Setiap foto yang ku jepret selalu punya kenangan tersendiri. Sungguh aneh namun nyata, foto - foto tersebut terkadang membuatku melengkungkan senyum. Seperti ada sihir Magis dalam dunia foto. Serasa menghentikan waktu yang diinginkan dalam sebuah kejadian. Termasuk kenangan itu. (Shilo)
Bulan mulai menyinari setiap helai daun setiap sudut kecil dunia yang dapat ku perhatikan. Seperti semut yang berbaris untuk kembali ke sarang. Kakiku menopang tubuhku yang sedang terpesona oleh keindahan sejenak yang terpancar dalam diri mu. Jaket yang kau kenakan bahkan sampai memantulkan sinar bulan. Rambutmu basah dan keringatmu pun jatuh ke pipimu yang berwarna putih dan sedikit kasar.
Tanpa sadar kameraku sudah mengabadikan setiap gerak gerik mu, bahkan saat mata cokelatmu bertemu dengan mata hitam milikku. Bagai bom yang hampir meledak bebas di udara badan ku tak bergerak sedetik pun. Karna kaget kepergok sedang memperhatikanmu, seorang cowok berjaket cokelat didepan rumahku. Dia tersenyum lebar, yang tambah membuat ku tak bisa bergerak sama sekali. Mataku tetap saja takbisa berpaling semenit ... tidak sedetik saja dari makhluk asing itu. Dia menunjukan ekspresi bingung dan berpaling, lalu masuk kedalam sebuah rumah yang tak jauh dari depan rumahku.
Tubuhku yang kaku tiba tiba saja lemas dan membuat ku tersungkur di halaman depan rumah pohon yang tidak terlalu tinggi. Pohon itu sudah berdiri sejak aku lahir, pohon ini sudah jadi markas dan tempat terfavoritku. Yang sekarang menjadi saksi bisu atas perbuatan yang kulakukan. Jantungku berdegup tidak terlalu kencang namun terasa sakit dan panas. Hal itu sangat membuatku tak nyaman. Bergegas ku menuju ke kamar, ku rebahkan tubuh yang terasa aneh ini ke kasur empuk dan hangat yang kupikir dapat menghilangkan perasaan aneh ini.
'Argh ... hilanglah rasa aneh ini. Hilanglah ... hilanglah' gerutuku.
Matahari menyapaku hari ini, dia datang dan menghangatkan tubuh ku. Mataku sembab membuat ku seperti orang mabuk entah kenapa padahal seingatku aku tak menangis.
"Kok , jadinya gini sih ? Uhh~ gimana nih ..." aku mengerutu sambil mengkompres mataku dengan es batu. Pikiranku mulai melayang lagi Apakah aku pernah mengenalnya? Kalau tidak kenapa hatiku terasa sakit saat melihatnya ? Apa hubungannya ? Begitu banyak pertanyaanku, sampai tak ku perhatikan jam yang hampir menunjukkan angka delapan. Bergegas ku mengambil sarapan berupa bekal dan lari menuju halte bis dekat rumahku.
" Hei ! Shilo hati hati jangan lari !" teriak kakakku.
" Iya kak...!" Sebagai anak terakhir sudah jadi kewajibanku mengikuti apa kata orang yang lebih tua.
Kakiku kulangkahkan sedikit lebih cepat karena tak mau terlambat untuk naik bis yang biasa mengantarku kedepan jembatan yang tak jauh dari gerbang Sekolahku. Angin berhembus menggoyang ranting dan daun daun yang melengkapi sela sela ranting. Belum sempat ku tuk terpesona. Ku lihat di halte bis berwarna oranye bertulis 'Slamet' itu sudah akan berangkat meninggalkan halte. Dengan panik ku pacu langkahku lebih cepat
"Bang tunggu saya mau naik! Tunggu!" ku kejar bis tersebut yang berjarak satu meter dari tempatku berdiri.
Semua mata tertuju pada ku karna suara lantang yang refleks keluar dari dalam mulutku. Tak terkecuali sepasang mata cokelat itu, yang menunjukkan ekspresi wajah kaget dan mengulurkan tangan besar nan lembut itu. Entah seperti di beri semangat langkah kakiku makin cepat dan mengulurkan tangan kananku kearahnya. Tangan kami saling menggenggam dia menarikku dengan ringan dan membantuku untuk menaiki bis kota. Kondektur yang menyadari aksiku memerintah supir untuk berhenti. Bis pun berhenti tak terkecuali badanku yang terdorong kearah si mata cokelat, akibat gaya kelembaman. Sempat ku mencium aroma parfum miliknya terkesan dewasa namun tidak membosankan dan tercium segar. Aku berusaha menyembunyikan wajah maluku dengan berpaling dan mengatakan
"Terima kasih"
Tubuhnya ternyata lebih tinggi dibanding saat aku lihat dia di sisi yang berbeda yaitu saat diatas pohon. Kami saling tak mengatakan apapun, sangat kurasakan bayang tubuhku di belakangku. Badanku terasa tak enak lagi, sama pada saat malam itu. Seragam ku sangat sangat basah karena keringat. Ku hela nafas panjang. Kurasakan si mata cokelat melangkah mendekatiku, hatiku makin dag dig dug tak karuan
"Ehm... Maaf apakah kamu bersekolah di ...",
"Jembatan.. Jembatan.. Turun..." Suara kondektur memberiku alasan supaya tak menatap matanya.
"Maaf ... Aku turun disini" Sambil menghela nafas aku pun berfikir sudah terbebas dari Si mata cokelat, tapi khayalanku buyar saat kaget ada yang menarik tangan ku dan terdengar suaranya
"Tunggu.. Tunggu sebentar..." Alisku mengkerut dan aku pun merasa takut dengan orang ini.
"Tung...tunggu sebentar ..." dengan nafas terengah engah dia masih bisa tersenyum ? Aneh... Tapi keanehan itu teralihkan dengan perasaan terpesona ku. Alisku masih mengkerut karna bingung, Si mata cokelat menyentuh alisku dan membuat ku tak mengkerut lagi. Detik itu aku tak bisa bernafas dengan lancar.
"Jangan bingung aku hanya ingin bertanya apakah kamu bersekolah di SMA Nusa Bangsa ?" Suaranya lembut bagai malaikat, aku hanya bisa mengangukkan kepala tak bisa berkata kata lagi.
"Ok, kalau begitu kita berjalan bersama. Maaf kalau aku membuatmu takut. Kenalkan namaku Rico." Dia memperkenalkan dirinya denang tersenyum manis, dan mengulurkan tangan tanda perkenalan ku jawab
"Hai namaku Shilo." Sahutku dengan membalas jabatan tangannya. Masih tersimpan dimemoriku tangan ini yang membawaku dengan ringan. Dan tangan ini yang mengawali pertemananku dengannya.
Si mata cokelat.
####
Hi !!!
Ini cerita pertama yang aku publis.. cerita cinta yang bakalan membuat kalian sakit gigi gara-gara terlalu manis. Hehehe... mohon maklum ya, kalau ada yang typo. Kutunggu vote and comment kalian... Bye ... Bye...
KAMU SEDANG MEMBACA
Shirokuro
RomanceSebuah perjalanan cinta untuk hitam dan putih, bukan sebagai musuh namun pelengkap cinta didunia yang fana. Shilo-Kara