Dream in a Miniature Garden

443 46 54
                                    

Butir hujan berjatuhan perlahan di tanah nan kering ini.

Berjatuhan, membasahi pakaian kelam yang ku pakai.

Petir menyambar di balik gelapnya malam.

Aku menatap semuanya dari ambang pintu, dirinya yang meletakkanmu di dalam peti.

Aku berseru. Apa yang dilakukannya?

Dia hanya tersenyum, maniknya yang dalam menatapku dengan penuh kesedihan.

Aneh.

Di dalam peti hitam, dengan selimut putih dingin. Tapi kau terlelap begitu nyenyak. Apakah berada di sana senyaman itu?

Aroma lili semerbak, dan kau tertidur begitu lelap.

Hei, apa yang kau lakukan?!

Bukankah dulu, kau bermimpi bahwa kita berdua bisa memiliki sepasang sayap layaknya burung, dan terbang jauh, menuju langit luas penuh kebebasan. Mencari batas langit, dan terus terbang.

Burung yang tak dapat terbang, burung tanpa sayap ini, hanya diam saja, kau tahu?

Waktuku seolah terhenti, aku tak dapat meneruskan langkahku, diam di sini. Terbelenggu oleh mimpimu.

Menunggumu terbangun dari mimpi gelapmu. Aku masih menunggumu di sini.

Dalam cinta tanpa akhir, di dalam mata tertutupmu.

Kau hanya sedang tertidur, bukan?

Di dalam tempat tidur kecil itu, apakah benar, kau bisa tertidur selelap itu? Aneh, bukankah biasanya kau selalu mengeluh futon*-mu terlalu sempit. Mengapa kau malah terlelap di dalam peti dingin itu?

Bukankah ini sudah saatnya kau terbangun? Bukankah biasanya kau selalu melompat ke futon-ku setiap pagi, menarik selimutku, dan membangunkan diriku dari pelukan mimpiku?

Hei, ada apa?

Hari ini kau sangat aneh, kau tahu?

Tolong bukalah matamu, sekarang sudah pagi, kau tahu? Sinar sang fajar kesukaanmu menyingsing di ufuk timur, dengan semburat emas indahnya. Bukankah itu adalah pemandangan kesukaanmu?

Burung yang tak dapat terbang, burung tanpa sayap ini, hanya diam saja, kau tahu?

Waktuku seolah terhenti, aku tak dapat meneruskan langkahku, diam di sini. Terbelenggu oleh mimpimu.

Menunggumu terbangun dari mimpi gelapmu. Aku masih setia menunggumu.

Kenapa?

Tak peduli seberapa keras pun aku menangis, berteriak, berjuang, dan memohon, kau seolah terperangkap dalam dunia mimpimu sendiri.

Tak menyadari keberadaanku disini.

Mengapa?

Tolonglah, buka matamu.

Tolong ....

Diriku yang telah kehilangan dirimu ini, tidak dapat lagi menggapai mimpi-mimpi kita dimasa lampau, kau tahu?

Terjatuh.

Dalam.

Begitu dalam.

Ke dalam mimpi tanpa akhir.

Seolah berharap, dapat menggapaimu.

Menunggu, sayapku kembali, dan membawaku menuju angkasa.

Aneh.

Aku mendengar jeritan penuh penderitaan atas cinta tak berkesudahan dari suatu tempat.

Aku merasa aku mengenal suaranya.

Jeritan itu berasal dari diriku sendiri.

Kau tahu, aku masih tak bisa terbang.

Tak dapat meninggalkan sisimu.

Walau barang sedetikpun.

"Me wo akete yo .... Onegai**, Kiyomitsu ...."

---

Oke, daripada disangka ngilang karena diem lama banget, ga ada salahnya Sei post work baru.

Well, bagian kedua xD

Yang pertama adalah work dengan judul Please World, silahkan buka sendiri. Tapi bila kalian malas, tak masalah. Ini juga diambil dari lagu, dengan judul sama, Dream in a Miniature Garden.

Kali ini juga semacam monolog, dari Yamato no Kami Yasusada untuk Kashuu Kiyomitsu.

*Futon: kasur/tempat tidur tradisional Jepang.

**Me wo akete yo... Onegai: Bukalah matamu, kumohon ....

Dream in a Miniature GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang