Bibi

53 2 0
                                    

Aku memanggilnya Bibi. Bukan bibi dalam hubungan saudara, tapi merupakan ujung namanya, Robi. Aku dan dia menjalin hubungan sekitar satu setengah tahun. Apakah lama? Aku rasa tidak, aku masih merasa seperti kemarin baru berkenalan dengannya. Rambutnya hitam, matanya berwarna cokelat.

Selama satu setengah tahun hubungan kami, seringkali dihampiri oleh masalah yang tak jarang membuat kami mengatakan putus. Yah, dan kalian tahu keputusan yang diambil dalam keadaan emosi akan menyebabkan penyesalan. Berulang kali putus-nyambung hingga akhirnya kami benar-benar memilih untuk berpisah.

Bukan karena permasalahan sepele, salah paham, cemburu, atau ego masing-masing. Penyebabnya karena kami tidak mendapatkan restu orangtua. Lebih tepatnya restu dari orangtua Bibi. Sejak awal Bibi memang sudah mengingatkan kalau orangtuanya kurang menyukaiku, karena aku bukan berasal dari suku yang sama dengannya. Akan tetapi aku dan Bibi masih berusaha berjuang mendapatkan restu karena kami saling menyayangi.

Aku tidak pernah diajak main kerumah Bibi untuk mengunjungi orangtuanya. Aku hanya berdiri didepan pagar rumahnya. Entah itu saat Bibi balik mengambil barang yang ketinggalan dirumah, atau aku menjemputnya untuk berjalan-jalan. Kejam? Tidak. Aku juga merasa masih terlalu pengecut untuk bertemu dengan keluarganya. Aku tidak berani untuk merasakan ketidaksukaan mereka secara langsung.

Yang aku suka dari Bibi, dia selalu mengutarakan apa yang dirasakannya secara langsung. Sifat blak-blakan. Apa yang memang jelek menurut dia, ya akan dikatakan jelek. Tak jarang aku sering beradu argumen dan sering merasa tersinggung. Tapi aku tau lebih baik begitu daripada bermanis didepan tapi busuk dibelakang. Selama aku merantau ke kotanya untuk bekerja pun, Bibi selalu menjagaku. Dia menghiburku ketika aku kelelahan bekerja, mengajakku jalan ketika aku bosan dengan rutinitas disana.

Sekarang aku tidak lagi dikota itu. Aku tidak lagi bisa bersama Bibi. Rindu? Tentu saja. Aku sering merindukan dia yang duduk disampingku. Melihatnya berbicara, melihatnya tertawa, melihat dia menggodaku. Aku rindu pelukan hangatnya. Aku sering menyanyikan lagu untuknya, lagu yang Bibi suka pastinya.

Aku ingat sehari sebelum lebaran idul fitri, Bibi mengatakan tidak bisa lagi memperjuangkan hubungan kita didepan keluarganya. Jujur aku emosi dan kecewa. Dan hari itu kami memutuskan untuk benar-benar berpisah.

Sejak berpisah, aku dan Bibi masih tetap menjaga komunikasi. Dengan jarak kami yang terpisah kota, kami sering berbicara ditelepon ataupun berkirim pesan. Tak jarang juga kami masih melakukan video call lewat jejaring sosial. Sering Bibi mengatakan move on kepadaku, menyuruhku mencari lelaki lain untuk aku jadikan pacar. Tapi bagaimana aku bisa? Sedangkan aku masih sayang kepadanya. Sangat. Aku tidak tahu bagaimana perasaan Bibi sejak kami memutuskan untuk berpisah, aku tidak berani menanyakannya karena aku (sekali lagi) takut kecewa. Aku merasa tidak apa-apa seperti ini yang penting aku dan Bibi masih bisa komunikasi. Kata orang obat patah hati paling ampuh adalah dengan mencari pengganti, saat ini aku tidak ingin mencari pengganti Bibi. Aku sudah cukup lelah untuk menjalin hubungan dari awal dengan manusia baru. Biarlah seperti ini.


Akan tetapi, tiba-tiba akunnya tidak ada lagi. Aku mengirimnya pesan juga tidak dibalas. Aku tidak tahu kenapa! Dia menghilang begitu saja tanpa mengatakan apapun. Hari ini setelah tiga bulan mengakhiri hubungan sejak sehari sebelum lebaran. Lebih baik begini, pergi tanpa mengatakan selamat tinggal. Karena yang aku lakukan setiap kali Bibi tidak menghubungiku sehari saja, aku langsung kecarian Bibi. Aku selalu mengatakan jangan tinggalkan aku, dan Bibi dengan patuh masih menghubungiku. Rutin. Aku egois? Ya. Aku tak mau kehilangan Bibi. Aku masih ingat janji kami, dia tidak akan menikah sebelum melihatku duluan menikah. Aku merindukan Bibi.

Untuk Bibi, dimanapun kamu berada, dengan siapapun kamu, aku selalu berharap dan berdoa yang terbaik untukmu. Semoga kamu tetap sehat dan bisa membanggakan keluarga kamu. Maafkan sikap aku selama ini yang tidak bisa merelakan hubungan kita yang gagal. Aku mencintaimu, selalu.


"Cinta ada saat kita membutuhkannya, bukan disaat kita menginginkannya..."





Author nulis ini sambil dengar lagu Chantal Kreviazuk yang judulnya "Blue". Monggo didengar biar lebih dapat feelnya.
Sorry juga kalau disini ceritanya ga panjang-panjang amat, karena yah authornya cuma amatiran. Hehehe...
Tapi bagi kalian yg ada saran dan kritik, silahkeun...
Trus kalo kalian mau curhat sama authornya, leh uga.. Author siap menampung keluh kesah kalian eeaaakk.

Gadis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang