Apanya yang Pengantin Baru?

63 1 0
                                    

Maya berlarian di sepanjang trotoar untuk mencapai shelter bus terdekat. Ini sudah pukul 6.45. Artinya, 15 menit lagi dia bisa dipastikan akan mendapatkan kuliah tujuh menit dari Bu Mira.

"Seharusnya tadi aku tidak perlu memasak kalau ternyata dia gak mau menghabiskan sarapannya. Huft. Sekarang aku pasti akan terlambat masuk kelas jam pertama."

Sambil berebutan masuk ke dalam bus, Maya mengomel. Berbicara kepada diri sendiri di saat dia sedang kesal adalah kebiasaannya. Dan jangan tanya bagaimana reaksi orang-orang di kanan kirinya. Tentu saja mereka sudah sepakat dalam hati untuk memberikan label sinting pada wanita muda berseragam coklat susu itu.

Bus berhenti tepat lima menit sebelum bel berdentang. Untung saja, shelternya berada di depan sekolah, jadi Maya tidak perlu berlari-larian lagi.

"Pagi, Bu Maya. Habis maraton lagi ya?" Sapa Pak Karjo, satpam penjaga gerbang sekolah yang terkenal genit kepada kaum hawa dan galak kepada kaum adam.

"Iya, Pak. Badan saya sampe pegel semua."

"Wah...suami ibu gak pengertian sih. Tapi ya mau gimana, kan masih pengantin baru ya."

Maya mengernyitkan dahi. Sepertinya, Maya membutuhkan penerjemah untuk melancarkan komunikasi dengan Pak Karjo walaupun Maya adalah guru bahasa Indonesia karena bahasa yang dipakai lelaki botak itu berbeda frekuensi dengan yang digunakan manusia pada umumnya.

Dan ketika Maya tidak juga paham, dia akhirnya menjawab asal asalan. "Iya, Pak. Dia selalu membuat saya tidak bisa tidur."

Pak Karjo melongo mendengar jawaban Maya yang terdengar vulgar di telinganya.

"Ya sudah, pak. Saya permisi dulu ya."

****

Maya mengetuk-ngetukkan ujung bolpoinnya ke atas meja sambil menyaksikan air hujan yang jatuh vertikal di kaca jendela. Lelehannya di kaca memantul di wajahnya, membentuk pola abstrak yang jika diamati, cukup artistik dan menawan.

Sudah satu jam dia duduk melamun begini menunggu hujan reda. Jam dinding sudah menunjukkan pukul lima dan Maya belum juga memutuskan akan pulang naik apa.

"May, aku duluan ya. Sudah dijemput Mas Tio." Kata Tiara, guru Biologi yang sepantaran dengannya. Mereka lumayan dekat dulu, sebelum kemudian sama sama menikah dan memiliki kesibukan dan prioritas masing-masing.

"Oh ya, hati-hati, Ra."

"Kamu yakin gak mau bareng aku aja? Sebentar lagi maghrib loh. Kamu gak takut sendirian di sini?"

Maya mencoba tertawa walaupun terdengar sumbang. "Emangnya makhluk apa sih yang lebih nyeremin selain Pak Karjo?"

"Hahahaa...bisa aja kamu. Awas kedengeran loh."

"SAYA DENGER KOK, NON."

Maya dan Tiara segera celingukan mencari sumber suara.

"SAYA LAGI DI ATAS, NON. ABIS BENERIN GENTENG YANG MELOROT."

Seketika Maya dan Tiara melongok ke luar jendela di sayap kanan kantor guru yang tidak tertutup dan mendongak. Di sana, Pak Karjo dengan pe denya nangkring sambil kibas-kibas kepala botaknya. Seolah dia lagi syuting iklan sampo komplit dengan efek slow motion dan musik instrumental-nya.

Apanya yang dikibas coba? Batin Maya -_-

"Turun, Pak. Jangan ujan-ujanan. Nanti sakit loh." Itu Tiara yang bicara. Kalau Maya sih ogah, takut malah digombalin setelah ini.

"Gak papa, Non. Biarlah Bapak saja yang basah dan sakit, asal Non tetap kering dan sehat."

Nah loh? Mending kalo gombalannya waras. Nah ini? Bener-bener bikin senewen.

Cool MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang