A woman.

17 2 1
                                    

    Sudah 4 jam berlalu, setelah hujan berhenti dari tangisan rintik derasnya. Aroma tanah yang tercium pekat bagaikan alat terapi penenang pikiran, membangkitkan kenangan-kenangan masa lampau siapapun yang menghirup aroma tersebut.
    Gadis itu, ia merapatkan kembali payung transparan yang sejak tadi ia pakai untuk berjalan di halaman sekolah. Tak peduli,  seragamnya telah basah.
   "ah aku bosan," ia mendesis kesal sembari menekukkan lutut.
   Gadis itu meletakkan jemari mungilnya di tanah yang terlihat seperti lumpur.
Ia menggerakkan jemarinya memutar, membuat arsiran tak teratur. jelas sekali bahwa ia tengah amat bosan.
    "apa yang sedang kau lakukan?" suara yang terdengar serak dan berat, mendekat kearah gadis itu.
Namun,lengang, tak ada sahutan balik.
     "hey, aku berbicara padamu." Seorang pria pemilik suara yang menghilangkan suasana tenang itu kembali mengeluarkan kalimat.
     "apa hakmu berbicara padaku?" gadis itu segera berdiri, ia melototi pria yang ada dihadapannya sekarang.
     "bukan hak lagi, tapi sudah sebagai kewajibanku berbicara padamu. karena aku suamimu." Gadis itu memutar kedua bola matanya.
      "bodoh kau, Ryan." gadis itu sengaja menabrakkan setengah tubuhnya pada Ryan, dan berjalan lurus pergi menjauh. ia juga bosan jika harus melihat wajah Ryan setiap hari.
       "berhenti kau, Viella." Ryan memutar balikan tubuhnya, dengan kaki panjang tersebut, ia berjalan mengejar Viella.
Tak menggubris, Viella tetap berjalan, pikirnya, jika ia melangkah lebih cepat, Ryan tidak akan dapat mengejarnya.
      " awas saja jika kau berani mendekatiku dengan bau busuk tubuhmu itu, Ryan!" teriak Viella, tanpa menoleh sedikitpun kearah Ryan.
Pria itu tidak peduli, ia tetap mengejarnya.
Viella berhenti melangkah, ia terlihat seperti menunduk, mengambil sesuatu dari permukaan tanah.
     "Rasakan ini," Viella bergumam, lalu ia berdiri menghadap kearah Ryan yang juga berhenti melangkah.
     "apa yang sedang kau genggam?" Ryan menaikkan sebelah alisnya keatas.
Viella tersenyum sinis, ia segera berlari kecil ke tempat Ryan berada.
Ryan melangkahkan kakinya kebelakang, ia curiga akan gerak Viella yang sontak berlari kearahnya.
braak--
Viella tersandung, ia jatuh tepat dihadapan Ryan. Kepala gadis itu berada dekat sekali dengan kaki Ryan, jika saja Ryan menggerakkan kakinya satu langkah kedepan, terinjaklah sudah kepala Viella.
     "apa kau tak apa?" Ryan meraih lengan Viella, ingin membantunya bangkit.
     "bodoh! sungguh, aku sangat baik-baik saja. Kau tak usah mengkhawatirkanku." Viella menebas uluran yang diberikan Ryan, dengan sedikit merintih Viella bangkit dari permukaan tanah itu.
     "pergilah,aku tak butuh bantuanmu."
     "gadis cantik, kau tak perlu sebegitu jual mahal padaku."
      "cih.."
Ryan mengganti posisinya dengan setengah berlutut. Viella linglung, ia tak mengerti maksud pria didepannya ini.
       "naiklah, akan kubawa dirimu sampai kerumahmu."
       "aku tidak mau." ucap Viella seraya menyilangkan lengannya.
Ryan kembali berdiri tegap, terlihat sekali tubuhnya yang begitu tinggi, Viella pun hanya mampu sepantaran dengan dada Ryan.
       "lihat.. dagumu, lenganmu, dan kakimu terluka. Kau jatuh ditanah berlumpur yang banyak bebatuannya."
       "cih, hanya terluka saja. Aku tetap bisa berjalan."
       "malam akan tiba, cepatlah, akan kubawa kau."
      Ryan kembali mengubah posisinya setengah berlutut. Viella terdiam, melihat Ryan yang begitu peduli padanya.
      "baiklah.. tapi kau jangan macam-macam padaku atau akan kubunuh kau!"
Ryan mengangguk, Viella dengan pelan naik keatas punggung Ryan.
Ryan berjalan menuju gerbang sekolah dengan membawa tumpuan berat dipunggungnya. Mereka melewati satu persatu ruang, langit sudah mulai redup, hawa dingin menggores tubuh mereka yang basah kuyup.
    Jalan Merpati No.8A, mereka telah sampai tujuan. Viella menurunkan tubuhnya dari punggung Ryan.
     "akhirnya sudah sampai" Ryan merentangkan tangannya, menunjukan bahwa ia sedikit lelah.
      "kau pulang sana, sudah malam."
      "akan kuobati dulu dirimu,"
       "tak usah."
       "baiklah.." Ryan memutar balik tubuhnya,lantas berjalan menjauhi rumah bercat hijau itu.
       "umm...Ryan"
Pria itu menoleh.
       "Terima kasih." Viella tersipu malu dan segera berlari masuk kedalam rumah hijau itu.
Ryan tersenyum, melihat sikap gadis yang sudah bersamanya selama 5 tahun. Viella tak berubah sama sekali dengan sikapnya yang begitu angkuh.
    "itulah dirimu,Viella. Kau spesial."

.................
     
     Hawa dingin masih saja terus mencengkram. Ini sudah pagi buta, aku harus kesekolah. Tapi, mengapa suasananya tidak mendukung sama sekali hah? Padahal akan sangat menyenangkan jika aku hanya terbaring dikasur empuk dan dibaluti oleh kain hangat nan tebal ini. Menghangatkan kulit tipisku. Sangat menyamankan..
     kring--
Siapa ini? Rajin sekali mengirimiku pesan teks, ah biarkan saja. Aku ingin tidur beberapa menit lagi. Jangan berani-beraninya kau berdering lagi wahai perangkat kecilku.
    kring--
Masa bodoh.. Aku ingin terlelap, memimpikan unicorn kesayanganku.
   kring--
SIAL! Ini sangat mengganggu. Kuraih perangkat kecil ini, yang kulihat dilayar sentuh ini adalah... seseorang yang sedari tadi mengirimiku pesan teks. Tunggu, nomor yang tak dikenal? Hmmm... aku sedikit penasaran. Tanpa basa-basi lagi, kupijit saja pesan teks yang tertera dilayar kecil ini.
Kubuka pesan pertama.
   "VIELLA,BANGUNLAH! CEPAT KESEKOLAH!"
Cih, siapa dia? Sok mengurusi hidupku.
Pesan kedua kubuka, berharap pria tampan mengirimiku pesan teks untuk mengajak berkencan.
    "Viella, cepat kesekolah. Ada berita besar! Wanita itu... dia akan bunuh diri, dia mengarahkan pisau ke lehernya."
APA? Wanita itu siapa? Apa dia wanita yang dulu pernah ku--- ah lupakan, aku harus bergegas kesekolah secepat mungkin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 27, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang