"Remember me when I'm gone.
Gone so far into a silent land.
When you can no more hold me by your hand,
nor I half turn to go yet turning stay."
-Cristinna Rosetti,
Remember.
.
.
.
Hari ini hujan.
Namun matahari yang tengah terbenam masih melekatkan sinarnya pada langit lembayung. Menyisakan segurat biasan tujuh warna di angkasa.
Wanita itu masih saja terdiam.
Memandang jauh yang ia sendiri pun tak yakin sedang menatap apa.
Pikirannya kosong. Hatinya hampa."Tiffany,"
Panggilan itu seketika merampas khayalan indahnya. Menamparnya dan menjatuhkannya pada kenyataan pahit, kemudian menyerahkan sisa nyawanya pada orang yang telah memanggil namanya; suaminya.
"Kau baik-baik saja?"
Mendengar pertanyaan itu, Tiffany memilih untuk diam.
Ia yakin suaminya pun tahu bagaimana perasaannya.
Sakit, perih, dan hancur.
Dan tanpa diinginkannya, pipinya kembali basah dengan cairan yang sudah tak ada artinya. Entah untuk yang keberapa kali hari ini ia menangis.
"Sehun-ah.."
Suaranya hanya selirih angin. Serak, dan sarat akan kesedihan.
"Apakah ia bisa mendengarku sekarang?"
Kini Sehun yang terdiam, tak tahu harus berkata apa. Selang waktu ia memilih bungkam, Tiffany kembali membuka kalimat.
"Apakah ia bisa berada disana tanpaku?"
Nada bicara Tiffany diselingi oleh isakan kecil. Mata sembapnya tak mampu lagi menampung air mata yang sedari tadi ditahannya.
Udara pekan terakhir di musim gugur ini seakan tak cukup untuk sekedar mengisi paru-parunya. Sesak.
"Apakah.. ia tahu jika aku ini ibunya?"
Kalimat terakhirnya penuh penekanan. Bahunya mulai berguncang tak berirama.
Seakan belum cukup, ia mencengkram selimut yang sedari tadi gagal menghangatkan tubuhnya. mencoba mengurangi rasa sakit hatinya disana.
"Apakah ia juga merasa kehilangan sepertiku?"
Suara Tiffany semakin hilang. Lain halnya dengan isakan yang semakin keras, mengalahkan rintikkan hujan. Mengabaikan sepasang mata yang tengah menatapnya nanar.
"Maaf,"
Hanya sepatah kata itu yang Sehun ucapkan. Ia merengkuh tubuh rapuh di hadapannya. Mendekapnya hangat dan erat.
"Demi Tuhan, maafkan aku Tiffany.."
"Maaf katamu!?"
Tiffany tiba-tiba saja berteriak, mendorong tubuh Sehun dengan sisa tenaganya yang sama sekali tak membuahkan hasil.
Sebagai ganti, pelukan itu semakin erat dirasanya.
"Kau tahu, aku ingin sekali menimangnya. Aku ingin sekali mendengarnya memanggilku 'ibu',
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiffany's Ficlet
Fanfiction―Ficlet Collection. Warning!; Absurd. Some fic is repost from my old wordpress.