Epilogue

12 0 0
                                    

Berhari-hari yang telah terlewatkan dalam hutan dingin yang seolah tak bernyawa ini menumpuk keletihan di pundak mereka, meski begitu berhenti maupun pulang bukanlah sebuah pilihan kecuali mereka tidak ingin selamat melewati musim dingin ini. Semakin jauh mereka memasuki hutan, kedalam tempat yang bahkan telah sejak lama tidak dilewati pemburu.

"Sudah terlalu jauh" Wiff mengingatkan disaat hutan makin gelap dan pepohonan makin rapat disekitar mereka "Rusa-rusa terakhir itu pasti telah meninggalkan tempat ini" ia memberitahu mereka.

"Kakek tua itu mengoceh masih ada sekawanan rusa yang bertahan disini" Mord melangkah diatas karpet salju putih yang menutupi dasar hutan, sepatu kulit beruangnya melesak meninggalkan jejak yang kentara sekali "Bagaimana pendapatmu Worm?".

Lelaki yang dipanggil Worm itu mengendap-endap seperti kucing sambil memainkan busurnya,
"Aku tidak yakin dengan perkataan orang tua itu, tapi sejauh ini tidak ada tanda-tanda apapun dari sesuatu yang hidup apalagi kawanan rusa" perkataannya disambut sepasang tatapan kecewa, kentara sekali bukan jawaban yang diinginkan Mord.

Pria berjanggut hitam itu, Worm adalah pemburu paling berpengalaman diantara mereka orang yang nasihatnya selalu diminta oleh para pencari jejak dan pemburu yang lebih muda. Pria itu memang sedikit lebih muda dari Mord yang janggutnya mulai memutih, namun ia lebih sering berburu di hutan ini dan jauh lebih tua dari Wiff yang baru melewati empatbelas musim dingin.

"Persetan dengan perkataan kakek tua itu, dan persetan denganmu Worm" Mord meludah, "Apa kita akan kembali dengan sia-sia!? Aku memiliki lima anak untuk diberi makan!"
"Sejak ladangku gagal dan lord keparat itu menolak membuka lumbungnya bagi kita apa yang harus kulakukan!? Ha!? Membiarkan anakku mati!?"

"Setidaknya biarkan aku selesai bicara" Worm melepas sarung tangannya yang tebal membiarkan kulit telanjangnya tergigit oleh udara dingin.

Pria itu berlutut, menyingkirkan lapisan salju dan mengambil seganggam tanah yang hangat.

"Tanah ini penuh dengan kehidupan, dan dibawah sana jauh lebih hangat dari salju di permukaannya"
"Aku tidak yakin kita bisa menemukan rusa, tapi tempat ini menjanjikan hadiah yang lebih kecil"

"Apa maksudmu?"

"Dengar, kita bisa mendapatkan tikus hutan dan jika beruntung kelinci salju" jelas Worm.

Kemarahan jelas terlihat di wajah Mord, wajahnya yang telah memerah karena udara dingin menjadi merah padam karena amarah.

"Kau menawari kami daging tikus!? Dan jika beruntung kelinci!? Jangan bercanda brengsek!"

"Ya Mord benar, lagipula tidak pernah ada lagi yang melihat kelinci salju berkeliaran disekitar sini" gumam Wiff.

"Tidak di bagian hutan ini, hutan sebelah ini belum terjamah manusia puluhan tahun terakhir
bahkan aku ragu ada manusia waras selain kita yang pernah berjalan dibawah pohon-pohon ini, aku yakin ada beberapa binatang yang masih bertahan disini"
"Dengarkan aku!, lupakan pak tua pembual itu dan rusanya! Apakah kita akan berburu kelinci atau pulang tanpa membawa apapun? Hanya itu pilihan yang ada"

Mord mengumpat dan kembali berjalan "Persetan kau",
Worm berdiri dan bertopang pada sebuah pohon sentinel yang tidak dikenalnya, Worm hanya bisa mengasihaninya. Mungkin memang sudah terlalu jauh, pikirnya.

Keletihan tergambar jelas di wajahnya, dua hari yang terlewatkan dalam hutan ini mulai mengambil bayarannya, beban dari bawaan yang mereka pikul makin berat tiap menit berlalu.

Kali ini salju mulai turun, benda putih berkilau yang lebut turun dari gelapnya atap-atap langit yang hitam mencoba menembus rimbunnya dedaunan diatas sana untuk beristirahat di pelukan bumi sebagai lapisan putih yang menutupi segalanya. Di saat-saat berat seperti ini anehnya seringkali ingatan masa kecilnya muncul kembali dengan tiba-tiba. Membawanya kembali ke saat dimana hidup sepertinya lebih mudah saat ia masih anak kecil bernama Miken, bukan pemburu ulung bernama Worm.

A Strand Of Silver Hair : Winter's HowlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang