1. First Impression

1.4K 92 41
                                    

Semester baru telah dimulai. Akhirnya aku memasuki tahun keduaku di sekolah menengah. Hanya tinggal setahun lagi untuk lulus dari sini.

Dengan menggunakan kaleidoskop khayalan milikku, aku melihat kembali diriku satu tahun yang lalu. Dari pertama masuk sekolah menengah sampai detik ini. Tidak ada hal spesial yang terjadi. Padahal banyak orang bilang masa sekolah menengah adalah masa-masa paling indah. Apalagi kisah-kasih di sekolah sampai malu sama semut merah yang berbaris di dinding menatapmu curiga seakan penuh tanya sedang apa disini.

Ya itu sih kata yang punya pasangan.

Halo? Apa kabar diriku? Jangankan pasangan. Temanpun bisa dihitung pakai lima jari tangan.

Maaf-maaf saja, wajahku memang dingin, tampan, dan emo dari lahir. Padahal waktu aku masih didalam perut Eomma, Eommaku cuma ngidam es teler dua mangkuk perharinya sambil mendengarkan lagu-lagu dari My Chemical Romance. Tapi kata Appa, aku anak kebanggaannya banget. Sampai-sampai aku dibelikan kaus warna oranye bertuliskan "Aku kebanggaan Appa" yang pada akhirnya kupakai cuma buat tidur sebagai bentuk terimakasihku pada Appa karena sudah dibelikan kaus yang aesthetic abis.

Berkat kacamata bulat tebal ini jugalah image "cupu" melekat pada diriku. Mau bagaimana lagi, aku punya penglihatan yang cukup buruk dan aku takut untuk menggunakan softlens. Mengapa? Karena waktu itu tetanggaku yang pengguna softlens lupa untuk melepas softlensnya ketika tidur. Ketika bangun, ia mengeluh. Katanya matanya sakit. Ternyata softlensnya hilang, matanya jadi merah dan berubah jadi Sharingan (A/N: matanya Kakashi dari anime Naruto). Untungnya bukan mata Shinigami (A/N: Shinigami adalah dewa kematian. Di anime Death Note, orang yang punya mata shinigami bisa melihat nama dari orang yang akan dibunuhnya).

Lucu 'kan? Ayo ketawa dong. Padahal candaanku lucu, tapi teman-teman yang kuceritakan leluconku tidak tertawa sama sekali. Aku tidak suka dengan orang-orang yang tidak punya selera humor.

Lalu sebuah tepukan mendarat di bahuku. Aku menoleh.

Kwon Soonyoung.

"Oi, Wonwoo-ya! Kita sekelas lagi!" serunya sambil tersenyum lebar. Mata sipit 10:10 khasnya itu hanya tinggal segaris.

Soonyoung adalah teman yang kuanggap paling dekat denganku. Dia selalu tertawa dengan semua leluconku, otomatis dia masuk ke dalam tipe ideal untuk menjadi temanku. Selain itu, kami duduk semeja tahun kemarin. Dan kami satu kelas lagi tahun ini, jadi moodku hari ini tidak jelek-jelek amat karena aku mendapat kandidat paling besar untuk menjadi teman semejaku.

"Tapi kita nggak duduk semeja lagi ya? Aku udah janji juga sih mau duduk sama Jihoon. Sori" katanya.

...

"Jihoon siapa?"

"Dia anak kelas A tahun kemarin, rumahnya cuma dua blok dari rumahku. Kamu nggak apa-apa kan?" tanyanya. Aku mengangguk. Setidaknya kami sekelas lagi, sehingga leluconku yang mantap jiwa ini tidak patah lalu hilang berganti.

"Yuk masuk" ajak Soonyoung sambil merangkul bahuku. Aku mengikutinya.

Ternyata sudah banyak manusia di dalam kelas baruku. Ada yang saling berjabat tangan berkenalan satu sama lain, ada yang tidur di pojok kelas, ada yang mendengarkan lagu, ada yang membaca buku dan sebagainya.

"Aku mau duduk di meja ketiga dari belakang. Gimana kalau kamu duduk di depanku?" usul Soonyoung.

"Aku sama siapa? Anak kelas kita tahun kemarin nggak ada lagi, ya?"

"Sayangnya nggak ada. Nunggu aja sampai ada yang mau duduk di sebelahmu"

"Jawaban yang sangat inspirasyenel dari kokoro yang paling dalam sekali bung Soonyoung"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

90°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang