1/4

40 4 1
                                    

[Dian's P.O.V]

Aku mencuci mukaku yang tadi habis disiram jus jambu oleh kakak kelasku. Sambil menggigit bibir bawahku untuk menahan tangis yang makin lama makin keras. Aku membasuh muka dengan tangan yang sudah kuberi air dari keran wastafel.

Aku adalah salah satu anak yang sangat ditindas di sekolah. Mungkin kalian bertanya-tanya, mengapa aku ditindas? Karena, sekolahku diisi oleh anak-anak orang kaya, dan aku yang 'beruntung' ini bisa masuk dengan beasiswa. Penampilanku juga bisa dibilang sangat kontras dengan murid-murid lain.

Kulitku sawo matang, anak-anak disekolahku rata-rata berkulit putih. Tinggiku biasa saja, anak-anak disekolahku rata-rata tinggi badannya. Aku adalah anak dari keluarga yang nggak miskin tapi juga nggak kaya, dan anak-anak yang lain adalah anak dari keluarga yang amat sangat kaya raya.

Menurutku, mungkin mereka menindasku karena aku paling 'berbeda', rasis. Jahat sekali.

Hobiku juga sangat berbeda dari hobi mereka. Mereka hobi sekali berfoya-foya, pergi ke klub malam, pergi ke mall, menghabiskan uang untuk menikmati pelayanan salon dan pelayanan hotel. Dan pastinya, kalian pasti tahu kalau hobi yang mereka lakukan itu membutuhkan biaya yang nggak murah.

Hobiku sangat sederhana. Meski aku perempuan, aku sangat suka bersepeda. Aku juga suka bermain sepak bola dengan anak-anak di komplek rumahku. Kalau sedang berada di rumah nenek di desa, aku sangat suka berenang di sungai, dan memanjat pohon.


Selain itu, aku juga punya hobi yang lain, yaitu menunggang kuda. Aku punya kuda yang pastinya ada di desa, kutitipkan dirumah nenekku. Nama kuda itu, Paris. Aku sangat menyayanginya. Kuberi nama Paris, karena kalau besok sudah besar, aku ingin merantau ke sana.

Omong-omong, sekarang aku sudah selesai membersihkan mukaku. Aku mengeringkan mukaku dengan handuk kecil bersih yang selalu kusimpan didalam tas. Aku lalu menguncir ulang rambutku, merapikan seragam serta menghilangkan jejak 'habis menangis'-ku, memakai kacamataku, lalu keluar dari toilet.


Bertepatan setelah itu, bel masuk berbunyi. Iya, untung tadi aku dikerjai sebelum masuk sekolah, jadi aku punya waktu banyak untuk membersihkan diri.

Aku sampai di kelas tepat waktu. Dan satu lagi 'untung'nya, teman-teman sekelas tak ikut menindasku, mereka hanya menganggapku tak ada.

Setelah masuk kelas, aku selalu duduk di bangku paling pojok belakang, tanpa teman sebangku. Tak lama, guruku masuk, dan kami lalu doa bersama. Meski tak bisa disebut doa bersama, karena mungkin yang berdoa hanya aku dan guruku.

Selesai berdoa, guruku memberi pengumuman bahwa akan ada anak baru yang masuk ke kelas kami. Lalu guruku menyuruh anak baru itu masuk.

Setelah anak baru itu masuk, ternyata anak baru itu adalah seorang remaja laki-laki seumuran kami. Mukanya berekspresi gembira, dia masuk kelas sambil menyunggingkan senyum manis yang bisa membuat setiap wanita meleleh.

"Halo, nama saya Dean Ostario, biasa dipanggil Dean. Pindahan dari Solo, umur 16 tahun. Salam kenal," dia memperkenalkan diri.

"Hai Dean,..." sambut anak-anak sekelasku untuknya. Yang cowok-cowok menyambutnya dengan terlalu semangat, yang cewek-cewek, hiii, nada suaranya jadi genit sekali. Aku kalau jadi Dean mungkin akan langsung ijin buang air besar di toilet. Aku, hanya bersuara datar, biasa saja, yang paling 'normal'.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 29, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia Itu, Dean. [#Wattys2016]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang