° Happy Halloween! °

9 1 0
                                    

-Mexico City, 31 October 2014.

20:45
"Psst.." bisik dari seseorang.

"Apa?" ucapku frontal tanpa menoleh ke asal suara.

"Kakak, kemari dan lihatlah~" ucap adikku dengan nada ceria.

Aku mulai berdiri dan memaksakan tubuhku untuk berjalan mendekati adikku, entah mengapa tubuh ini rasanya berat sekali. "Ada apa, Hime?" tanyaku sambil duduk di samping adikku, Hime. Nama 'Hime' hanya sebuah panggilan sayang khusus untuk adik perempuanku.

Tiba-tiba, listrik rumahku mati. Aku terkejut dan diam. 'Menyebalkan' adalah kata yang tepat disaat seperti ini.
Kemudian..

"Happy Birthday, Riva!!" ucap riang dari sahabatku, Ai. Sontak aku berbalik badan dan listrik kembali menyala.

Sebuah cake mini berbentuk pot dengan bunga mini yang berisi kue bolu, cream cappuchino dengan topping oreo bubuk yang mirip seperti tanah dan bunga mini sebagai lilin yang tertancap di atasnya sekarang ada dihadapanku. Lebih tepatnya dibawa oleh sahabatku, Ai. Cake yang mungil dan terlihat lezat.

Hari ini usiaku genap 14 tahun. Kukira mereka melupakan hari ulang tahunku.

"Terima kasih!" kata yang kulontarkan dengan nada senang.

"Ayo kakak, tiup lilinnya!" suruh adikku sambil bertepuk tangan.
"Baiklah." aku mengambil sedikit nafas kemudian meniup lilin tersebut.

'Huff~' lilin telah padam dan aku berdoa pada Tuhan.
"Nah, kakak sekarang waktunya makan kue!!" ucap Hime bersemangat.

"Tunggu, nanti saja makannya. Lihat sekarang pukul berapa, hm? Kalian tidak ikut merayakan pesta Halloween?" tanya Ai pada kami berdua.

Sebenarnya aku malas merayakannya, ya karena kita harus mengelilingi rumah-rumah demi mendapatkan permen. Tapi, tetap saja aku tergantung pada keputusan adikku. Ya, karena aku tidak mungkin membiarkan adikku berkeliling sendirian, apalagi kami hanya tinggal berdua di rumah ini.

"Aku terserah pada adikku, bagaimana denganmu, Hime?" tanyaku sambil menatap adik perempuanku.

"Tentu kita akan merayakan pestanya! Kalian tunggu disini, aku mau memberikan sesuatu." ucap adikku riang dan sekarang ia berlari menuju kamarnya. Ia kembali dengan membawa 3 kotak seukuran kotak pesanan Pizza delivery/?.

"Apa itu? Makanan?" tanya Ai sambil berusaha menyentuh kotaknya.

"Ini untuk kakak Riva, ini untuk kakak Ai, dan ini untuk Viola" terang adikku sambil membagikan masing-masing kotak pada kami. Kubuka kotaknya dan mengambil hadiahnya.

'Kostum? Tuhan, jangan lagi' gumamku kesal dalam hati.
Dengan terpaksa aku mencobanya langsung. Aku melihat diriku di depan cermin.
"Tidak buruk, ya sudahlah" ucapku pasrah dengan helaan nafas.

Kini, aku berpakaian jaket putih dengan topi yang bisa dibilang-- menutup wajah. Viola berpakaian biasa dan hanya mengenakan bando kepala  berbentuk paku seperti tertancap menembus kepala. Sedangkan, Ai? Pft. Dia terlihat seperti badut, tapi entah kenapa dia sangat menyukainya. Nanti akan kujelaskan bagaimana kostum miliknya.

Kami mulai bersiap keluar rumah dengan membawa wadah permen. Semoga malam ini tidak begitu melelahkan.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - -

21.30
Kini kami berdiri di pintu sebuah rumah tetangga. Kami memiliki rencana agar bisa mendapat permen yang banyak.
Pertama, Vio akan mengetuk pintu. Kemudian, setelah pemilik rumah membuka pintunya, giliranku untuk mengarungi kepala pemilik rumah tersebut.

Kedua, kami akan berkata 'Cepat berikan kami banyak permen atau kami akan membunuhmu'.

Ketiga, saat pemilik rumah tersebut membuka karungnya, giliran Ai yang berkostum daster berjumbai dengan wig panjang kusut seperti boneka Annabelle menakuti sang pemilik rumah.

Jika rencana tersebut berhasil dan pemilik rumah berteriak, maka kami semua akan mendekat dan menyodorkan wadah permen kami. Cerdas bukan? Tebak siapa dalang dari semua rencana ini? Dalangnya adalah aku /smirk/. Baiklah, lupakan saja.

Sudah 30 menit, aku dan Ai mulai kelelahan. Tetapi tidak dengan adikku, dia anak yang aktif.

Waktu sudah menunjukan hampir tengah malam dan kami kembali ke rumah untuk beristirahat.

Sesampai di rumah.
"Melelahkan" ucapku sambil merebahkan tubuh ke kasur empukku.

"Kakak! Boleh aku makan kuenya?" tanya adikku lantang. Aku menatapnya dan dia menggunakan puppy eyes, senjata andalanya.

Aku baru ingat kalau kue itu belum kusimpan dalam lemari es. Aku meminta pada adikku untuk menyimpannya dan memeringatinya untuk tidak memakannya. Adikku pun menurutiku dan setelah itu aku terlelap.
'Melelahkan.'
== == == == == == == == == == == == ==

< Chapter 1 >

We Only Met In A Melody ~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang