Chapter 1 : Kemah Terakhir

102 6 0
                                    

Satu, dua, tiga, empat, lima, enam... Getta mulai menghitung saat matanya makin lama makin berat. Suara gitar dan nyanyian teman-temannya yang terdengar gembira perlahan memudar. Tiba-tiba berganti menjadi pemandangan gelap.

Beberapa saat ia tidak bisa melihat apa pun sebelum sebuah pintu terbuka, menuntun Getta ke dunia yang selalu ia rindukan setiap malam. Getta disambut oleh padang rumput hijau di mana ia bisa berlarian dengan bebas sambil tertawa. Langit cerah sampai awan pun tidak terlihat.

Getta duduk di atas rumput yang hijau seperti permadani, memandangi langit.Tidak ada yang lebih menyenangkan dari saat ia bisa duduk sendirian dengan tenang, menatap langit yang tidak pernah ia temukan di mana pun selain di sini. Sambil menarik nafas lega, dengan rebahan pelan, tubuhnya yang lelah merasakan semangat baru merasuk ke paru-parunya. Namun di tempat itu ia sendirian. Begitu tersadar ia harus pulang, ia menoleh ke sekitarnya. Kosong. Rasanya ia sudah terlalu lama di sini Tempat seindah apa pun, jika kita sendirian di dalamnya, tetap saja terasa menyedihkan.

Getta mulai cemas saat mengelilingi padang rumput tapi tidak melihat pintu yang akan membawanya pulang. Tidak terlihat yang lain, selain rumput hijau, langit biru, awan putih, dan angin yang bertiup menghembuskan hawa dingin. Pada akhirnya ia menangis.

tiba-tiba tubuhnya bergerak oleh goncangan hebat yang membuat kepalanya terantuk ke kaca, Ia tebangun dari tidur lelap dan mimpinya.

Jok abu-abu lusuh di depannya masih ada. Meski nyanyian dan gitar tidak terdengar lagi, namun ini masih tempat yang sama yaitu Bus yang mengantarkan mereka ke lokasi perkemahan.

"Getta... Lo nggak turun?" tegur Sellyn, sahabatnya yang sudah bersiap untuk turun bersama tasnya.

"Gue duluan ya"

Getta mengangguk saat Sellyn turun bersama teman-teman mereka yang lain. Begitu bangkit dari joknya, Getta mulai mengingat-ingat di mana ia menyimpan tasnya. Dengan perlahan ia membuka bagasi atas dan sebuah tas tiba-tiba meluncur keluar!

"Awas!" seseorang memekik sementara Getta malah memejamkan matanya menantikan benda itu mendarat di kepalanya.

Perlahan ia membuka mata dengan ragu-ragu. Seseorang sudah menggenggam tas itu dengan ekspresi kaget dan cemas.

"Hampir aja." kata cowok itu. Ia melirik Getta yang terpana padanya.

"Apa?" tegurnya risih karena tatapan Getta.

Getta diam. Membalas pandangan teman sekelasnya itu tanpa berkedip.

"Hei !" tegur anak lelaki itu sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Getta yang kosong.

"Kamu syok ya?"

Cowok itu mulai bingung dan risih dipandangi sampai tidak berkedip.

Getta sadar, di depannya sekarang hanyalah teman sekelas yang duduk nomor dua di belakang dari bangkunya, yaitu jayden Abigailo bukan Ben Joshua, walaupun sekilas rada mirip. Tapi tetap saja membuat Getta sedikit deg-degan berdiri di hadapannya.

"Nyaris.." suara Getta yang dilanjutkan dengan sebuah tawa kecil.

ia menarik nafas panjang dengan sedikit malu ia memandangi Getta yang sudah bisa tertawa lega.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Jayden dengan penuh perhatian dan Getta tersenyum sambil menggeleng.

"Bagus deh kalau gitu."

Getta meraih tas miliknya dari genggaman Jayden yang ikut grogi. "Makasih ya," ucapnya masih canggung dan malu-malu.

Sambil garuk-garuk belakang kepala dan tersenyum bodoh, Jayden berusaha bersikap biasa. "I-i--ya sama-sama." jawab Jayden terbata-bata.

Sleeping UglyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang