PROLOG

144 6 2
                                    

"Sebenarnya nilai-nilai Getta tidak mencukupi untuk bisa naik ke kelas delapan tapi karena saya yakin bahwa Getta bukan siswa yang tidak pandai, saya berani mengambil resiko untuk tetap menaikan Getta ke kelas sebelas."

"Tapi, Pak, bagaimana kalau misalnya Getta tidak mampu?" tanya Andi cemas.

"Getta bukannya bodoh, Pak." ujar Pak Heru.

"Saya melihat gambar- gambar krayon Getta Karyanya bagus sekali. Sebenarnya kepintaran anak-anak tidak sepenuhnya bisa dinilai dari nilai akademik. Tapi, kemampuan mereka berpikir untuk menciptakan sesuatu. Getta mungkin tidak baik dalam pelajaran tapi mungkin saja dia punya bakat seni," jelas Pak Heru kembali.

"Dan saya hanya ingin memberitahu satu hal yang mungkin sangat penting bagi Bapak dan Ibu untuk ketahui"

Andi dan Della menunggu dengan tidak sabar.

"Untuk masalah Getta tidak bisa berkonsentrasi dan sering lupa mungkin adalah masalah yang serius. Tapi, sebelumnya saya mohon maaf. Menurut saya Getta harus diperiksakan ke dokter," kata Pak Heru.

Della mengernyit. "Apa maksud Bapak?" tanyanya.

"Kemungkinan Getta mengidap Disleksia Bu," jawab Pak Heru.

"Saya melihat gejala itu pada Getta"

"Disleksia?" Della menatap Andi di sampingnya.

"Disleksia itu apa?"

"Disleksia adalah semacam gangguan yang menyebabkan anak tidak bisa konsentrasi dengan baik dan bahkan tidak bisa mengingat hal-hal dasar seperti urutan hari, bulan, tahun dan kadang tidak bisa membedakan kiri atau kanan. Pengidap Disleksia juga sering menulis dengan terbalik-balik. Saya perhatikan, Getta sering seperti itu"

Penjelasan Pak Heru seolah sudah cukup tanpa perlu dokter untuk membuktikannya. Setelah menerima raport-nya Getta, mereka bersalaman dan pamit.

***
Getta terlihat duduk di salah satu kursi yang ada di lorong dengan alat gambarnya. Begitu melihat orang tuanya ia mulai cemas. Perasaannya mengatakan, pasti ia tidak akan naik ke kelas delapan

"Ayo kita pergi," ajak Andi kepada Getta saat Della mendahului mereka dengan langkah yang terburu-buru.

Sekilas Getta bisa melihat bahwa kesedihan yang amat dalam sedang melanda Della ibunya. "Mama kenapa, Pa?" tanya Getta heran dan bingung.

Andi tidak mengindahkan pertanyaan tersebut. Ia hanya tersenyum. "Habis ini kita mau ke rumah sakit, siapa tahu dokter bisa bantu kamu supaya nggak lupa terus," ujar Papa dengan tenang.

Getta semakin bingung, kenapa tiba-tiba ke dokter ? Ia sama sekali tidak merasa sakit. Tubuhnya sehat-sehat aja.

Gutbai (!)

Sleeping UglyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang