#01-He is.

16 0 0
                                    

GUBRAAKK!!

Amara memukul meja begitu keras hingga kelas yang tadinya ramai tiba-tiba menjadi hening. Termasuk Pak Jamal yang sedang berdiskusi dengan beberapa murid di meja nya terpaksa harus menghentikan sejenak.

Kondisi kelas memang sedang tidak kondusif saat ini dikarenakan Pak Jamal yang sedang kurang sehat jadi tidak dapat menjelaskan materi bab genetika dengan efektif. Ia hanya memberi tugas merangkum lalu mempersilakan para siswa untuk bertanya padanya jika ada yang kesulitan memahami materi tersebut.

"Ada apa Amara?" suara sedikit serak milik Pak Jamal memasuki indera pendengaran nya. Sedangkan anak-anak yang lain yang sedang bercanda dan sibuk mencatat seketika menghentikan aktivitas mereka.

Sumpah serapah berkali-kali Amara ucapkan dalam hati. Jangan sampai ia terkena hukuman kali ini. Mengingat terakhir kali ia berurusan dengan Pak Jamal, tidur nya tidak nyenyak setiap malam nya. Amara menunduk takut-takut, tidak tahu harus berkata apa. Sedangkan, biang penyebab kemarahan nya barusan sudah kembali ke tempat duduk nya.

"E-ee itu tadi saya kaget pak pas lagi ngomong sama Rara." ujarnya bohong. Kemudian Rara yang merasa nama nya terseret, melihat ke arah teman sebangku nya itu. Pak jamal yang sedang tidak dalam kondisi fit, tak ingin meladeni lebih lanjut hanya menggeleng-geleng kan kepala nya lalu ia melanjutkan diskusi nya dengan beberapa murid di meja nya.

"Ko gue di bawa-bawa sih?" sangsi Rara begitu Amara menghela napas lega. 

Amara menoleh ke arah teman sebangku nya itu. "Gak kepikiran alasan yang lain, hehe."

Rara hanya memutar bola mata nya malas lalu kembali melanjutkan catatan nya. Sedangkan Amara menatap tajam ke arah punggung seseorang yang telah menyulut emosi nya saat ini.

Merasa diamati, orang itu akhirnya menoleh ke belakang dan tepat saat itu juga mata Mereka bertemu. Amara menatap nya tajam bagai ratu iblis sedangkan dia hanya memasang muka pura-pura takut.

Dasar Angga sialan!

***

Siang menjelang sore, pintu gerbang sekolah akhirnya terbuka lebar. Satu-persatu siswa berhamburan keluar kelas. Amara dan Rara kebetulan kebagian jadwal piket hari ini jadi mereka terpaksa harus pulang belakangan. Amara melihat nama nya di papan tulis dan ia sukses terngaga saat dirinya kedapatan bagian mengepel. Lagi?!

"Intan, ko gue ngepel lagi sih?" Amara menghampiri Intan si pemegang jabatan kebersihan di kelas ini.

"Lah emang udah giliran elo ko Mar." jawab Intan sengit.

Amara mendesis kesal mendengar jawaban Intan yang tidak ada enak-enak nya di dengar.

"Bukan nya minggu lalu gue ngepel ya?"

"Minggu lalu lo nyapu."

"Ngepel kali Tan."

"Nyapu Mar."

"Emang ya?" Ujar Amara sambil mengingat-ingat. Lalu ia menghampiri Rara yang sedang mengelap kusen.

"Ra, minggu kemarin gue ngepel apa nyapu sih?"

"Nyapu Mar, kemarin kan gue yang ngepel." Jawab Rara. Kalau sudah Rara yang berbicara, Amara bisa apa. Karena ingatan Rara tidak pernah salah. Amara hanya menghela napas lalu menghampiri Intan kembali.

"Gue ngepel sama siapa?"

Intan hanya memajukan dagu nya menunjuk seseorang. Kemudian Amara mengikuti arah yang di maksud Intan dan arah itu tepat tertuju pada anak laki-laki yang sedang mengecharge handphone nya di saklar dekat meja guru.

"Angga?!"

Orang yang barusan namanya disebut langsung menoleh dan ia hanya melihat Amara dengan ekspresi datar.

Amara menatap Intan dengan kesal. "Ko gue sama dia sih?"

"Sekarang emang giliran Angga juga yang ngepel."

Ia mendecak sebal, kalau sama Angga mending cabut piket aja!

"Harus banget sama Angga? kalau gue gak mau gimana?"

"Ya gampang sih, nama lo tinggal gue catet terus kasih ke TDS." ujar Intan lalu ia melengos pergi dari hadapan Amara yang muka nya sudah merah akibat menahan emosi nya.

Amara mendecak sebal, tidak ada pilihan lagi selain menuruti perintah Intan. Karena ia tahu jika namanya sudah di catat oleh sekelompok siswa yang di namakan TDS itu, ia harus siap-siap mendapatkan hukuman pengurangan poin. Dengan langkah malas, ia berjalan menghampiri rak alat-alat kebersihan yang terletak di dekat pintu kelas. Ia mengambil ember dan pel-an yang akhir-akhir ini menjadi bahan mainan anak kelas karena kain nya yang bau. Ia menahan napas nya berkali-kali saat mengambil kain pel tersebut, lalu ia menghampiri Angga yang masih berkutik dengan hp nya tersebut.

"Eh, isi air gih!" ujar Amara sambil menyodorkan ember berukuran sedang itu ke depan muka Angga.

Angga hanya melirik sekilas ke arah Amara lalu ia kembali fokus pada hp nya.

Amara menghela napas, emosi nya kini sudah akan meledak. Lama berurusan dengan Angga membuat nya cepat emosi. Dengan sisa-sisa kekuatan nya, ia membanting ember tersebut sehingga menimbulkan bunyi yang cukup kencang.

Kali ini Angga menoleh, melihat perempuan di hadapan nya.

"Lo maunya apasih, Ngga? tadi pas pelajaran Pak Jamal gue nyaris kena hukuman gara-gara lo ngambil pulpen gue. Sekarang lo sama gue kebagian ngepel, masa tiap saat gue harus marah-marah terus sih sama lo?"

Amara menghela napas, kini gagang pel yang sedari tadi ia pegang sudah ia sandarkan di papan tulis. Lalu ia berjalan ke arah bangku nya untuk mengambil tas nya yang masih tergeletak disana. Ia ingin pulang, masa bodo dengan Intan ataupun TDS. Ia sudah muak dengan kelakuan Angga yang sering membuat nya berapi-api. Kini di dalam kelas hanya tinggal mereka berdua. Sedangkan Rara dan anak-anak yang piket hari ini sudah pulang duluan karena tugas mereka sudah selesai. Jam menunjukan pukul 4 sore, Amara sudah benar-benar ingin pulang. Namun, baru saja memegang kenop pintu sebuah suara bass milik laki-laki menahan langkah nya untuk keluar kelas.

"Air nya semana?"

***

TDS: Tim Displin Siswa

Into YouWhere stories live. Discover now