Pagi itu di rumah berlantai dua, di salah satu kamar yang berada di lantai atas, sedang terjadi rutinitas pagi yang hampir terulang setiap hari.
Suara pintu digedor dengan sekuat tenaga. Membuat pagi itu tambah berisik.
Tapi walaupun hampir seluruh rumah terganggu dengan suara gedoran tersebut, tetap saja pemilik kamar seperti tak memiliki kuping, tak terganggu sama sekali. Malah asyik melanjutkan tidurnya dengan gaya yang sama sekali tak bisa dikatakan indah.
"Stefannn... Bangunnnnn sudah jam tujuh ini... Kamu durhaka banget sama mama, bikin mama teriak-teriak gini!" Mama Tasya berdiri di depan pintu kamar putranya dengan wajah merah. "Dasar anak itu... Sudah dibilang kalau tidur gak usah kunci pintu," gumam mamanya kesal.
"Faniii..." Fani yang merasa dirimya terpanggil datang dengan tergopoh. "Kenapa ma?" tanya fani begitu sampai. "Bangunin saudara kamu tuh... Mama cuma buang tenaga aja bangunin kebo pagi-pagi." Mamanya melenggang pergi dengan wajah kesal dan mulut yang tak berhenti mendumel. Fani mendengus. Dia menatap pintu kamar Stefan dengan malas. Lalu menendang pintunya.
"Woiii..." Fani berteriak, masih santai menatap datar. "Stefan sebaiknya loe bangun! Kalo gak, gue bakal pake cara yang. Mungkin. Bakal buat loe menderita. " Dari dalam kamar stefan dapat mendengar suara mengancam kakaknya. Tapi dengan malas dia malah membalikkan tubuhnya membelakangi pintu kamar.
"Oke.." ucap fani. Dia mengambil sesuatu dari balik sakunya. Tersenyum. Setelah tiga hari mencari tahu, akhirmya dia dapat info soal cara membuka pintu kamar kembarnya. Karena sudah merasa bosan membangunkan Stefan yang seperti kebo, ditambah kamarnya yang selalu dia kunci jika ingin tidur, Fani melakukan cara ini.
Dia tersenyum penuh kemenangan sambil memainkan kunci cadangan yang baru dia ketahui keberadaannya setelah menyelidiki Stefan tiga hari. Kemudian menyeringai licik. "Awas loe..."
Dengan hati-hati Fani membuka pintu kamar kembarnya. Dilihatnya stefan yang tidur membelakanginya. Fani menatap jengkel.
Dia memikirkan cara yang tepat untuk membangunkan Stefan. Pikiran pertamanya dia bisa saja langsung lompat ke atas kasur Stefan, menduduki kemabarannya, lalu mengacak rambut si kebo yang selalu sukses membuat orang serumah pagi-pagi pusing.
Tapi fani menggeleng, Stefan bakal marah besar nanti, dia tidak mau membuat kembarannya serangan jantung. Ditambah lagi, Stefan pasti dengan mudah menendangnya ke lantai atau lebih parah refleks meninjunya seperti kebiasaan Stefan kalau lagi kaget. Uuh, Fani meringis memabayangkan hal itu.
Rencana kedua dia bisa saja melakukan cara mainstream dengan menyiram air ke wajah si kebo. Tapi dia menggeleng. Setelah bertahun-tahun memendam kedongkolan pada saudara kembarnya, akhirnya dia bisa mengetahui cara untuk masuk ke kamar si Stefan. Dia tidak ingin memakai cara mainstream itu.
Fani menjentikkan jari, dia daat ide. Walaupun mungkin tetap akan membuat saudaranya jantungan. Tapu paling tidak cara ini aman bgi Fani. Stefan tidak akan bisa menendang atau mengeluarkan jurus-jurus beladirinya.
Fani berjalan ke meja belajar Stefan, dia mencari buku gambar di antara tumpukan buku-buku saudaranya. Merobek satu halaman kertas, dan melipatnya sedemikian rupa.
Kemudian berjalan ke arah jendela, membuka jendela kamar, sehingga cahaya terik mentari merambat masuk, menyinari wajah stefan. Stefan yang menyadarinya langsung menutup wajah dengan selimut.
Berbalik badan, lantas lanjut tidur.
Fani menatapnya geram. "Oleee... Oleeeoleeeeoleee... Oleee... Oleee" fani berteriak menyandungkan seruan itu. Seperti suporter bola dengan kertas yang dia bentuk menyerupai toa, sebagai pengeras suara di belakang kepala kembarnya. Stefan menutup telinganya dengan bantal dan selimut. Tapi fani tidak menyerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
We
HumorIni cuma cerita tentang Fani dan Stefan. Dua kakak-beradik kembar yang tinggal di rumah blok A10. Dua bocah kembar berbeda sifat dan kepribadian, yang jika bertemu tidak bisa berhenti bertengkar, tapi jika dipisahkan seperti ada bagian yang hilang.