ENAM

51.3K 5.4K 232
                                    

"Rencana nomor satu, beliin Karina bunga. Hmmm, bunganya mau loe kirim ke Singapore atau ke Jepang?" tanya Anya dengan datar kepada Alle yang duduk disebelahnya. Mereka sedang dijalan menuju lokasi syuting dan Anya kembali membaca kertas – kertas yang diberikan Alle kepadanya.

"Dua – duanya. Lima ratus tangkai mawar putih Nya," balas Alle.

"Si bego, mendingan loe nyusul istri loe aja deh daripada ngabisin uang buat bunga," kata Anya kepada Alle. Anya tidak melihat apa gunanya Alle membeli lima ratus tangkai mawar putih dibandingan pria itu yang pergi dan menyusul Karina.

"Lakuin aja sesuai rencana gue, jangan banyak tanya," Alle kembali sibuk dengan handphone ditangannya dan Anya kembali membaca rencana Alle yang dituliskan pria itu.

"Rencana nomor dua, 'pergi dengan tiga perempuan dan buat Karina cemburu', adalah rencana paling tolol yang pernah gue dengar dari seorang pria. Apa – apaan nih Le? Gue sih sama sekali nggak setuju sama semua point yang loe buat. It's either stupid, atau nggak ada gunanya sama sekali," jelas Anya kepada Alle yang sama sekali tidak ingin mendengarkan.

"Nyet, loe dengerin gue sebentar bisa?"

"Nggak bisa dan nggak mau," jawab Alle dengan datar dan dingin.

"Keras kepala banget sih loe Le. Fine, but let me tell you one thing, Karina nggak suka dua hal Le, cowok yang nggak kasih dia kepastian dan cowok yang terlalu gombal kaya loe."

Lima belas menit kemudian Alle dan Anya turun dari mobil ketika Raka supir Alle menurunkan mereka di depan lokasi syuting. Beberapa orang dengan sibuk memberikan briefing kepada Alle sedangkan Anya sibuk menurunkan barang – barang Alle dari mobil.

"Nya, gue duluan," Alle berteriak kepada Anya sebelum meninggalkannya.

Anya yang mempunyai waktu luang karena ia tahu Alle sedang di make-up, mengeluarkan handphone-nya dan menekan nomor Karina. Setidaknya ia harus mendengar langsung dari saudaranya dan apa yang sebenarnya terjadi diantara dirinya dan Alle.

"Nya, ada apa? I'm running late untuk syuting berikutnya," adalah kalimat pertama yang diucapkan Karina ketika Anya mengangkat teleponnya.

"Loe dan Alle bertengkar?"

"Did he told you already? Kalau sudah, kamu sudah tahu semuanya kalau begitu," jelas Karina kepada Anya.

"Mama akan marah kalau denger loe sama Alle bertengkar," kata Anya dengan malas.

"Mama nggak akan tahu."

"Rin, loe dengerin gue ya, Alle temen gue dari kuliah dan gue udah kenal baik sifatnya sampai loe menikah sama dia. Alle bukan cowok yang gampang jatuh cinta dan gue tahu dia cinta sama loe, so please, apapun yang loe bilang ke Alle, take it back," Anya meminta Karina untuk tidak bertindak gegabah dan ia juga meminta Karina untuk menarik kembali kata – katanya kepada Alle.

"..."

"Masih cinta kan loe sama Alle?" tanya Anya.

"..."

"Rin, gue nanya serius. Please jawab."

"Nya, aku cinta sama Alle, tapi kalau melihat dia tersiksa setiap hari, itu namanya aku egois."

Anya yang tidak bisa menerima kata – kata Karina, membalasnya dengan berkata, "Loe yang egois karena loe yang nggak mau tersiksa. Namanya juga menikah Rin, pasti susah. Kalau loe nggak mau susah, ngapain loe menikah sama Alle."

"Aku harus pergi sekarang Nya."

"Lari aja terus Rin, loe liat sampe kapan Alle bakal ngejar loe. Cause what I know, he's not letting you go."

*

Anya mengambil duduk di dekat trotoar dan mengeluarkan sebatang rokok, lalu menyalakannya. Ia mengisapnya dengan dalam dan mengeluarkan asapnya ke udara. "Le, Le, makan tuh cinta."

Tiba – tiba handphone Anya berdering dan ia melihat nama Rachel Tjahrir tertera di layar handphone-nya dan dengan cepat ia mengangkatnya, "Hi Tante, ada yang bisa aku bantu?"

"Hi Katya, handphone Alle mati ya?" tanya Rachel kepadanya.

"Eh iya Tante, lagi syuting Alle. Mau bicara dengan Alle?" Anya berdiri dari tempatnya dan mencari keseliling lokasi syuting namun tidak mendapati Alle ataupun sosok pria itu.

"Nggak usah, Tante titip salam aja bisa?" tanya Rachel kepada Anya.

"Boleh – boleh."

"Kalau Alle sudah selesai, sore bertemu dengan Tante di Plaza Indonesia ya, Tante ingin mengenalkan Alle dengan istri kakaknya, Jacqueline."

"Kakak Alle yang mana Tante?" Anya sedikit bingung karena tidak pernah mendengar nama Jacqueline sebelumnya karena yang ia tahu, semua kakak Alle sudah mempunyai pasangannya masing – masing.

"Warren, Katya, tolong kamu sampaikan pesan Tante kepada Alle?" tanya Rachel sekali lagi.

"Eh... baiklah Tante."

"Terimakasih Katya."

Ketika Anya mematikan teleponnya, Alle sudah berada dihadapannya dan pria itu sekali lagi mengambil rokok Anya yang masih menyala di tangannya dan membuangnya sejauh mungkin. Kali ini pria itu tidak memarahinya dan langsung bertanya, "Siapa?"

"Nyokap loe."

"Kenapa?" tanya Alle kepadanya.

"Mau loe ke PI. Katanya mau ngenalin loe sama istri kakak loe."

"Istri kakak gue yang mana?" tanya Alle dengan bingung.

"Warren. Namanya Jacqueline," jawab Anya.

Alle mengerutkan dahinya, namun berkata kepada Anya, "Nggak ada apa – apa kan sore ini?"

"Nggak ada."

"Ok, gue pergi."

"Gue nggak usah ikut ya Le?" tanya Anya dengan datar.

Alle mengerutkan dahinya dan bertanya, "Loe mau gue didorong – dorong fans lagi Nya?"

Anya yang mendengar kata – kata itu berkata dengan sinis, selagi ia membalikkan badannya sehingga Alle menatap punggungnya, Anya menaikkan kaus kebesaran yang ia pakai dan menunjukkan punggungnya yang lebam dan sudah dipasang koyo di seluruh area tersebut, "Monyet, loe liat kelakuan loe."

Alle tertawa dan berkata, "Siapa yang nempelin koyonya?"

"Sendiri!"

"Makannya sini gue pasangin. Loe banyak gaya sih pake nggak mau gue yang pasangin. Udah ya gue syuting dulu. Sore ini loe ikut gue ke PI." 

SENTIMENTAL REASONS |  TJAHRIR SERIES #4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang