Chapter 1

38 4 1
                                    

Aku mematuk diri didepan cermin lemariku. Merasa puas dengan pita hitam pemberianmu yang bertengger disamping kiri atas kepalaku untuk menahan poni agar tidak menghalangi pandanganku.

Kemudian aku terlempar kembali. "Kau seperti anak yang tak terurus, Ana. Seperti gembel. Biarkan saja aku yang seperti gembel, jangan kau. Nanti tidak ada lelaki yang mau padamu" komentarmu waktu itu sambil menyerahkan pita hitam.

Aku diam. Memandangi pita hitam yang tergeletak manis di telapak tangan kirimu. Ketika tersadar, aku berkata "Hei! Dasar tidak sopan! Pake tangan kananmu jika kau ingin memberi. Bilang saja kau tidak ikhlas kan?" Kemudian aku mendengus. Aku tau betul tabiatmu, jika kau tidak ikhlas memberi barang maka kau akan memberinya dengan tangan kiri.

Ku lihat kau menghela nafas. "Ana, aku memang tidak ikhlas. Kau tau kenapa?" Kau menggaruk pelipismu sebelum melontarkan kalimat tanya terakhir. Aku hanya berusaha mengangkat alis kananku. Kau tertawa. Sangat menyebalkan.

"Jika tidak bisa, jangan dipaksa" jari telunjuk kirimu menyentuh alis kananku dan mengangkatnya sedangkan telunjuk kananmu menekan alis kiriku. "Kau sungguh jelek, Ana" kulihat kau menahan tawa. Aku menggeram kesal. Ku pijak kakimu dengan sepatu ku, kau memekik kesakitan. Aku ingat betul kau belum menggunakan sepatu waktu itu, dan aku menginjak kelingking kaki kirimu, bukan seluruh permukaan kakimu. Itu memang niatku.

Aku tertawa dengan puas melihat raut kesakitan di wajahmu. Bagiku itu sangat lucu. Kau menggeram, dan meraih pinggang ku untuk lebih dekat padamu, kemudian setelahnya kau menggelitik ku hingga aku tak dapat bernafas. Berulang kali aku memukul lenganmu, kau tetap tidak mau berhenti sampai aku harus meminta maaf.

Setelah meminta maaf yang tentu saja itu adalah maaf yang terpaksakan, aku bertanya "Kenapa?" Kau bingung, balik bertanya "Apanya yang kenapa?" Setelah menghela nafas, aku kembali bertanya "Kenapa kau tidak ikhlas?"

Setelahnya kau mengerti, merogoh saku seragammu untuk mengambil pita hitam yang sempat kau simpan sebelum memainkan alisku. Sambil tersenyum suram, kau berkata "Karena aku menemukan nya ditepi jalan sewaktu kerumahmu kemarin, aku sudah mencucinya. Dan aku merasa tidak pantas memberikan ini padamu. Tapi kau tahu kan, hari ini adalah hari ulang tahunmu. Aku tidak dapat memberi kado yang mahal untukmu ataupun kue bertuliskan selamat ulang tahun. Aku tidak punya uang, Ana." Ungkapmu dengan kepala menunduk.

Kau harus tau, aku sangat-sangat merasa ingin menangis waktu itu. Bukan, bukan karena kau tidak mempunyai uang, aku tau kau anak orang berada. Atau karena kau mengingat hari ulang tahunku, karena tanggal kelahiranku sudah diluar kepalamu. Aku ingin menangis terharu karena aku mendapatkan ketulusan darimu, kau ingin memberiku hadiah yang tak terbayangkan olehku, karena selama kita mengenal dan bersama kau hanya akan merayakannya dengan melemparkan tepung dan telur. Atau bahkan air paret. Parahnya, air kencingmu.

Tapi hari itu, aku melihat dimatamu bahwa kau sungguh ingin memberiku hadiah. Sungguh, rasanya aku ingin memukul kepalamu saat itu. Jadi, ku pukul saja kepala mu sampai kau mendongak dan mendelik. "Jika kau tidak suka, aku bisa buang. Jangan memukuli kepalaku karena hadiah bodoh dan hina ku ini"

Aku tersenyum. "Siapa bilang aku tidak suka? Aku suka. Pasangkan lah. Maka akan ku anggap itu adalah kado teristimewa yang aku punya diumurku yang ke 16 ini." Kau menatapku lama. Seakan mencari kejujuran di mataku. Setelahnya kau tersenyum dan mendekat. Mengangkat kedua tanganmu. Menyampingkan poniku dan mengapitnya dengan pita hitam pemberianmu.

Aku mengambil handphone dan memintamu untuk mengambil fotoku. Di foto itu aku tersenyum lebar sampai menampakkan gigi ku dengan telunjuk kiri yang menyentuh ujung pita itu. Kau tertawa. Aku tertawa. Aku maju untuk memelukmu dan mencium bahumu. "Terimakasih, aku suka" dapat kurasakan kau mencium aroma rambutku dan berkata "iya, syukurlah"

Sesaat kemudian kita melepas pelukan dan kau mulai memasang sepatu. Selesai. "Ayo berangkat" ajakmu sambil berlalu kearah motor kesayangan, si Jemi kau beri namanya.

▶▶▶

Please to give the comments and vote. To support the spirit of the continuation of this story . Thank you❤

Shawn's Wife

My FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang