PROLOG

115 10 10
                                    

"Mencintaimu bagaikan tertusuk ribuan belati, menusuk sampai ke relung hati. Mungkin, dengan aku pergi, kamu akan menyadari rasanya kehilangan orang yang selama ini berjuang namun selalu tak dipedulikan."

Secangkir cokelat panas, menemani Sheryl menulis kata demi kata untuk dia—seseorang yang telah lama ia sukai. Buku berwarna biru laut ini selalu menjadi teman curhat favorit Sheryl. Tak pernah sedikit pun Sheryl melewatkan untuk bercerita di sana. Buku ini satu-satunya cara Sheryl untuk melampiaskan seluruh emosinya yang tak pernah Sheryl perlihatkan. Buku yang selalu Sheryl isi tentang curahan hatinya sekaligus rahasia yang selama ini tertutup rapi Sheryl simpan.

Sheryl sudah lama mengagumi seseorang. Bukan, bukan itu, lebih tepatnya Sheryl mencintainya. Seseorang yang hampir 5 tahun ini selalu bersama Sheryl. Seseorang yang membuat Sheryl merasakan bahagia, dan sakit luar biasa bercampur menjadi satu. Seseorang yang selalu bersama Sheryl, nyatanya tak pernah menganggap Sheryl ada. Seseorang yang tak pernah melirik sedikitpun ke arahnya. Seseorang yang tak pernah bersikap manis di hadapannya. Seseorang yang tak pernah ingin tahu bagaimana perasaannya selama ini. Entah, Sheryl yang kelewat bodoh atau dia yang tidak pernah peka.

Mungkin, baginya Sheryl hanyalah bayangan. Kebersamaan selama 5 tahun ini hanyalah angan-angan. Sheryl dan dirinya tak akan pernah menyatu. Hanya saling hidup berdampingan. Sheryl yang selalu berjuang namun tak kunjung dia balas.

Untuk kamu bintang dihatiku,

Hai Nev,

Nggak kerasa, ya, udah lima tahun kita berteman. Apa kamu tahu? Selama itu aku menyimpan perasaan ini. Rasanya sakit, mengetahui kalau selama lima tahun kita bersama, kamu gak pernah sedikit pun membuka hati. Apalagi membalas perasaanku.

Selama itu pula aku yang selalu berusaha keras agar kamu tahu di sini ada aku yang menyayangimu tulus. Tapi, yang aku dapat hanya jawaban kosong, kamu selalu memperlakukanku tidak lebih dari seorang teman-bahkan aku ragu keberadaanku saja kamu anggap ada. Aku yang sudah terbiasa, hanya bisa tersenyum. Aku memang bodoh karena selalu mengharapkanmu yang ilusi. Kamu gak pernah nyata buat aku.

Melalui buku ini aku hanya ingin kamu tahu tentang perasaanku. Tidak lebih. Aku cukup tahu diri untuk tidak meminta balasan karena meminta balasan darimu sama saja dengan menggenggam pasir, tak pernah bisa aku gapai.

Aku mencintaimu, Nevan Prasamudjaya.

Apa pernah kamu menyadari hal itu?

Maaf aku terlalu takut mengatakannya langsung, karena aku tahu akhirnya hanya aku saja yang terluka, yang sakit, karena mencintai seorang diri.

Dan, terima kasih, Nev. Terima kasih telah mengajarkan aku arti menunggu. Mengajarkan aku bahwa tak selamanya cinta harus saling memiliki. Sekali lagi, terima kasih.

Untuk itu, cukup sampai di sini.
Aku akan berhenti. Aku sudah terlalu lelah untuk bertahan lebih lama lagi. Aku menyerah.

Terakhir, semoga kamu bahagia ya.
Dan, aku lebih bahagia walau tanpa kamu.

Sekarang aku pamit, ya.

Salam hangat,
dariku yang menyayangimu.

Sheryl menghela napas panjang, akhirnya ia selesai menulis. Sheryl membaca diary itu berkali-kali. Sheryl menatap nanar tulisan tangannya sendiri. Sheryl meringis pelan membaca kata demi kata diary nya itu. Ia menutup buku biru laut ini dengan perasaan berkecambuk, lalu memasukkan nya ke dalam kotak usang. Dari sekian banyak diary yang ia tulis, diary ini adalah diary yang terakhir tentang Nevan. Sheryl tidak akan menulis tentangnya lagi. Keputusan Sheryl sudah bulat, ia akan mengubur perasaannya untuk Nevan. Karena Sheryl sadar, semua usahanya tak pernah dibalas.. dilirik pun tidak. Mengingat hal itu Sheryl hanya bisa tersenyum getir.

Sheryl memandangi langit-langit kamar sambil berpikir keras. "Apa keputusan gue udah benar?" batin Sheryl. Keberangkatannya ke Jepang tinggal menghitung jam. Sheryl akan meninggalkan rumahnya, kota tempat kelahirannya dan juga semua tentang Nevan.

Satu hal yang pasti saat ia pergi, Sheryl berharap agar suatu hari Nevan akan mengetahui perasaannya. Sheryl akan memberikan kotak usang itu kepada Nevan. Sheryl tidak peduli jika Nevan akan membuang bukunya. Sheryl hanya ingin Nevan membacanya. Hanya itu.

Beberapa menit berlalu, Sheryl pun berbaring di atas kasur lalu perlahan memejamkan mata. Tidak ada waktu lagi karena hari esok semuanya akan berubah.

°°°

Let Me Go Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang