Hari Pertelevisian Nasional (HPN) yang ditetapkan pada tanggal 24 Agustus ini merupakan salah satu hari besar nasional. Cara paling sederhana merayakan hari besar nasional, apapun itu, barangkali dengan menyesali dan menertawainya. Hari besar nasional seperti ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur kesuksesan dan keberhasilan pertelevisian nasional dalam mencapai tujuannya. Tujuan itu antara lain adalah menyajikan acara yang menghibur penonton, menyajikan berita terkini yang terjadi baik di Indonesia maupun di negara lainnya, serta tidak lupa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang tertera pada pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945.
Membahas tentang mencerdaskan kehidupan bangsa, apakah tujuan itu sudah sepenuhnya tercapai? Jawabannya adalah belum. Sekarang ini banyak sekali program televisi kurang mendidik yang lebih menunjukkan sisi hedonisme, percintaan yang berlebihan atau alur cerita film yang tidak menunjukkan karakter bangsa. Hal ini bisa menjadi masalah serius apabila tidak dihentikan. Karena televisi merupakan salah satu media yang selalu dilihat banyak orang, sehingga dampak yang diberikan akan berpengaruh pada generasi penerus bangsa. Contoh dampak buruknya adalah adanya kasus anak berusia dini yang sudah pacaran, dan tak jarang berujung pada pergaulan bebas. Kurangnya edukasi membuat mereka tidak berpikir dua kali untuk melakukan hal demikian. Bahkan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menyampaikan pesan agar pers nasional bisa mendidik masyarakat, tidak semata-mata mengejar rating. Kritik presiden ini mengarah kepada program hiburan atau sinetron. Kritikan ini tentu didukung oleh orang-orang yang sudah jenuh menonton acara hiburan dan sinetron yang tidak mendidik. Namun perlu diingat bahwa tidak sepenuhnya pertelevisian di Indonesia ini buruk. Kita hanya perlu mengambil sisi positifnya saja.