One

89 5 8
                                    

Hidup itu memang menyusahkan. Hidup itu memang menyedihkan. Hidup itu memang menyakitkan.

Itu adalah kata - kata yang banyak kudengar dari orang - orang. Dan sepertinya memang itu benar.

Aku, Nairanda Michellia Anastasia, sedang mengalami kehidupan seperti itu.

Aku saat ini bersekolah di SMU, tapi setiap harinya, aku selalu menjadi bahan bully alias korban penindasan.

Entah kenapa, dari SD, aku selalu ditindas. Bahkan, saat SMP, aku sampai 4 kali pindah sekolah pada tahun yang sama. Tapi, aku selalu ditindas dimanapun aku berada.

Kuakui, memang penampilan rambutku yang selalu dikepang dua dan kacamata berlensa cukup besar yang menghiasi mataku, sangat membuat penampilanku kelihatan jadul. Apalagi dengan gaya bicaraku yang terkesan formal dengan siapa saja. Sehingga membuatku menjadi begitu kaku.

Jujur, aku nggak kuat untuk menerima semua ini. Ingin rasanya aku mengatakan pada mereka untuk menghentikan semua ini. Tapi, entah kenapa, mulutku selalu merapat, dan badanku selalu mematung.

Aku memang tidak pernah terlihat menangis dari luar. Tapi, hatikulah yang menjeritkan tangisan. Memang begitulah caraku menangis dari dulu.

Aku tidak bisa mengatakan ini pada Ayah dan Bunda. Memang tidak begitu sulit bagi Ayah dan Bunda untuk memindahkanku, karena keluargaku cukup berada dengan Ayah yang bekerja sebagai wakil direktur pada sebuah perusahaan dan Bunda yang merupakan seorang penjahit yang memiliki sebuah butik yang cukup terkenal dengan beberapa pekerja yang siap siaga membantu apapun dan kapanpun. Tapi aku tidak ingin merepotkan mereka lagi lebih dari ini.

"Naira, sayang! Ayo turun!"panggil Bunda dari lantai bawah.

"Ya, aku akan turun sekarang, Bunda."jawabku sambil memasang kacamataku dan turun ke lantai bawah.

"Selamat pagi, sayang. Ayo sarapan, ya!"ajak Bunda sembari menyodorkan sepiring roti panggang.

Aku pun mengoleskan roti itu dengan madu, sebagaimana aku biasa memakannya.

"Ayah mana, Bunda?"

"Oh, Ayah, sudah berangkat duluan ke kantor. Katanya ada meeting. Ayo, buruan dihabiskan rotinya. Nanti kamu telat lagi. Pasti teman - temanmu sudah menunggumu, kan?"jawab Bunda dengan riang.

PLAS! Kata - kata bunda langsung menusuk didalam diriku, bagaikan pisau yang tajam. Teman? Apa bahkan aku dianggap oleh orang - orang disekitarku?

"Kamu juga tidak ditindas lagi, kan? Bunda yakin, pasti kamu bahagia sekarang. "

Bahagia? Apa itu kebahagiaan? Apa aku bahkan pernah merasakan yang namanya bahagia?

"Iya, begitulah."jawabku sambil mengeluarkan senyuman palsu khasku.

Aku sangat benci tersenyum. Karena itu pasti dilakukan dengan terpaksa. Aku sungguh sangat iri dengan orang lain yang dapat tersenyum tanpa paksaan.

"Ehm, aku.. Aku pergi dulu ya, Bunda."

"Ya, hati - hati. Pulang nanti, akan Bunda pastikan kamu dapat memakan sushi kesukaan kamu. "balas Bunda dengan riang.

Eh? Aneh, aku selalu bersemangat jika mendengar makanan kesukaanku itu. Tapi.. Entah kenapa.. Kali ini aku tidak begitu bersemangat.

"Ya sudah, ayo cepat pergi sana. Nanti telat."

"Eh? Oh, ya, baik. Aku.. Berangkat dulu..."aku pun memakai sepatuku dan berjalan keluar.

Aku pun segera menaikki bis yang lewat menuju sekolahku.

-----------

"Ini uangnya, makasih ya, bang."ujarku sembari memberi uang pada kenek bis dan mulai berjalan menuju gerbang sekolah.

When The Nerd Girl Meets The Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang