Entah apa itu kenyataan atau mimpi, aku tak tahu. Meskipun sekilas, kejadian itu terasa begitu nyata, dua sosok buram itu datang dan mengatakan sesuatu kepada ku, aku tak terlalu mengingatnya yang ku ingat hanyalah sosok kecil itu mengatakan tentang"Reverier", "Mahakarya" , "Alam Mimpi" dengan nada suara yang sedikit ceria dan bersemangat, apa maksudnya? Apa itu Reverier? Apa itu Mahakarya? Dan Mimpi?
*
Pagi itu aku bangun di kamar ku yang berada di lantai Dua kediaman Bangsawan Einzworth, Ketukan pintu yang berulang-ulang itu benar-benar mengganggu ku rasanya ingin sekali aku menghajar siapapun itu, tapi marah-marah di pagi hari bukanlah hal yang baik, meskipun karena hal itu aku harus memulai pagi ku dengan mood yang jelek.
"Airi-sama sudah pagi, saatnya anda bangun" suara itu tanpa seizinku memasuki kamar ku, sosok gadis yang lebih tinggi dari padaku yang mengenakan setelan baju pelayan dengan Appron yang terikat di pinggangnya. Erica itulah nama dari Pelayan satu ini, dia benar-benar sering membuatku jengkel karena tingkah laku dan sifatnya yang datar dan seperti tak berperasaan itu, tapi berapa kali pun aku meluapkan kejengkelan ku padanya, semua itu akan percuma saat "Dia" muncul.
"Airi... sudah siang lohh~ tak baik tidur terus" suara lain lagi muncul dari balik sosok Erica yang masih berdiri di dekat pintu, sosok gadis berambut Ikal sebahu dengan kulit kecoklatan bak kulit buah Sawo yang baru matang.
"Maya, Tak perlu juga kau datang kesini, lagipula Erica saja sudah membangunkan ku" balasku ketus sambil menggaruk-garuk kepala ku.
"hummph!! Aku sudah datang kesini dan hanya begitu respon mu kepada Kakak tercinta mu ini huh!!" Maya menggembungkan pipinya, jujursaja dia terlihat cantik nan elegan dan juga imut, tapi ada satu hal yang sebenarnya ingin ku bantah dari kata-katanya, tapi ah sudahlah lagipula dia juga bukan tipe orang yang akan mendengarkan bantahan kecil seperti itu.
"Baiklah Airi-sama apa mau saya bantu mandi? Atau mengganti pakaian?" Erica berucap masih dalam intonasi datar nan dingin.
"Tidak, Terima Kasih, aku bisa Mandi sendiri" sahutku masih ketus kemudian berjalan kearah kamar mandi sambil melepaskan piyama sepotong demi sepotong hingga benar-benar telanjang di dalam kamar mandi.
*
Sebenarnya aku tidak terlalu menyukai hidupku saat ini, Kehidupan sebagai bagian dari keluarga bangsawan besar yang berpengaruh di kota Belkan ini, tapi bagaimanapun aku menolaknya, Si Maya itu akan terus mengejarku dan memelukku erat seperti Adiknya sendiri, meskipun memang kenyataannya kita seumuran, tapi dia meiliki nasib yang lebih menyenangkan daripadaku, ia lahir dan di besarkan di keluarga ini, berkelimang harta dan kehormatan tapi anehnya, ia tak mempedulikan hal itu dan tetap bergaul dengan siapapun, menjadikannya seorang sosok pemimpin berikutnya yang sangat ideal di mata orang lain. Keluarga bangsawan Einzworth merupakan bangsawan yang mengatur dan menguasai pertambanga mineral besar yang berada di kota Belkan ini, kadang kala saat aku mencari pekerjaan sebagai Buruh di tambang, aku kerap kali bertemu dengannya, Err, bertemu lebih tepatnya melihat dia dari Jauh, jujur saja memang aku kadang iri dengannya, ia bisa di segani dan di sukai oleh banyak orang karena kharismanya dan keramahannya tapi, saat aku datang kesini semua itu terlihat sedikit berbeda.
Bagaimana aku bisa disini? Ceritanya cukup panjang sebenarnya, tapi semua bermula saat sebuah surat datang dan terselip di bawah pintu gubug kecil yang ku sebut rumah ini, bertepatan dengan satu minggu setelah mendiang ibuku wafat. Surat yang merupakan undangan untuk ku untuk datang ke kediaman Einzworth, aku sempat berpikir kalau ini lelucon, maksudku ada perlu apa Bangsawan seperti Einzworth sampai repot-repot mengirimkan sebuah surat berstempel keluarga ke Gubug tempatku tinggal. Aku tak menghiraukannya dan melanjutkan kehidupan ku sendirian meskipun masih di rundung duka akibat meninggalnya ibuku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Airi Sang Pembawa Malapetaka
FantasyMalapetaka, ya adalah suatu hal yang menjadi momok dari manusia sekian lama, memberikan ketakutan kepada manusia. kepada mereka yang di dekati oleh malapetaka itu, dan kini seorang gadis, muncul sebagai sang pembawa mala petaka