part 4 - first date

496K 12.9K 115
                                    

                  

"So, it's a date?" Senyum simpul bersanding memastikan pernyataan terakhir yang dibuat oleh Davin kepada wanita itu.

Davin mengutuk dirinya pelan atas keberaniannya namun masih dengan harap. Cuma karena sepatah ajakan yang muncul secara spontan saat mereka membahas kesukaan mereka, yang lagi-lagi sama, tentang film super heroes. Sebuah ajakan berbunyi, "mau nonton?" yang keluar dari mulut kurang ajarnya.

"Bukan, bukan date," kata Davin berusaha meluruskan, "kita cuma nonton aja, dan mungkin kalau ada waktu kita bisa dinner juga atau ngopi, yah, it's a date." Dan diakhiri dengan penyerahan. Karena orang tolol pun pasti tahu penjelasan atas ajakannya barusan itu memang berarti kencan.

Mereka sudah kenal hampir dua minggu. Setiap hari bertemu dengan jadwal yang sama tanpa paksaan, dan Andrea selalu hadir disana. Jadi bukan hal aneh kalau Andrea merasa nyaman bersamanya. Atau mungkin Andrea hanya butuh suatu tempat tenang untuk melepas stressnya dengan morfin otaknya itu dan selalu ada Davin si pengganggu yang membawakannya kopi. Pikirannya kembali berkecamuk lagi. Tapi hari ini insting lelakinya menggelitiknya untuk sedetik kemudian melontarkan ajakan itu.

Andrea terkekeh menyaksikan kegugupan pria itu untuk menjelaskan. Beban di jantung Davin berkurang beberapa kilo melihat tawa itu, sedikitnya kalaupun dia ditolak wanita itu masih bisa tertawa. Tidak perlu ada kecanggungan diantara mereka.

"Oke." Jawab Andrea santai.

Davin menajamkan telinganya, takut kalau-kalau dia salah dengar.

Dan Andrea melanjutkan kata-katanya memberikan kepastian yang ingin didengar lelaki itu, "Sabtu besok?"

Davin mengangguk cepat, "boleh. Kita mau ketemu dimana?"

"Bebas. Mau langsung ketemu disana?"

"Jangan!" Tukasnya buru-buru, "Gue jemput di apartment lo aja. Kalo lo nggak keberatan?" Tambah Davin memastikan.

"Boleh." Senyum simpul kembali bertengger disana. Batang rokok membara yang sejak ajakan kencan Davin mengalihkan perhatian pemiliknya, kini kembali menemukan tempatnya diantara bibir menawan itu.

"Gue cek jadwalnya dulu nanti gue kabarin ya," Davin berusaha menjadi koordinator yang baik dari proyek kencan ini selayaknya seorang pria, "hmm tapi gue boleh minta nomor lo? Gue whatsapp nanti." Davin menyerahkan handphone-nya yang sudah sedari tadi disiapkannya.

Andrea menerima handphone itu, menitipkan lentingan rokoknya kepada bibirnya sambil memasukkan nomor handphone-nya. "Gue missed call ya." Katanya sambil menekan tombol hijau di layar tanpa menunggu jawaban Davin.

Setelah handphone-nya sendiri berbunyi Andrea mengembalikan handphone ditangannya kepada pemiliknya.

"Oke, nanti gue kabarin." Davin mengantongi handphone-nya dan berusaha melarikan diri saking tegangnya, "gue turun duluan ya. Ada kerjaan."

Andrea mengangguk, "see you tomorrow, then"

Davin membalasnya dengan mengangkat tangan kaku dan meninggalkan tempat kejadian secepat mungkin.

Napasnya tersengal-sengal. Entah karena menuruni tangga buru-buru atau karena degupan di dadanya yang terlalu berlebihan menekan paru-parunya. Tapi senyum puas merekah di wajahnya.

Andrea menerima ajakan kencannya.

***


Davin menunggu dengan sabar di dalam sedan tahun 2007 nya yang masih nampak gagah, setelah melemparkan pesan di whatsapp bahwa dia sudah sampai di lobi apartemen orang yang dikiriminya pesan dan beberapa detik kemudian dibalas dengan "ok"

Davin mengenakan polo shirt polos berwarna hitam dengan jeans vintage dan sepatu converse biru belelnya. Untuk hari spesial ini, dia menambahkan volume pomade yang digunakannya untuk menarik rambutnya kebelakang supaya terkesan rapi.

Tidak sampai lima menit dia menunggu, sang mahluk sempurna itu muncul dari lorong yang nampak berdiri beberapa pintu lift berdampingan. Semua mata yang dilewatinya seperti tersihir untuk tidak dapat melepaskan pandangannya, sebagian memuja dan sebagian menghujat. Bahkan petugas keamanan yang seharusnya bertanggung jawab menjaga keamanan pemilik apartment pun memancarkan kilatan penuh dosa dimatanya.

Bagaimana tidak, kalau biasanya Andrea mempesona dengan busana kantornya, kini Andrea puluhan kali lebih mempesona. Andrea yang biasa mengikat ekor kuda rambutnya, kini membiarkan rambut ikal cokelatnya terurai dan hanya menjepit sebagian kecil rambutnya yang diambil dari puncak pelipisnya. Dia mengenakan oversized sweater Redherrings berwarna cokelat muda. Tali hitam entah milik tanktop atau branya menampilkan diri di salah satu sisi pundaknya yang terbuka karena sweater besar itu. Dan tentunya yang menyebabkan kilatan naluri setiap lelaki tadi dan kedutan urat di tubuh Davin bereaksi adalah super-short jeans yang tenggelam hampir tidak kelihatan dibalik sweaternya. Yang membuat semua lelaki normal memfokuskan rasa penasarannya pada bagian yang berhimpit diantara kedua paha semampai itu. Seluruh sisa kaki Andrea terekspos menggoda sampai diakhir pergelangan kakinya yang kembali dibalut wedges Donna Karan berwarna nude yang senada dengan tas mungil Balenciaga di genggamannya.

Davin punya waktu beberapa detik sampai Andrea berjalan keluar dari lobi apartmentnya dan masuk ke mobilnya. Dia butuh menenangkan detak jantungnya yang berlebihan dan urat yang berkedut disekujur tubuhnya akibat menyaksikan Andrea berjalan.

Tidak butuh waktu lama bagi Andrea untuk menemukan mobil sedannya dan masuk ke dalam.

"Hai," katanya singkat dihiasi senyum.

"Hai," balas Davin dengan kegugupan luar biasa yang ditutupinya.

Selama ini Davin hanya menemui wanita itu di atap gedung kantornya yang terbuka dengan asap rokok menghiasinya. Tapi hari ini berbeda, pertama kalinya dia berada di satu ruang dan dimensi tertutup yang sama dan hanya berduaan dengan Andrea. Ada yang lebih dari pemandangan sensual yang biasa ditawarkannya. Harum aroma tubuhnya yang khas dan Nina Ricci Premier Jour ditubuhnya bercampur dengan sempurna menjadi ramuan sihir yang menyerang akal sehat lelaki.

Davin berusaha menghalau godaan penciuman itu dari otaknya. "Yuk," ajaknya sambil melepaskan rem tangan dan menancapkan gas.

Tidak sampai dua puluh menit dibutuhkan untuk menuju ke sebuah bangunan di pusat kota yang dituju mereka untuk menjalankan rencana mereka. Dan seperti biasa, dua puluh menit dengan mudah dihabiskan Andrea dan Davin untuk berkelakar tanpa kecanggungan,

Davin sudah merencanakan segala sesuatunya dengan penuh pertimbangan, bahkan dia sudah membeli terlebih dahulu tiket yang hanya tinggal perlu mereka jemput di tempat penjualan tiket. Dua buah kursi di bagian tengah ketiga dari atas sudah menjadi milik mereka untuk dua jam kedepan.

Andrea menawarkan diri untuk membelikan bekal selama dua jam mereka di dalam, yang diterima dengan baik oleh Davin. Awalnya wanita itu menyuruhnya menunggu di salah satu pilar saja sambil menunggunya membelikan snack untuk mereka, yang membuatnya bisa melihat dengan jelas setiap mata jahanam yang berusaha mengintip dan menyentuh dengan imajinasi liar mereka rongga diantara kedua paha menggoda itu. Davin berjalan menerobos antrian dan menghampiri Andrea. Berusaha senormal mungkin untuk berdiri di belakang wanita itu sambil berdalih membantu membawakan makanan yang akan terlalu merepotkan, menutupi apapun yang terekspos disana.

Dan entah hanya perasaan dia saja atau memang benar begitu seperti penglihatannya bahwa semua mata jahanam tadi berhenti. Sebagian benar-benar menghentikan imajinasi liarnya dan sebagian berusaha setidak menonjol mungkin memperhatikannya. Setelah mengetahui ada pendamping yang akan menjaga mahluk menawan itu.

***

Sexy Andrea's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang