Kenalan Kilat Tak Terduga

73 4 0
                                    

Saat itu pembagian kelas VIII pun tiba. Aku bersama temanku Zaskia berjalan menuju ruang guru untuk melihat hasil pembagian kelas. Saat itu, aku melihat dua orang laki - laki yang sedang duduk tepat di depan kantor, seperti sedang menunggu seseorang. Seorang laki laki muda berparas manis dengan kacamata tua yang bertengger dihidungnya, bertubuh tinggi sedikit berisi memakai kaos orange dengan celana coklat muda yang dipenuhi saku. Dan seorang bapak berbadan tinggi besar memakai kaos dengan celana berwarna coklat tua dan suara yang menggema.

Aku terus melihat kedua orang itu sembari menapaki jalan yang dipenuhi dengan rumput berselimut tanah yang becek. Mataku seolah - olah terpikat oleh laki - laki berkacamata yang selalu bertengger dihidungnya. Mungkin ia tak melihatku bahkan ia tak melirik sedikitpun kepadaku, tapi dari jauh aku berdiri di depan kelas seolah - olah tak bisa melepaskan sudut pandang bola mataku padanya, seolah ada magnet yang tak ingin lepas dari pandangannya. Mungkin kacamata itu sudah terlalu menghalanginya. Pikirku.

Tiba - tiba aku melihat seorang guru berbadan besar tegap memakai seragam coklat, sepatu kulit yang berlumuran hitam terpancar akan cahaya matahari, berambut atas tipis dengal tebal yang mengelilingi bagian belakang. Tiba - tiba guru itu mengahampiri kedua orang tadi dan menyapanya dengan senyuman hangat.

Ia adalah Pak Iwan, seorang guru olahraga sekaligus menjabat sebagai Wakasek Kesiswaan di SMPN 215 Anggrek pada waktu itu. Setelah Pak Iwan keluar dari kantor, dua orang itupun langsung berdiri dan menjulurkan tangan untuk bersalaman, mereka bersalaman dengan begitu eratnya seperti sudah kenal sebelumnya, dan dibalas dengan lemparan senyum hangat dari keduanya, Pak Iwanpun langsung mempersilahkan mereka untuk duduk kembali. Lalu, mereka berbincang - bincang layaknya teman. Namun ditengah pembicaraan, bapak itu mencondongkan badan dengan raut wajah yang serius, diiringi gerakan tangan layaknya seperti orang yang sedang berpidato, Pak Iwanpun tak kalah serius. Perbincangan semakin serius.

Aku terus memperhatikan mereka yang sedang serius membicarakan akan suatu hal yang membuat aku begitu penasaran, entahlah aku sendiri tidak tahu kenapa aku begitu penasaran tentang apa yang sedang mereka bicarakan, padahal apa pentingnya untukku? Mungkin aku hanya tersanjung melihat paras yang telah aku lihat. Tak lama setelah aku memperhatikan mereka, mataku dengan penasaran langsung melirik wajah temanku Zaskia yang masih sibuk mencari hasil pembagian kelas VIII.

Zaskia adalah temanku, kami selalu berangkat sekolah bersama meski jarak rumah kami tidak terlalu dekat. Aku selalu menghubunginya untuk berangkat sekolah bersama, karena menjadi kebiasaanku dengan jalan asing yang selalu membuatku salah jalan hingga akhirnya aku tersesat. Dia adalah sahabatku ketika aku pertama kali pindah ke Asrama Melati, awalnya aku tidak tahu jika rumahnya dekat denganku tapi setelah dia mengajakku untuk bermain kerumahnya dari situlah aku tahu dimana ia tinggal.

"Zaskia liat deh, itu siapa? Kamu kenal gak? Dia kayanya anak baru deh!" Kataku sambil menggoyang - goyangkan bahu Zaskia dengan melihat kedua orang yang masih berbincang.

"Gak tau Nay" jawabnya singkat.

"Mmm... gak tau yah..."

"Bentar Nay! Kayanya ... itu Jival" sambung Zaskia berubah pikiran.

"Loh! Kok kamu tau Zas!" Tanyaku penuh selidik.

"Iah, itu Jival temen aku SD"

"Mmm... loh kok namanya Jival sih? Aneh!" Dahiku mengernyit kebingungan.

"Nama aslinya sih Kenzi, Kenzi noval sabana, tapi suka dipanggil Jival... Nay..."

"Emang kenapa dipanggil Jival?"

"Gak tau Nay, aku lupa lagi. Itu nama panggilan temen - temennya waktu SD ke dia"

"Owh... gitu yah..." kataku menganggukan kepala.

I Don't Care Where You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang