Chap 1

1.6K 137 2
                                    

Boneka Untuk sang Hime

By : Ayuni Yuukinojo

Naruto © Masashi Kishimoto

Pair: Sasori/Naruto

WARNING: OOC, EYD berantakan Typo, Shonen-ai

.,.

Mata biru itu menatap langit cerah berawan di atasnya. Memperhatikan setiap burung yang terbang bebas di angkasa. Berpikir kapan dirinya bisa seperti burung itu. Lalu matanya tertuju pada kolam ikan yang ada didepannya. Hidupnya bagaikan ikan koi tersebut. Terkurung dalam kolam tanpa bisa mencicipi kebebasan. "Hime-sama. saatnya anda menghadiri acara pemberkatan." Seorang pelayan dengan setelan miko putih merahnya membungkuk dibelakangnya. Mata pelayan itu tidak berani sedikitpun menatap sang Hime. Hanya bisa menatap ujung kimono panjang yang di kenakan sang putri.

Sang putri mengangguk dalam diam, memberi isyarat kepada si pelayan bahwa ia siap untuk menghadiri acara. Tubuh berbalut kimono tebal tujuh lapis itu dibopong menaiki tandu merah berhias emas membentuk pola burung merak. Surai emas panjangnya disanggul tinggi menyisakan beberapa helai yang membingkai wajah ayunya. Mata sapphire indahnya dihias dan diperindah dengan garis merah yang membingkainya.

Acara pemberkatan dilakukan disebuh kuil diatas bukit. Kuil inari dengan gerbang tori yang besar berjejer menghiasi setiap anak tangganya. Tempat sang Hime tinggal ada di sebrang kuil. Saling berhadapan tapi sangat jauh. Saat menuju kuil ia harus melewati jalan utama desa yang dipenuhi orang-orang. Dia tidak bisa meninggalkan kediaman tanpa adanya tandu. Keberadaannya disucikan dan dilayani layaknya seorang dewi. Setiap ia melintas orang-orang selalu membungkuk dihadapannya. Bahkan seorang bangsawan ataupun raja harus melakukan itu. Itu karena dia adalah anak yang dipilih oleh sang Dewa Rubah. Anak yang di pilih untuk menjadi perwakilan sang dewa.

Selama perjalanan mata biru sang Hime memperhatikan sekitar, ekspresinya kosong. Ia tak boleh memperlihatkan senyumnya. Ia tak boleh memperlihatkan perasaannya. Karena segala yang ada didalam dirinya adalah milik sang Dewa Rubah. Segala tawa, keceriaan, kesedihan, kesakitan, kecantikan miliknya adalah hak bagi sang Dewa Rubah. Semua bukan lagi menjadi haknya, setidaknya sampai sang Dewa Rubah memilih Hime yang baru.

.

.

Mata coklat Sasori menatap rombongan miko yang melewati jalan utama desa. Dia selalu menanti rombongan itu lewat. Sejak kecil ia telah terpesona oleh kecantikan yang dimiliki oleh sang Hime. Kulit putih, mata biru indah dengan bibir kemerahan yang menggoda. Sayang sang putri tidak pernah menunjukkan senyumnya. Dulu Sasori berpikir sang Hime sombong. Para rakyat telah membungkuk dan bersujud setiap kali ia lewat tapi kenapa putri itu tak pernah mau memperhatikan dan memperlihatkan senyumnya. Apa bhakti yang diberikan para warga tidak cukup? Seiring berjalannya waktu Sasori mulai sadar. Hime itu tak tersenyum bukan karena dia tidak mau, tapi karena dia tidak dijinkan untuk melakukannya. Seluruh ekspresi sang Hime adalah milik sang Dewa Rubah. Saat pertama kali menyadarinya Sasori sangat kesal. Kenapa Dewa Rubah sangat serakah? Merebut senyum sang Hime tanpa mengijinkan sang Hime untuk tersenyum sedikitpun. Kenapa para warga tak ada yang menyadari. Bahwa dibalik tatapan kosong mata biru cantik itu terdapat kesedihan dan kesepian yang dipendam selama bertahun-tahun.

Sasori mulai mempelajari dan mencari tahu sejarah dan tugas dari seorang Hime. Hime yang baru dipilih setelah Hime yang lama menunjukkan tanda-tanda penuaan. Saat Hime yang baru lahir, akan ada tanda berupa bulu burung merak di bahu sang Hime baru. Keluarga sang Hime baru harus merelakan anaknya di ambil oleh pihak kuil. Tentu itu tidak gratis. Desa dan kuil memberikan kompensasi yang besar. Kebanyakan keluarga-keluarga itu akan meninggalkan desa setelah mendapatkan bayaran. Bukan karena desa mengusir. Tetapi karena mereka merasa malu karena telah menjual anak mereka, walau para penduduk tak ada satupun yang merasa seperti itu.

Boneka Untuk Sang HimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang