Music of this day :
Rihanna - We Found Love (feat Calvin Harris)Musik terus saja berguncang di lantai dansa. Para penari sibuk meliukan badannya bagai cacing kepanasan dalam gurun gersang, ditambah keringat yang mengaliri setiap jengkal tubuh mereka. Mereka tak lebih dari cacing yang tersesat dalam kobaran abu. Orang-orang di sekitarnya tak jauh berbeda. Malam semakin larut, malah membuat mereka semakin menggila. Aroma rokok dan minuman keras pun mengudara bagai larutan hipertonis dalam air. Menggerogoti mereka seperti tak ada habisnya.
Sedangkan aku, oh ayolah. Niat awalku kesini hanya diundang dalam birthday party seorang rekan kerja atau kolegaku. Aku tak mengenal baik dengannya, tapi jika berakhir di sini, di sebuah bar dengan lautan manusia yang tak sadar bahaya yang perlahan menelannya hidup-hidup. Seharusnya aku kabur beberapa jam yang lalu.
Mereka-orang-orang yang sempat duduk bersama untuk merayakan ulang tahun Christian—kolegaku yang sempat aku singgung tadi, dan sekarang entah kemana mereka semua. Mungkin beberapa ada yang berkahir di ranjang sebuah motel dengan pelacur kelas rendah yang berlalu lalang di sini. Sedari tadipun sudah terhitung lima dari pelacur itu mendekatiku dan menuangkan segelas anggur entah bermerk apa padaku. Namun aku menolaknya, hey kau gila. Aku tak minum.
Kenapa aku tak pulang? Oh pertanyaan bagus, karena pada setiap langkahku pasti ada saja yang menawariku ini itu. Dimulai pada saat aku sungguh tak betah berada disini, berbagai pertanyaan seperti;
“Tampan, mau berdansa?” atau;
“Hai manis, boleh kutuangkan bir mu?” Dengan gestur menggoda dan memamerkan ‘belahannya’. Ya, yang kumaksud belahan adalah buah dada mereka. Dan jika kau berpikir itu adalah yang terburuk. Kau salah, bahkan ada pertanyaan yang lebih mengerikan, seperti;
“Semalam hanya seratus dolar, apa kau mau?” hanya membayangkannya saja perutku sudah mual.
Pertanyaan itulah yang membuatku membatalkan niat itu dan hanya duduk di pojok ruangan bar ini. Dalam sebuah ruangan yang dipesan khusus oleh Chris. Aku trauma. Pertanyaan lain muncul setelahhya, sampai kapan aku akan disini?
Aku melihat disekitar, sudah pukul satu dini hari. Aku harus kembali atau aku akan membusuk di tempat ini sendiri. Kuputuskan untuk mencoba keluar sekali lagi. Aku berjalan seperti kepiting di tembok. Jika ada seorang yang ku kira-kira berbahaya bagi ‘keperjakaanku’ maka aku akan membalikan tubuhku menuju tembok. Seringkali karena aku tak hati-hati hidungku harus menyentuh tembok dengan keras, membuat linu disekitarnya. Aku sampai di toilet bar ini, tempat yang kurasa aman sejauh ini.
Namun, baru beberapa ku pijakan kaki di tempat itu, bunyi desahan dan erangan muncul di salah satu bilik dari kamar mandi itu. Sial! Menjijikan, apa mereka tak punya sepeser uangpun untuk menyewa tempat atau kamar sehingga mereka dapat melakukan yada-yada itu di tempat lain. Ayolah, aku tak sedang bercanda sekarang.
Aku berjalan ke wastafel kini, sedikit mencuci wajahku untuk menghilangkan stres yang kualami. Rasanya kepalaku sungguh berat.
Saat aku bertumpu pada kedua telapak tanganku pada pinggiran wastafel, saat itulah aku melihat seorang wanita di sebelahku. Tenang, ini toilet unisex. Jadi siapapun boleh masuk kesini. Dia terlihat menghela napas lelah, sambil melepas kuncir kuda dan melepas kacamata bulatnya. Dia terlihat berbeda, maksud kalimatku bukan kalimat gombal seperti seorang pria terhadap wanita yang ditaksirnya. Tapi dia memang berbeda, dia tak berpenampilan seksi seperti wanita lain ditempat ini. Penampilannya malah jauh terkesan seksi. Dia memakai kemeja kotak-kotak dengan lengan panjang berwarna merah dengan dominasi hitam pada garisnya. Dan aku lihat, di memakai skinny jeans yang nampak belel atau kuno tapi pas jika melekat pada kaki jenjangnya. Benda yang dipegangnyapun bukan rokok atau benda semacamnya, melainkan sebuah block note yang penuh coretan karena beberapa lembarnya terbuka sedikit. Dia mengambil pensil yang menyelip di lembar pertama block note itu dan meletakan ke dalam tas selempangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Handsome Man Problem
RomancePerkenalkan, Adam Roberth. Pria nyaris sempurna ini adalah seorang polisi. Wajahnya yang tampan membuat dia dipandang sebelah mata sebagai playboy. Namun, hanya beberapa orang yang tau bahwa dia bukan orang seperti itu. Dia hanya seorang pria yang...