Sejak kejadian itu hubunganku dengan Prabu dan Rima menjadi renggang. Aku lebih menjaga jarak tapi tidak memusuhi hanya saja aku merasa tidak nyaman seperti sebelumnya. Aku dan Rima masih sering hang out atau sekedar dinner bareng namun aku tetap tidak membahas kehidupan cintaku lagi dengan Rima. Aku menjadi lebih tertutup.
Rima menyadari hal itu namun dia tetap membutuhkan aku sebagai pendengar untuk keluh kesahnya. No problem... Pikirku,aku justru senang bisa membantu.
Sedangkan Prabu.. Oohh.. Tadinya aku pikir dia akan jadian dengan Rima.. Ternyata tidak.. Dia memilih gadis berambut indah dari gedung sebelah untuk menjadi kekasihnya.
******************
"Reaaaa... Ayo temenin aku ke lantai 1" pinta mba Arini via phone. "Loh mo ngapain ke lantai 1?" tanyaku. "Aku mau ambil pesenanku dari abang gojek" ujarnya. Berhubung aku sedang tidak sibuk, aku mengiyakan ajakannya. Lumayan melemaskan otot kaki pikirku. Saat dilantai 14, lift pun terbuka. Masuklah seorang pria yang pernah menjadi masa laluku. Gimana ni? Apa aku keluar saja dari lift ini? Kataku dalam hati. Suasana terasa canggung apalagi hanya kami berdua.
Tidak ada satupun dari kami yang memulai obrolan. Aku enggan menyapanya meski berpapasan dengannya apalagi dengan kondisi berdua di ruang sempit dan sepi begini. Padahal aku bukanlah orang pelit senyum apalagi pelit obrolan. Hanya saja aku selalu teringat masa lalu jika berhadapan dengannya. Betapa dia pernah mempermalukanku dan menyakiti hatiku didepan banyak orang.
Nooo.. Aku tidak menyatakan cinta dan kemudian ditolak tapi dia menyebarkan undangan saat dia masih menjadi kekasihku. Aku dijodohkan oleh teman-teman kami. Dan aku sungguh-sungguh mencintainya. Kami pun merajut tali cinta namun tanpa disangka dia tiba-tiba menyebarkan undangan setelah sebulan lamanya aku kesulitan menghubunginya. Teman-teman kami terkejut dibuatnya. Nama yang tercetak di undangan bukanlah namaku.
"Arto.. Rea diundang ga?" tanya mas Putra tajam. Mas Putra adalah salah satu mak comblang kami. "Undangannya abis Mas.. Ntar diundang.." dalihnya. "Pake undangan gw aja.. Tambal aja namanya.. Gw ga butuh undangan lo" ujar mas Putra emosi. "Jangan gitu mas.. Nanti pasti Rea diundang koq" jawab mas Arto. Namun undangan itu tak kunjung tiba di tanganku.
Sungguh sakit rasanya waktu itu.. Perih di dada.. Seperti ada benda tajam yang ditusukkan ke dadaku. Semua mata yang mengetahui hubungan kami seakan berspekulasi apa yang akan terjadi padaku. Dan aku tidak pernah menyukai sorot mata kasihan yang ditujukan kepadaku. Tak tahan.. Aku memutuskan cuti panjang untuk menenangkan diri.
Kilas balik kejadian tersebut terus muncul apabila aku menatap mas Arto. Aku enggan untuk bersikap ramah kepadanya meski terkadang dia menyapaku terlebih dahulu. "Re.. Kamu ke lantai 1?" tanyanya basa basi. "Iya" jawabku singkat,padat,jelas dan terpercaya. Hening.
Yang aku tau pasti dia tidak pernah berani menatap mataku lagi dan sepertinya karma berlaku kepadanya, anak yang dilahirkan memiliki kelainan jantung dan harus mendapatkan perawatan khusus. Entahlah.. Aku berharap istrinya tidak mendapatkan rasa sakit seperti yang aku alami.
Aku bergegas keluar saat aku tiba di lantai 1. "Reaaaa..." panggil mba Arini. Aku melambaikan tangan dan menghampirinya. "Udah dateng paketnya?" tanyaku. "Udah ni.." diangkatnya paket tersebut. "Ini buat kamu" ujarnya sembari mengeluarkan benda dari dalam kotak paket tersebut.
Whaaaaatttt.. Bra dengan motif polkadot warna warni. Panik melihat bra polkadot di tempat umum, jatuhlah benda tersebut dilantai. Kami berdua langsung bergegas memungut dan berlari kabur diiringi tatapan geli orang- orang. Huftt.....

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Di Ujung Langit
RomantizmYaa Tuhan.. Aku benar2 tak menyangka bertemu dia.. Pria yg aku tidak ketahui namanya namun aku ketahui latar belakang nya.. Dia seperti keluar dari anganku.. Dia memiliki 99% kriteria yg aku ingin kan Ya Tuhan.. Baik fisik maupun latar belakang nya...