Disclaimer : Masashi Kishimoto
'Kriiiingg....'
Lengkingan suara alarm itu terdengar sangat kuat. Namun, tidak cukup kuat untuk membangunkan sosok anak manusia yang masih tenggelam dalam mimpinya dibalik selimut tebal itu.
Alarm berdering sekali lagi, kali ini sukses merobohkan pertahanannya. Dengan perasaan kesal, gadis itu menekan kasar tombol hidup-matikan milik si alarm.
"Aissh, alarm menyebalkan!" gerutu gadis berambut pirang itu sambil, menyingkirkan selimut tebal itu dari tubuhnya. Melirik sebentar ke alarmnya dan seketika matanya membulat.
"OMG! I'm late!" serunya saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 7 tepat.
Dengan langkah tergesa-gesa, gadis itu berlari ke kamar mandinya. Menyikat gigi asal, setelah itu dia mandi dengan gerakan secepat kilat.
"Sialan, selalu saja begini. Please handuk, bekerja samalah denganku..." gerutu Ino saat kesulitan menarik handuk ungu favoritnya dari lemari penyimpanan handuk bersih di dalam kamar mandi itu.
"Aku menyerah!" pasrah Ino. Dia langsung memakai seragamnya tanpa mengeringkan tubuhnya terlebih dahulu. Setelah selesai dengan seragamnya, Ino segera mengikat rambutnya ekor kuda.
Kemudian Ino duduk di depan meja rias, memakai serangkaian skin care rutinnya. Selesai dengan perawatan wajah, Ino mengaplikasikan sedikit polesan bedak di wajahnya dan memakai lipglos merah muda natural.
Tuntas dengan penampilan, dia memeriksa lagi peralatan sekolahnya. Di rasa sudah lengkap, Ino sekali lagi melihat jam dan dia panik jam sudah pukul 7.30 pagi. Gadis itu harus segara berangkat. Jika tidak, dia akan terlambat.
Ino mungkin bukanlah siswi dengan nilai akademik teratas, tapi dia termasuk siswi yang rajin. Terpenting, Ino hampir tidak pernah terlambat. Dan hari ini, dia bangun satu jam lebih lambat dari biasanya. Hal ini tentu bertolak belakang dari kebiasaan teratur yang selama ini dia lakukan. Di tambah lagi, dia tidak ingin merusak buku disiplinnya dengan pelanggaran, meski ini pelanggaran pertamanya.
Terlambat sekali memang bukan hal besar, dia pasti akan langsung dimaafkan wali kelasnya. Tapi setelah itu, tidak menutup kemungkinan Ino bisa ketagihan dan terbiasa terlambat. Jika sudah begitu, Ino akan mulai menjadi gadis yang mudah meremehkan sesuatu. Terutama waktu. Jadi sebelum itu terjadi, Ino harus berangkat sekarang juga.
"Kau terlambat!" suara berat sang ayah menghentikan langkah Ino. Gadis itu berbalik, matanya mendapati sang ayah tengah menatapnya tajam.
"Saya minta maaf, Otōsama. Saya berjanji, ini terakhir kalinya saya terlambat." ucap Ino sopan.
"Bagus! Saya tidak mau kejadian seperti ini terulang kembali. Kau itu anak bodoh, seharusnya kau tahu diri. Lakukan semua pekerjaan dengan benar, biar otakmu itu terlatih bekerja. Mengerti!" suara tegas berisi kata-kata 'mutiara' itu selalu mengisi hari-hari Ino.
Ino mencoba bersikap biasa. Menahan sekuat tenaga agar air matanya tidak jatuh. Hatinya sakit. Sangat sakit. Tapi, Ino tidak punya kuasa untuk protes. Oleh sebab itu, Ino harus bisa mengontrol emosinya.
"Saya pamit ke sekolah dulu, Otōsama." pamit Ino pada sang ayah.
"Kau boleh pergi setelah menghabiskan sarapanmu. Cepat kesini, hargai usaha koki Yamanaka untuk membuatkanmu sarapan yang lezat." perintahnya yang mau tidak mau harus dituruti oleh Ino.
Sejujurnya, Ino sangat enggan sarapan bersama dengan sang ayah. Ino ingin melarikan diri sejauh mungkin untuk menghindari perlakuan tidak menyenangkan dari ayahnya seperti tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Expectation of love
FanfictionLet it go, don't back it anymore adalah kalimat yang selalu aku yakini setelah semua hal ini terjadi dalam hidupku. Aku sendiri bingung kenapa kalimat yang orang itu katakan sangat melekat dalam otak ku seakan lem yang sangat erat - Yamanaka Ino