(Part 1)

255 13 0
                                    


CERPEN: MALAIKAT
PART 1. ini cerpen sampe part 2 ya. dibaca ya moga kalian terhibur:)
"Woy lo curang nih!" kata Arbani sambil matanya tetap tertuju pada tv.
"Dalam perang dan cinta semuanya sah, gak ada istilah curang" jawab Rizky sambil terus memainkan stik PS-nya.
Arbani mendelik sebal ke arah Rizky "Dari kecil gue ngalah mulu sama lo ky, kali-kali lo yang ngalah napa!"
Rizky terkekeh "Dalam hidup gue gak ada istilah kalah. salah sendiri kenapa lo ngalah mulu sama gue"
"Karena lo lemah!"
Perkataan Arbani seperti jarum yang menusuk bagian hati Rizky, sangat tajam dan menyakitkan. memang dari kecil Rizky menderita kelainan jantung. ia tak seperti anak lelaki yang lain, ia tak sering main keluar rumah, hujan-hujanan, main bola, atau olahraga. sebelumnya juga Rizky adalah anak yatim piatu yang kemudian di adopsi oleh orang tua Arbani menjadi anaknya.
Dalam urusan kasih sayang, orang tua mereka tidak membeda-bedakan antara Rizky dan Arbani, mereka sudah menganggap Rizky seperti anak mereka sendiri, begitupun Arbani, ia sama sekali tidak keberatan berbagi apapun dengan Rizky, termasuk kasih sayang orang tuanya.
Mereka saling menyayangi satu sama lain.
Tapi kini perkataan Arbani amat sangat menyakitkan baginya, memang dari kecil ia tak jarang mengalah pada Rizky, apa-apa yang Arbani punya, ketika Rizky menginginkanya, ia tak sungkan memberikanya pada Rizky. bagi Arbani, kebahagiaan Rizky adalah segalanya. karena baginya Rizky adalah malaikatnya, malaikat yang diutus Tuhan untuk hadir ke dalam hidupnya yang saat itu sangat kesepian.
Rizky diam tak bersuara, kemudian meletakan stik PS-nya begitu saja. Arbani yang merasa tak enak atas perkataanya pun menepuk pundak saudaranya itu "Maafin gue, gue sama sekali gak ada maksud buat---" Arbani menggantungkan perkataanya.
Rizky tersenyum tipis "Gue emang lemah"
"Tapi lo adalah kekuatan Mama dan Papa" Arbani tersenyum tipis dibalas senyuman juga oleh Arizky, mendengar nama Mama dan Papa perasaan pemuda itu membuncah hangat, ia sangat merasa beruntung bisa hidup di tengah-tengah keluarga yang sangat menyayanginya.
"Lo juga" balasnya dengan sunggingan tersenyum dibibirnya.
"Tapi gini deh, kalau suatu saat nanti kita punya keinginan yang sama dan apapun itu, gue pengen lo ngalah! tunjukin dong kalau lo itu kuat hehehe" Arbani terkekeh pelan.
"Gue janji, kalau nanti kita punya keinginan yang sama, gue akan ngalah sama lo" sekarang giliran Rizky yang menepuk bahu Arbani.
"Oke baiklah"
"Eh Ban" cegah Rizky saat pemuda itu akan keluar dari kamarnya.
Arbani menoleh "Apa?"
"Gue punya satu keinginan. dan gue pengen ngewujudin keinginan gue ini sama lo" ucapnya sambil tersenyum.
Arbani mengernyit "Keinginan apa?"
"Gue pengen suatu saat nanti kita bisa mendirikan sanggar musik buat anak-anak panti asuhan tempat gue tinggal dulu, panti asuhan kasih Bunda. biar anak-anak yang kayak gue bisa main musik"
Arbani hanya tersenyum sambil menganggukan kepalanya.
***
SMA CITRA BANGSA
"Weist, gue dapet 80 mameen. Keren kan." Rizky dengan bangganya menunjukan hasil ulangan fisika miliknya dan tidak sengaja terekam oleh kamera Irsyad yang sedang sibuk mem-video suasana di kelasnya.
"Kasih gue Syad.. kasih gue" Rizky berusaha merebut kamera Irsyad, tapi Irsyad dengan secepat kilat menghindar dari Rizky.
"Pelit amat lo" gerutunya kesal.
Lalu pandangan Rizky tertuju pada kamera yang sedang dipakai selfie oleh Dinda dan Zulfa. "Fa fa fotoin kita dong" pintanya dengan wajah memelas. Zulfa yang merasa aktifitasnya terganggu pun mendelik sebal ke arah Rizky.
Rizky menarik Arbani, Marcell, Irsyad yang saat itu sedang sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, Zulfa pun hanya mendengus lalu mengarahkan kameranya pada keempat pemuda itu.
CKREK..
"Kasian banget idup lo, kayak yang gak pernah di foto" Arbani menggelengkan kepalanya.
"Ye biarin aja. siapa tau kalian semua nanti bakalan kangen sama gue"
"Dih ogah" balas Irsyad yang masih memainkan kameranya. Arbani hanya terkekeh dan berjalan menuju bangku teman-teman terdekatnya, Rassya, Ali dan Maxime.
Saat itu memang waktu istirahat SMA CITRA BANGSA, semua siswa-siswi sibuk dengan rutinitasnya masing-masing.
"Eh Ban, lo suka Dinda kan? sono gih samperin samperin!" Maxime mendorong-mendorong Arbani agar mendekati Dinda yang juga masih teman sekelas mereka. Gadis itu nampak sedang sibuk dengan novel yang dibacanya.
"Iya Ban, lo jadi cowok gak ada gentle-gentle nya sih! pantesan masih jomblo hadeu" Ali menggelengkan kepalanya tak habis fikir dengan sahabatnya itu, ia sudah lama tahu bahwa Arbani sangat menyukai Dinda, hanya saja Arbani bukan type lelaki yang to the point, apalagi kalau sudah urusan perempuan, ia sangat lamban. dan juga pemalu.
Rassya yang sedang sibuk dengan Pokemon-GO nya pun melirik ke arah Arbani "sosor sosor Ban. kesalip sama orang baru tau rasa lo" pemuda itu menambahkan.
"Kalian fikir ngedeketin cewek gampang apa? apalagi yang modelnya kayak Dinda, dia limited edition, langka" jawab Arbani, matanya tak lepas mengamati gadis itu.
Disudut ruangan yang bersebrangan dengan Arbani...
"Ky, sampe kapan lo liatin dia dari sudut yang paling tersembunyi? eh omongan gue udah puitis aja yak" Marcell terkekeh.
Irsyad menepuk bahu Rizky "Deketin sana! nanti keburu keduluan sama orang baru tau rasa"
Rizky melirik ke arah Marcell dan Irsyad, memandang sahabatnya bergantian lalu ia menautkan kedua alisnya "Gue harus apa coba?" tanya lelaki itu yang kini beralih memerhatikan gadis yang tak jauh dari pandanganya, gadis itu tersenyum di sela-sela membacanya membuat sudut bibir pemuda itu ikut terangkat, tersenyum.
Marcell menepuk jidatnya "Ya lo deketin lah Ky, gimana kek caranya"
"Gue gak berani"
Rizky sudah lama menyukai Dinda, tapi lelaki itu hanya bisa memandangi dan memerhatikan gadis itu dari jauh, sama seperti halnya Arbani. baginya Dinda beda dari gadis yang lain, keperibadianya yang menyenangkan, parasnya yang cantik, dan kepintaranya membuat lelaki yang menderita kelainan jantung sejak kecil itu terpesona.
Sebenarnya Rizky dan Dinda adalah anak panti asuhan, yang di adopsi oleh keluarga yang kaya dan sangat menyayangi mereka, dari kecil Rizky dan Dinda sangat dekat, kemana-mana mereka bersama, bahkan Rizky masih ingat ketika ia menyelamatkan Dinda dari Bully-an teman-teman mereka, karena saat itu Dinda sering di ejek karena fisiknya yang lemah. ia menderita penyakit gagal ginjal dari kecil.
Dan untungnya saat mereka dewasa tepatnya saat mereka SMA, mereka di pertemukan lagi, bahkan mereka satu kelas.
Rizky dan Dinda yang mengetahui itu sangat senang, terlebih Dinda yang selalu menganggap Rizky "Pangeran pelindungnya" gadis itu tak segan mendekati lelaki itu, walaupun Rizky selalu berusaha menghindar, karena tak mau terlihat salah tingkah di hadapan gadis yang dicintainya.
"GUE BAKAL NEMBAK DIA BESOK!" ucap Rizky dan Arbani berbarengan di tempat masing-masing, membuat Maxime, Ali, Rassya, Marcell dan Irsyad terlonjak kaget.
"Demi apaaaaaa" Maxime menganga tak percaya akan ucapan Arbani.
"Gila mainya langsung nih si Bani" Ali tak kalah kaget.
Rassya yang masih sibuk dengan Pokemonya tiba-tiba menghentikan aktifitasnya(?) dan matanya membulat sempurna "Seriously?"
"Anjir anjir serius lo Ky?" Marcell menggelengkan kepalanya tak percaya.
Sementara Irsyad menepuk bahu Rizky lagi "Nah gitu dong! gue yakin pasti Dinda nerima lo, karena gue juga amat sangat yakin lalo dia mencintai lo Ky!"
"Hobi amat lo nepuk-nepuk pundak gue" kata Rizky, Irsyad hanya tersenyum memamerkan giginya.
***
"Dinda.. Dinda" Suara Zulfa menggema di koridor sekolah, gadis itu nampak ngos-ngosan mengejar sahabatnya yang sedang berjalan menuju arah perpustakaan.
Gadis yang di panggil lekas menoleh, Zulfa dengan langkah yang lebar-lebar menghampiri Dinda.
"Ada apa Zulfa?" Tanya gadis itu.
Zulfa menarik nafas dan membuangnya pelan berusaha mengontrol nafasnya, dirasa sudah rileks gadis itu merongoh sesuatu dari tas gendongnya, ia menyodorkan amplop berwarna biru muda pada Dinda "Ini buat lo!"
Dinda menerima amplop itu dengan kerutan di dahinya "Dari siapa?"
"Rahasia. nanti juga lo bakal tau kok" Zulfa tersenyum lebar. "Gue disuruh tutup mulut sama yang amplop surat itu"
Dinda tersenyum penuh arti, menimang-nimang amplop yang kini ada di tanganya.
"Lo ngarep Rizky yang ngasih ya? hayoooo ngakuuuu" Goda Zulfa membuat pipi Dinda memerah. kemudian Zulfa merangkul Dinda "Gue tau lo suka sama Rizky tapi kayaknya Bani juga suka sama lo tuh"
"Bani?"
Dinda jadi teringat pemuda itu juga, Arbani sering mendekatinya dan memberi hadiah-hadiah kecil untuknya. Arbani pemuda yang sangat baik, dan mempunyai paras yang tampan, hampir seluruh siswa di SMA itu mengaguminya.
Tapi, lagi-lagi itu tidak membuat Dinda berpaling dari Rizky, pemuda itu benar-benar membuatnya tak ingin melirik lelaki lain, dan Dinda memang sangat berharap bahwa amplop yang di berikan Zulfa itu adalah titipan dari Rizky.
"Ya Bani, semua orang juga tau kali dia suka sama lo Din. ketara banget dari cara dia mandangin lo, memperlakukan lo, lo udah kayak princess deh. bahkan Bani nolak-nolakin semua cewek di sekolah demi lo" cerocos Zulfa.
Dinda terkekeh dan berbalik merangkul Zulfa "Apasih lo, masa Bani nolak-nolakin cewek di sekolah cuma karena gue?" gadis berhidung mancung itu menggeleng-gele
ngkan kepalanya.
Zulfa malah mengerucutkan bibirnya "Lo gak percaya sama gue?"
"Percaya sama lo musrik hahaha"
"Ya serah lo deh. gue cuma ngomongin fakta yang ada. tapi kalau lo gak mau terima Bani, kasih gue yak" Zulfa menaik turunkan alisnya di depan Dinda sedangkan Dinda nampak seolah-olaj berfikir dan menimang-nimang keputusanya.
"Kasih Bani ke Zulfa gak ya?" Dinda mengetuk-ngetuk dahinya.
"Kasih dong, ya ya ya" Zulfa menungkupkan kedua tanganya di hadapan Dinda dengan wajah yang memelas.
Dinda terkekeh "Ya, Bani buat lo deh"
****
Arbani nampak berkutat di depan kaca, pemuda itu nampak tak puas dengan penampilanya sekarang ini, lalu ia membuka lemari lagi, entah sudah berapa puluh kali pemuda itu membuka lemarinya, yang jelas, sekarang ranjangnya di penuhi kemeja-kemeja miliknya yang dibiarkan berantakan begitu saja.
Malam ini adalah malam kencanya bersama Dinda, dan ternyata seseorang yang menitipkan amplop pada Zulfa untuk diberikan pada Dinda adalah dirinya. sudah lama pemuda itu menyukai Dinda, dan sudah beribu-ribu cara yang dilakukanya hanya untuk menarik perhatian gadis itu, namun nihil, Dinda adalah gadis yang sangat sulit di taklukan. Padahal Arbani adalah siswa yang sangat diidolakan siswi-siswi di sekolahnya, banyak sekali gadis yang mengejarnya, namun Dinda yang membuatnya penasaran, gadis itu tidak sama dengan gadis-gadis yang mengejarnya.
Dinda, semakin di kejar, semakin menjauh.
Arbani akhirnya menemukan baju yang pas untuknya, setelan tidak terlalu santai dan tidak terlalu formal. pemuda itu memakai kaos v-neck yang di padu padankan dengan kemeja juga celana jeans bermerk calvin klien.
Ia berkali-kali membenarkan letak kerah kemejanya, berkali-kali menyisir rambutnya, dan berkali-kali mengenakan parfum ke bajunya. ia sangat tampan malam ini, siapapun gadis yang melihatnya sekarang ini, pastilah akan terhipnotis dengan ketampananya.
Kemudian Arbani melirik jam tanganya sekilas, sebentar lagi ia akan menemui Dinda dan memintanya untuk menjadi kekasihnya. ia juga tak henti-hentinya berdoa agar gadis itu bisa menerimanya.
"Rapih amat. mau kemana Ban?" tanya Rizky yang kini tepat berada di ambang pintu kamar Arbani.
Arbani meliriknya sekilas lalu memfokuskan dirinya pada cermin yang ada di depanya "Nembak cewek" jawabnya singkat.
"Apa? seorang Arbani Yasiz yang sering dikejar-kejar cewek ini mau nembak? bukanya lo biasa di tembak Ban?" Rizky terkekeh.
Arbani melirik ke arah Rizky lagi "Kali ini ceweknya beda Ky. dia bikin gue penasaran setengah mati. lo tau kan selama ini gak ada satupun cewek yang nolak gue? dan cewek ini, satu-satunya cewek yang ngehindar tiap gue deketin" pemuda itu mendengus sambil membuka jam tanganya yang ia rasa tak mecing dengan bajunya.
Rizky mengusap-usap dagunya "Siapa sih emang ceweknya?"
"Kepo lo" Sudut bibir pemuda itu terangkat, ia tersenyum. dan gadis yang mendominasi fikiranya lah yang membuat ia selalu tersenyum, seperti gila.
"Gue cuma nanya kali, santai. asal cewek itu jangan sampe cewek yang gue suka" perkataan Rizky ini membuat Arbani menoleh, lalu dilihatnya Rizky yang terlihat tidak seperti biasanya, pemuda itu nampak tak kalah rapih, wangi dan tampan darinya.
"Lah lo mau kemana? rapih amat. gak kayak biasanya?" kini giliran Arbani yang bertanya.
"Nembak cewek juga. emangnya lo doang yang bisa nembak cewek?"
Seketika tawa Arbani menggema ke seluruh ruangan, Rizky mendelik sebal. Rizky tau, saudaranya itu pasti akan meledeknya habis-habisan setelah ini.
"Lo nembak cewek? hahaha" Arbani tidak berhenti tertawa.
"Bukanya lo anti-pati banget sama yang namanya cewek?" tanya Arbani lagi.
"Kali ini ceweknya beda lah bro, dia istimewa"
"Tapi gue yakin, cewek yang lo suka itu gak akan lebih cantik dari cewek yang gue suka" ucapnya yakin.
Rizky menautkan kedua alisnya, sejujurnya ia sangat penasaran dengan gadis yang di sukai Arbani itu, karena ia sangat tau Arbani tidak pernah mengejar gadis se-semangat ini sebelumnya. "Sebenernya siapa sih cewek itu Ban?" tanya Rizky penasaran.
"Dinda" jawab Arbani sambil tersenyum simpul.
DEG!
"APA?" mata Rizky membulat sempurna.
"Gak usah kaget gitu lah Ky. emang salah ya gue suka sama Dinda?"
Rizky berjalan menuju Arbani yang kini sudah duduk di tepi ranjang "Gak ada yang salah kok Ban. gak ada. Dinda gadis cantik, dia juga baik, dia pantes kok dapetin cowok kayak lo" pemuda itu menepuk bahu saudara lelakinya. Arbani tersenyum lagi. "Thanks"
Rizky hanya menganggukan kepalanya dengan senyum yang ia paksakan.
Sebenarnya Rizky merasakan perih di ulu hatinya saat mengetahui gadis yang disukai saudaranya itu adalah Dinda, gadis yang ia sukai juga. tapi ia harus mengalah untuk saat ini, ia telah berjanji pada Arbani jika mereka menginginkan keinginan yang sama, Rizky harus mengalah. Rizky berfikir, selama ini Arbani sudah banyak mengalah demi kebahagiaanya, kini giliranya, ia harus mengalah sesuai janjinya, meskipun ia harus mengorbankan cintanya.
"Ban. gue nepatin janji gue kali ini. gue kuat kan?" Rizky membatin.Pemuda itu tersenyum getir melihat Arbani yang kini sibuk merapihkan diri di depan kaca. ia sangat bersemangat, Rizky tak ingin mematahkan semangat saudaranya itu kali ini. Arbani sangat mencintai Dinda, dan.. Arbani seribu kali lebih pantas mendapatkan Dinda dibanding dirinya, lelaki itu baik, kuat, tampan, ia pasti akan lebih bisa menjaga Dinda.
****
Arbani telah sampai di tempat yang sudah ia tentukan untuk pertemuan dirinya dan Dinda. sebuah cafe yang tak jauh dari rumah Dinda. gadis itu nampak sudah berada disana, duduk di salah satu meja sudut ruangan sambil menyesap capuccinonya. Arbani membulatkan tekadnya kali ini, ia harus bisa mengutarakan perasaanya pada gadis itu, dan menjadikan ia sebagai kekasihnya. Pemuda itu merapihkan kemejanya dan segera berjalan menuju Dinda.
"Hey" sapanya lembut. "Udah nunggu lama?" Tanyanya.
Dinda mengernyitkan dahinya "Bani?" tanyanya heran.
Arbani yang merasa di tatap dengan penuh keheranan itu merasa bingung "Iya. Zulfa udah nyerahin surat itu ke lo kan?" tanyanya lagi.
Dinda menghela nafas sebentar lalu dibuangnya pelan "Jadi, surat itu... dari lo?"
Arbani mengangguk.
Dinda tentu saja merasa kecewa, gadis itu tadinya berharap bahwa yang memberi surat itu Rizky, bukan Arbani.
"Iya udah kok"
"Tapi lo kayak kebingungan gitu Din?"
"Gak. tadinya gue fikir itu dari Rizky" Dinda tersenyum hambar.
"Jadi lo berharap surat itu dari Rizky?" Arbani kini bertanya pada Dinda dan menatap gadis itu dengan tatapan yang seolah menuntut jawaban.
"Gak. bukan begitu ban.. gue..."
"Lo suka sama Rizky?" belum sempat Dinda menyelesaikan kalimatnya, lelaki itu sudah memotongnya.
"Ternyata kehadiran gue gak diinginkan disini" Arbani yang baru saja duduk, kini berjingkat dari duduknya dan pergi meninggalkan Dinda dengan penuh rasa kecewa.
Seseorang di tempat paling tersembunyi melihat pemandangan di depanya dengan perasaan getir. ia tak menyangka Dinda tidak menyambut baik kedatangan Arbani. tapi jujur dalam hatinya ia merasa senang karena ternyata gadis itu menginginkan kehadiranya bukan lelaki lain.
Rizky memang sengaja mengikuti Arbani. ia penasaran dengan Dinda, apakah gadis itu akan menerima atau menolaknya. tapi seperti apa yang dia lihat, Dinda belum apa-apa sudah menolak kehadiran Arbani.
Lelaki itu keluar dari tempat persembunyianya. "Kenapa kamu seperti menginginkan kehadiran aku diBanding Bani Din?"
Dinda lekas menoleh, betapa terkejutnya ia mendapati lelaki yang ditunggu kedatanganya kini tepat berada di hadapanya. "Karena aku mencintai kamu Ky" ucapnya spontan.
DEG!
Rizky merasakan perasaanya membuncah hangat, ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan, ternyata gadis yang ia cintai, mencintainya juga. tapi pemuda itu dilema, mana mungkin ia bisa bahagia diatas penderitaan Arbani? saudaranya sendiri?
"Dan aku yakin kamu juga mencintai aku kan Ky?"
"Aku gak mencintai kamu"
"Bohong!" Dinda menyanggah "Aku tau kamu cinta sama aku Ky. kamu menutupi perasaan kamu, karena kamu merasa gak enak sama Bani, iya kan?"
Rizky dengan cepat menggeleng "Aku gak pantes buat kamu Dinda, Bani yang jauh lebih pantas buat kamu. aku yakin dia bakal lebih bisa menjaga kamu. aku ini cuma lelaki lemah, aku menderita kelainan jantung dari kecil. aku takut.. aku takut gak bisa jaga kamu"
"Kamu juga tau aku kan Ky? aku dari kecil menderita gagal ginjal, kamu kan yang selalu jaga aku waktu kecil? kamu tau semuanya kan ky? sekarang apa aku masih pantas buat Bani? Bani berhak dapetin cewek yang jauh lebih baik daripada aku Ky" airmata itu mulai merembes, dan perlahan-lahan jatuh membanjiri pipi mulus gadis itu.
"Tapi aku gak cinta sama kamu" tegas Rizky.
"Bohong! kamu bohong!"
Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Tentu saja baju Dinda langsung basah kuyup dan udara malam itu mulai menusuk tulangnya. Ia memeluk tubuhnya sendiri yang mulai menggigil.
Karena tak tega dan perasaanya semakin tak karuan Rizky menarik Dinda ke pelukanya.
Kemudian tatapan Rizky kini beralih ke hidung Dinda, pipi Dinda yang memerah, lalu ke bibirnya yang mungil berwarna merah jambu. Tiba-tiba jantung Dinda berdebar-debar tak karuan, dan perutnya seperti tergelitik. Dinda mengalihkan wajahnya untuk mengurangi rasa gugupnya. Tiba-tiba tatapan Rizky beralih menuju leher Dinda kemudian dada Dinda yang masih tertutupi oleh kaos tipisnya yang masih basah. Dan itu membuatnya sedikit tembus pandang. Kini jantung Rizky yang berdegub dengan cepat, nafasnya mulai memburu dan tatapannya kembali menuju bibir Dinda.
Perlahan-lahan Rizjy mempersempit jarak wajahnya dengan wajah Dinda. Kemudian ia mendekatkan bibirnya ke arah bibir mungil berwarna merah jambu itu. dan akhirnya...menempel. Keduanya bisa merasakan pacuan jantung mereka yang semakin lama semakin cepat dan nafas mereka yang memburu. Saling berbagi nafas. Tak berhenti sampai di situ, Rizky mencoba menggigit bibir bawah milik Dinda mencoba untuk akses masuk. Dinda yang tergolong gadis polos itu pun membuka bibirnya dan Rizky langsung memasukkan lidahnya ke dalam rongga mulut Dinda. Mulai mengabsen satu persatu gigi milik gadis itu. Pertama memang lembut, namun lama-lama lidahnya mengamuk didalam sana. Membuat saliva mereka jatuh menuruni dagu masing-masing.
"Kita masuk mobil" titah Rizky yang kini sudah tak bisa menahan perasaanya lagi. dan entah setan darimana yang membuatnya seperti kerasukan sekarang ini. Dinda hanya mengangguk dan menuruti keinginan pemuda itu.
Setelah mereka memasuki mobil..
Rizky mencium bibir Dinda lagi "Aku mencintaimu. aku mencintaimu" Tanpa sadar Rizky mengubah posisinya menjadi duduk di paha Dinda. Menggunakan kedua tangannya untuk menopang tubuhnya di samping kanan-kiri kepala Dinda. Sedang kakinya berada di luar kaki Dinda yang menjulur lurus. Tangan kanan Rizky pun mulai menyelinap ke balik baju bagian belakang Dinda. Mencari sesuatu di sana, setelah ia temukan, ia melepaskan pengait bra yang gadis itu pakai. Setelahnya, ia melepaskan ciumannya, kemudian menatap mata Dinda lekat-lekat. Nafasnya masih memburu. Sesaat kemudian, ia mengarahkan bibirnya menuju daun telinga Dinda, menciumnya kemudian menggigitnya. Membuat gadis itu mendesah untuk pertama kalinya.
Kemudian bibir Rizky beralih pada mata Dinda, matanya terpejam. Lalu turun ke pipi, bibir dan leher Dinda. Rizky mulai menghisap, menggigitnya, dan menjilatnya. Ia menghujani leher Dinda dengan beberapa kissmark di sana.
"Uhhh..." gadis itu melenguh lagi akibat perbuatan Rizky. Dan kini tangan Rizky mulai menaikkan kaos tipis yang Dinda kenakan. Dinda tak merasakannya, ia sibuk mengatur nafasnya yang memburu sambil menggigit bibir bagian bawahnya. Dan perutnya semakin tergelitik.
Beberapa detik kemudian, tangan Rizky mulai menelusuri dada milik Dinda dan mencumbuinya. Dinda hanya bisa pasrah. Entah apa yang ada di dalam pikirannya, sepertinya ia mulai mengikuti aturan 'permainan' Rizky. Kemudian bibir Rizky kembali beralih ke bibir Dinda, kemudian menciumnya layaknya menjilat ice cream.
drrrttt... drrrrttt..
"Shit!" Rizky menggerutu ketika ponselnya bergetar. ia mengangkat telpon itu dengan kerutan di dahinya.
"APA? Bani kecelakaan?"
****
Setahun kemudian..
Singapore, Pukul 16.00 waktu setempat.
Seorang pemuda, masih dengan sweater hijau tosca yang menempel erat ditubuhnya, menyeruak masuk dengan wajah bingung. Ia menilik setiap sudut kamar rawat saudara laki-lakinya itu dengan seksama.
Tidak banyak yang berubah sejak ia tinggalkan untuk mencari makanan ringan 30 menit yang lalu. Gadis berhidung mancung itu, masih betah menggenggam tangan saudaranya yang kini duduk tegang diatas ranjangnya. Segala macam alat medis dikamar ini juga, tidak bergeser barang seinci pun dari tempatnya tadi. Tapi suasana kamar ini, kenapa berubah ? Ada apa ?
Pemuda tadi, menumpukan pandangannya pada lelaki dan wanita paruh baya yang kini duduk tidak nyaman di sofa biru laut yang ada dikamar V.V.I.P ini. Papa dan mamanya. Seolah, pemuda ini adalah alien yang baru ditemui, kedua orang itu menatap canggung kearahnya.
Masih belum bergerak dari ambang pintu, pemuda
itu melempar tanya, "Ada apa sih ? Kok kayaknya ada yang aneh ya ?"
sepertinya tak ada satu orang pun yang berniat menjawabnya. Pemuda tadi tidak mendengar suara sekecil apapun dari siapapun yang ada dalam kamar ini. Hening. Ia mendesah keras. Diletakkan kantong kresek hitam yang semula ia jinjing.
Setelah melepas sweaternya, dan meneguk setengah botol air mineral, ia lantas memilih duduk berhadapan dengan kedua orang tuanya.
"Ada apa ?" ulangnya bertanya. Dua orang didepannya malah saling melempar pandangan, "Jadi gak ada yang mau cerita ? OK. Fine. Gak masalah." tandasnya, sedikit jengkel.
"Lo dapet donor, Ky." sambar Arbani masih dari atas ranjangnya.
Orang tua Arbani, Rizky dan Dinda memang mengajak mereka semua ke Singapore untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif. karena sejak kecelakaan Arbani itu, ia kehilangan penglihatanya. sedangkan Dinda, kondisi gadis itu kian hari kian memburuk, maka dengan begitu orang tua gadis itu pun memilih membawa anaknya ke Singapore, berharap akan segera menemukan donor ginjal.
"Donor? Lo bercandanya gini banget sih Ban" Rizky memutar kepalanya menghadap Arbani. Walau bagi saudara laki-lakinya itu, kemanapun Rizky melihat saat bicara dengannya, sudah tak penting lagi.
"Bani gak bercanda, Ky. Tadi dokter Dimas kemari. Beliau bilang telah menemukan donor yang cocok untukmu. Ya, walaupun pendonornya bukan dari keluarga kandungmu, yang penting cocok, dan bisa dilakukan pendonoran. Dokter Dimas bilang, meskipun operasi transplantasi ini sudah cukup terlambat, tapi tetap layak untuk dicoba. Tapi..." papa menggantung penjelasannya, membiarkan Rizky menampakkan ekspresi bingung yang kian menjadi.
"Tapi.....ekhm." lagi-lagi lelaki itu menunda menuntaskan kalimatnya. Terlihat, ia benar-benar tidak nyaman, menyampaikan kabar itu, "emmh... Arbani dan Dinda tidak jadi mendapat donor. Keluarga korban kecelakaan yang semalam, tidak setuju, kalau mata dan ginjal putri mereka ditransplantasi. Kami sudah menawarkan sejumlah uang sebagai ucapan terimakasih, tapi mereka malah mengancam akan melaporkan kami dan pihak rumah sakit kalau sampai melakukan mengambilan organ-organ tubuh putrinya untuk didonorkan."
"Lho kok gitu sih ? Harusnya mereka senang dong, putrinya masih bisa memberikan manfaat untuk kehidupan orang lain, bahkan setelah ia tiada. Toh putrinya gak memerlukan semua itu lagi kan." protes Rizky.
"Pemikiran orang berbeda-beda, Nak. Mama juga sangat menyayangkan keputusan keluarga gadis itu." tutur mama, sambil menyandarkan kepalanya pada bahu bidang papa dan menangis disana, "Kasihan Bani." imbuhnya, kecewa.
"Mama udah dong, Bani gak pa-pa kok. Bani malah sedih kalau mama kecewa kayak gitu." ujar Bani menenangkan.
"Maafin mama ya Ky. Bu...bukan berarti mama gak senang dengar kamu akhirnya mendapatkan pendonor. Hanya saja.....mama benar-benar ingin kedua pangeran mama bisa sama-sama sembuh." tutur Mama masih dengan sisa-sisa tangisnya.
"Gak pa-pa kok Ma, Iky ngerti. Emm, kalau boleh tau, apa dokter Dimas bilang, siapa pendonor buat Iky?"
"Dokter Dimas gak menyinggung soal pendonor. Beliau cuma bilang, mulai besok kamu harus rawat inap dirumah sakit Ky. Dokter Dimas akan terus memantau kondisimu sebelum operasi. Operasinya sendiri bisa dilangsungkan secepatnya. 5 atau 7 hari kedepan, tergantung kondisi kamu dan pendonor. Kamu bisa langsung menemui Dokter Dimas untuk lebih jelasnya." ujar Papa.
Rizky hanya menanggapi dengan satu anggukan singkat lalu berdiri menghampiri Arbani dan Dinda.
Pemuda manis itu, menepuk pundak Arbani beberapa kali. Lantas berujar, "Lo pasti sembuh Ban. Pasti."
Arbani hanya tersenyum simpul. Tidak munafik, ia sedikit kecewa. Kenapa justru Rizky lah yang lebih dulu mendapatkan pendonor ?? Bukankah mereka ke Singapore, justru untuk kesembuhan Arbani?
"Kamu juga Din, kita semua pasti sembuh." tambah Rizky, setelah melayangkan pandangannya dan mendapati siluet cantik Dinda yang tertegun dengan tatapan menerawang.
"Eh, emm, iya Ky." balas Dinda sekenanya. Karena sejatinya, Dinda sama sekali tidak yakin.
Kini giliran Rizky yang tercenung. Masih belum yakin dengan apa yang ia dengar. Ia akan sembuh ?
Benarkah ?
Setelah belasan tahun, bertahan tanpa pengharapan untuk sembuh. Setelah belasan tahun berjuang dengan hanya berbekal senyum peri kecilnya. Setelah belasan tahun ia ditemani rasa sakit yang menderanya tanpa jeda. Akhirnya ia akan sembuh?
Ah, rasanya seperti mimpi saja. Atau Tuhan memang sedang mengizinkannya bermimpi dalam dunia nyata. Menghembuskan angin surga, sebelum akhirnya semua harus berakhir.
Bertepi. Berujung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 12, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MALAIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang