Bab 1

146 2 0
                                    

"Re... Pulang bareng yuk?" ujar Prabu sembari menghalangi langkahku. "Aku masih ada kerjaan .. Kamu duluan aja" ujarku menolak halus diiringi senyum lelah. "Aku tungguin.." ujar Prabu.

"Aku pulang malem loh, lagian kerjaan kamu udah kelar.." aku beralasan. "Ga pa pa.. Aku bisa ngerjain yang lain" ujarnya pantang mundur. "Kamu bukannya naik motor? Ga bawa helm lagi kan? Aku ga mau naik motor kalo ga da helmnya" lagi-lagi aku beralasan. Meski terkesan sombong namun aku tidak mau naik motor kalo tidak pake helm.. Kalo terjadi apa-apa dijalan,siapa yang bertanggung jawab?

"Aku sekarang bawa mobil, Re" sanggah Prabu sembari tersenyum pongah karena aku terlihat agak terkejut dan terdiam. "Jadi kita pulang bareng ya.." ujar Prabu. Dengan hati kurang nyaman, aku mengiyakan.

Prabu adalah new comer di kantorku. Usianya pun lebih muda dariku. Namun karirnya cukup cemerlang dikarenakan otaknya yang cerdas dan analisisnya yang tajam. Sejak awal kemunculannya, sudah menghebohkan satu gedung. Gimana ga? Dengan wajahnya yang manis dan berkulit putih ala cowok korea,cukup membuat histeris cewek-cewek dan ibu-ibu saat session perkenalan keliling.. Weeewww... Maklum stock cowok bening di kantor terbatas..

Pas jam 7 malam, akhirnya tugasku selesai.. It's time to going to home pikirku. Sembari aku membereskan berkas-berkas yang berantakan di atas meja, aku melirik ke arah meja Prabu yang terletak di belakang mejaku. Ga mungkin bisa kabur kalo begini ujarku dalam hati.

Mendengar suara berkas beradu dengan meja, dia melirik ke arah ku. "Udah selesai?" tanyanya. "Udah, ini lagi beres-beres meja" jawabku. Prabu pun mematikan laptop dan bersiap pulang. Baru aku sadar hanya tinggal 3 orang didalam ruangan yang luas ini. Aku lekas membereskan barang-barangku. Aku takut dengan suasana sepi seperti itu. Prabu menyuruhku menunggu di lobby saja. Dengan alasan basement kantor kami cukup pengap.

Mobil kami melaju dengan kecepatan sedang, padahal aku berharap lekas sampai. Ini bukan pertama kalinya kami pulang bersama namun ini pertama kalinya kami pulang berdua. Jantungku serasa berdetak melebihi kecepatan maksimal. "Mau mampir makan dulu?" ajak Prabu. "Langsung pulang aja,nanti kemalaman" tolakku. Aku takut ga bisa menelan makanan yang dihidangkan karena terlalu deg-degan. "Kamu kan belum makan apa-apa, emang ga laper?" Prabu masih belum bisa menerima penolakan. "Tadi udah makan koq, kamu ga liat aja" sergahku. "Masa'? Emang makan apa tadi?" tanyanya usil sembari mencari pembenaran di mataku. "Makan cokelat,permen de el el.." jawabku jujur. Aku enggan berbohong karena selain aku tidak lihai berbohong, kalo aku berbohong pasti langsung terbongkar. Apes dan malu endingnya.

"Mana kenyang makan begitu" sergahnya. "Kita makan dulu aja yuk Re.." ajak Prabu kembali. Aku tetap menolak dengan dalih kenyang makan permen. Untungnya dia tidak mendesak atau membawaku kabur ke tempat makan terdekat.

Bukannya aku tidak menyukai Prabu. Dengan sosok Prabu yang memikat dan sikapnya yang sweet, dia mudah dicintai. Hanya ada rasa tak percaya yang muncul didalam hati. Apakah benar Prabu menyukaiku? Kenapa Prabu menyukaiku? Apa yang membuat ku spesial di matanya? Tapi jika dia tidak menyukaiku, kenapa sikapnya begitu manis dibandingkan ke cewek-cewek yang lain? Pertanyaan itu selalu bergelayut dipikiranku. Yaaahh.. Meski aku tidak jelek-jelek amat *pede, kulitku kuning langsat dan berhijab. Tapi masih banyak lebih cantik daripada aku.. Benar-benar Sebuah misteri.

Perlakuan manis selalu Prabu berikan. Antar jemput sudah jadi kegiatan sehari-hari. Ada rasa senang tapi ada rasa risih juga. Jadi lebih kayak permen Nano-nano.

"Kamu belum ingin menikah kan?" tanya Prabu sambil tetap fokus menyetir. Aku terperangah mendengar pertanyaan gamblang tersebut lebih tepatnya melongo. "Maksudnya?" tanyaku balik. Aku yang salah dengar atau aku yang kecerdasannya ga sampe menanggapi pertanyaannya. "Aku pengen status kita lebih dari teman atau lebih tepatnya pacar" jawabnya. "Tapi aku belum kepikiran untuk menikah" lanjut Prabu.

Aku terdiam seribu bahasa. Dalam lubuk hati yang paling dalam, aku tidak ingin pacaran terlalu lama dan yang tidak ada kejelasan kedepannya meski aku juga tidak ingin menikah saat ini juga. "Jadi? Bagaimana?" tanyanya kembali. Aku bertanya kembali kepada hatiku,apakah aku coba hubungan ini atau mencari kepastian dimasa depan.. Dan..

"Aku ga bisa.. Maaf.. Tapi terima kasih untuk memberi gambaran untuk kedepannya hubungan kita" jawabku. Prabu memandangku dan bertanya dengan suara tercekat "kamu ingin menikah dalam waktu dekat?". "Ga.. Maksudku bukan bulan ini atau tahun ini tapi aku berharap hubungan yang dijalani jelas arahnya" jelasku. Ada setitik rasa sesal saat ku ucapkan penolakan ini.

Beberapa hari berlalu.. Hubungan kami menjadi canggung. Yang ada dipikiran ku hanya apakah benar keputusan yang aku ambil. 

Jam 4 sore adalah saat-saat puncak jenuh melanda. Biasanya cemilan dan obrolan akan mengalir deras pada waktu tersebut. Entah gosip kantor sampai gosip artis bollywood yang wajahnya udah jarang nongol di tv. Entah darimana datangnya, salah satu madam gosip pun ikutan nimbrung dan berkata "Rima udah 2 mingguan ini kamu selalu makan siang berdua bareng Prabu yang kece itu ya? " sembari senyum penuh rahasia. Rima pun kelabakan mengelak karena bukan hanya madam gosip saja yang bersaksi namun juga beberapa teman kami pun ikutan bersaksi. Aku pun terkaget-kaget. Whaaaaaattt... 2 mingguan ini padahal aku masih diantarjemput oleh Prabu sebelum terjadinya 'penembakan' itu dan sikapnya tetap manis didepanku pikirku. Rima pun terlihat panik dan pucat saat melihatku. Kata-kata maaf dan penjelasan berhamburan keluar dari mulutnya.

"Re.. Maaf tapi bukan seperti itu kejadiannya.." ujar Rima sambil mengiba. Aku merasa dikhianati karena Rima salah satu sahabat dekatku. Ada apa ini? Apa yang terjadi selama ini? Aku shock.. Bingung dan marah.. Entah marah kepada siapa..

"Sudah.. Ga perlu dijelasin.."ujarku dengan suara bergetar. Di lubuk hati yang paling dalam ada luka yang masih terbuka dan berjuang sembuh namun sekarang bagai disiram cuka dan ditusuk kembali. Perih... Tapi aku sempat mengucap syukur bahwa aku menolak Prabu. Entah apa jadinya kalau aku ternyata bersamanya.

*for readers : mohon maaf jika ada kurang sana dan sini pada novel ini



Senja Di Ujung LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang