"Udah Februari lagi," Silwia menatap bosan Kalender kecilnya, sambil tengkurap dengan tangan menindih bantal kesayangan cewek berambut sebahu ini menghela nafas, terdengar mengeluh.
"Wi, dari pada males malesan, mending ke supermarket gih," pintu kamar Silwia tiba-tiba dibuka.
"Mamah, ketuk dulu atuh pintunya kalo mau masuk, privasi Mom privasi," ucap Silvia sambil duduk dari tengkurapnya, matanya menatap Sang Mama dengan tatapan bosan, dia sudah sering kali bilang seperti itu, tapi orang rumah tak pernah mau mengerti, emang susah kalo kita pengen dimengerti sama orang-orang yang gak peka.
"Kenapa kamu kok bergidik begitu Wi," tanya Mamah Silwia bingung.
"Nggak tau, Wia ngerasa ada yang lagi baper aja," aaaa -_-".
"Mau ngalihin pembicaraan ya kamu, ini nih, ke supermarket dulu, beli sayur, buah, nih lisnya," tau tuh si Wia, malah bilang orang baper, curcol dikit dibilang baper, ckck, dasar anak muda.
"List mom List, apa itu lis, alis? Mama mau sulam Alis? Sama Bu Naning aja, biar diobras sekalian."
"Udah nggak usah bercanda, cepetan beli, itu kulkas udah kaya kulkas anak kos, nggak ada isinya."
"Tau deh kalo dulu pernah jadi anak kos Mom, Wia ganti baju dulu deh, eh tapi Ma," Silwia berhenti bergerak, kembali duduk.
"Apa lagi?"
"Gaya banget ke Supermarket, biasanya juga beli ke pasar."
Mama Silwia melipat tangan sambil menatap tajam putri semata wayang di depannya, "Emangnya kamu mau panas-panasan sore-sore begini?"
"Nggak," jawab Silwia cepat.
"Becek-becekan?"
"Nggak juga dong," jawab Silwia lebih mantap.
"Bisa nawar?"
Kali ini Silwia cengengesan, "Oke, mana listnya," ucapnya sambil berdiri.
"Makanya, nggak usah pake tapi-tapian, cepetan ganti baju, jangan malu-maluin kalo ke supermarket.
"Alright Mom."
🏪 🏪 🏪
"Ugh, mata gue, mata gue" gumam Silwia lebay, bahkan sok-sokan menutup mata dengan punggung tangannya, seakan silau dengan apa yang dilihat.Supermarket yang tak sampai 1 kilo meter dari rumah Silwia sekarang memang heboh, penuh dengan nuansa pink, apa lagi di counter aneka coklat.
"Ya ampun, segitu maksanya ini supermarket, ngepink begini, ini juga kenapa di list ada bahan-bahan menjerumus ke kue coklat begini, terakhir aja lah, ke sayur dulu," Silwia menenteng keranjang belanja yang bisa ditarik, karena sepertinya List yang di buat Mamanya ini cukup untuk membuat bahunya geser kalau menenteng keranjang belanja yang harus diangkat.
"Ngapain mbak? Bingung ya?" tegur Silwia pada mbak-mbak yang dari tadi lama banget milih-milih sayur.
"Nggak, ini Lobaknya bagus-bagus, mau milih juga ya, silahkan," dan mbak-mbaknya pergi dengan buru-buru.
"Hmm," Silwia terlihat berpikir keras, sayur berbentuk panjang berujung runcing berwarna jingga ini( -_-a) "Lobak? Udah ganti ya namanya? Mbaknya ngelawak nih pasti atau kalo nggak pengantin baru, ckck manusia manusia," satu persatu wortel yang disebut lobak itu masuk ke keranjang belanja dan Silwia tak lagi terlihat perduli dengan kejadian absurd barusan karena dia tak ingin membuang waktu, dia ingin cepat pulang lalu malas-malasan lagi.
"Dan lagi, coklat, halo musuh bebuyutan, lo harus masuk ke keranjang karena gue nggak mau dibilang anak durhaka," ucap Silwia sambil memegang coklat batangan yang di bungkus kotak kecil di tangannya, coklat asli tanpa pemanis tambahan apalagi pemanis dimulut doang.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOCOLATE LOVE
RomanceSilwia bukan pecinta manis, gadis itu bahkan mual saat diberikan coklat, tapi kenapa coklat yang tergeletak di lokernya itu pengecualian baginya. "Tanpa Nama" Itu yang tertulis di sebuah kartu kecil yang tertempel di bagian atas coklat yang ditujuka...