Biar kuperjelas,
Kami empat bersaudara
Tiga perempuan dan satu lelaki.
Yang pertama dan kedua
Sudah beranjak dewasa
Sementara yang ketiga dan keempat
Masih menikmati masa kanaknyaSekarang, Aku akan menceritakan tentang si nomor dua
Dengan segala beban yang disandangnyaDia; harus rela menjadi babu dari kakak
Dan menjadi pelayan sekaligus teladan bagi adik-adiknyaDia; berbeda dengan saudaranya yang lain
Ketika si pertama mengeluh dengan lantangnya,
Ia diam. Pendam semua sendiri. Ya, sendiri!
Ketiga si ketiga dan keempat menangis, dia diam, bahkan seringkali melucu.Namun, ketika sang Ibu memuji si nomor dua dengan bangganya
Tentang bagaimana patuhnya si nomor dua,
Si nomor dua malah berbatin: Ah, Ibu! Aku tidak tahan melihat kakakku iri. Tatapannya terpancar menyakitkan. Belum lagi tatapan murung kedua adikku. Cukup memujiku! Kau tidak tahu apa yang kurasakan selama ini! Kau hanya tahu menuntut, tanpa tahu bagaimana kondisi anak-anakmu.
Tahukah kau jika aku hancur di dalam maupun luar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheet Of Life
PoetryHidup ini simpel, sejujurnya. Kalau tidak hidup, ya, mati! Kalau tidak mati, ya, hidup! Sesederhana itu. Lantas, jika hidup dan mati sama-sama hanya sekali, akankah kalian masih mau menuruti dunia fana? Atau malah jadi anak ayam yang mengikuti ap...