman indah itu? Beberapa tangkai bunga?
Aku menghela napasku, ternyata itu mimpi. Mimpi yang selalu aku inginkan untuk menjadi nyata. Hanya di dalam mimpi saja aku dan Agam bisa berinteraksi seperti layaknya dua insan sedang saling jatuh hati. Tetapi, di dunia nyata seperti saat ini, berbanding terbalik dengan mimpi yang aku alami tadi. Terkadang itu, membuatku tidak ingin terbangun dari tidurku. Karna saat tidurlah aku bisa bebas bertemu dengan Agam lewat mimpi itu.
Aku mempunyai banyak mimpi. Dan memilikinya adalah salah satu dari beberapa mimpiku. Aku pernah mendengar pepatah seperti ini 'Bermimpilah sebanyak mungkin, sampai Tuhan memeluk mimpimu satu per satu mimpimu itu.' kira-kira seperti itulah pepatah yang kudengar.
Aku membuang asal napasku dengan kasar, menyibak selimutku dan melangkah memasuki kamar mandi. Sudah saatnya aku bangun dari mimpi yang begitu indah dan menjalankan aktivitasku seperti hari sebelumnya, menjadi sikutu buku dengan beberapa buku tebal dipelukkanku.