Sudah satu minggu berlalu namun belum ada yang berubah.
Aku, atau tepatnya jiwaku, tetap mengawang ditempat ini.
Di antara hidup dan mati.
Hanya dapat memperhatikan tubuhku yang terbaring koma di atas bangsal rumah sakit dengan semua selang yang menghubungkan ragaku pada mesin-mesin penunjang kehidupan di sekelilingku.
Bukannya aku belum rela untuk meninggalkan dunia ini, bukan.
Namun bagaimana aku bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang bila laki-laki itu, Park Chanyeol, terus duduk di sana, menggenggam jemariku dan menatap ragaku dengan begitu nanar?
Aku mengalihkan pandanganku pada jam dinding di kamar tempat ragaku dirawat. Jarum jam dinding itu terus berdetik, seirama dengan bunyi mesin elektrokardiogram yang menggambarkan keadaan detak jantungku. Bila sesungguhnya dapat kukatakan, itu bukan benar-benar detak jantungku. Hey, bila itu benar-benar detak jantungku maka mengapa aku sekarang mengawang di sini tanpa raga?
Lamunanku terhenti dan aku tersentak ketika sesosok malaikat tiba-tiba sudah berdiri di hadapanku.
Waktuku sudah habis.
Sudah waktunya aku untuk pergi.
Aku patuh, tentu saja.
Namun sebelum meninggalkan dunia ini, untuk terakhir kalinya aku menatap Park Chanyeol, berharap laki-laki itu akan melanjutkan hidupnya dengan baik karena aku selalu menyayanginya.
Selanjutnya tanpa menoleh lagi kebelakang, aku mengikuti malaikat itu pergi, diiringi dengan bunyi monoton panjang yang keluar dari mesin elektrokardiogram yang terhubung ke ragaku.
***
Lagi.
Akhirnya aku kembali ke tempat ini lagi.
Sebuah rumah sederhana, tempat yang dapat menceritakan begitu banyak kenangan antara diriku dan Park Chanyeol.
Sebelumnya terimakasih pada malaikat baik hati yang telah mengijinkan aku kembali ke dunia ini, bukan kembali sebagai manusia tentu saja. Dan jika kau bertanya kepadaku apakah aku menyesal datang kembali, aku akan menjawab jelas aku menyesal karena ternyata aku kembali ke sini hanya untuk melihat laki-laki ini semakin terpuruk dalam kesedihannya.
Lihat saja baju merah yang ia kenakan, begitu lusuh.
Seperti tidak mandi selama satu windu rasanya.
Apakah ia sudah makan?
Apakah ia dapat tidur dengan baik?
Ia hanya duduk bersandar di dinding yang dingin dengan tatapan kosong.
Ayolah, Park Chanyeol, sudah empat hari sejak hari pemakamanku.
Sudah waktunya kau untuk bangun dan melanjutkan hidupmu.
Tidak ada gunanya kau terus seperti itu.
Ingin rasanya aku menghampirinya dan memukul kepalanya keras-keras.
Menyadarkannya bahwa ia harus melanjutkan hidupnya walau tanpa aku di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
COME INTO YOU
FanfictionSudah satu minggu berlalu namun belum ada yang berubah. Aku, atau tepatnya jiwaku, tetap mengawang ditempat ini. Di antara hidup dan mati.