Malam itu cerah.
Cuma salah satu malam di bulan Agustus yang sangat biasa saja.
Seorang perempuan yang relatif cantik berjalan terhuyung-huyung di tepi jalan, kepalanya masih pengar, dalam kesadarannya yang hilang timbul ia bersyukur masih bisa berjalan sebelum jadi makanan buaya club malam.
Tangan kanannya memegang rokok yang masih menyala dan tangan kirinya masih mencoba menghubungi taksi online yang sudah sejak 10 menit yang lalu gagal ia dapatkan, keningnya berkerut, rambutnya yang diikat ke belakang sudah kusut masai tertiup angin malam.
Tiba-tiba ia merasa mual, lagi, ini sudah yang kedua kalinya malam ini. Dengan gerakan terburu-buru ia berjalan melewati parkiran mobil-mobil mewah yang ia yakini sebagian besar masih dalam masa cicilan. Susah payah ia menggerakkan tubuhnya yang hanya dibalut kemeja tipis dan celana pendek, tanpa mematikan rokoknya, sementara tangan satunya menutup mulut, berharap itu efektif menahan mual, sebelum stilleto 7 cm nya mendadak tidak seimbang dan kakinya mulai kehilangan arah.
Sialan. Satu hal yang sempat ia pikirkan sebelum oleng dan kehilangan keseimbangan sepenuhnya, dan satu hal terakhir yang ia dengar adalah.
"HEI BAHAYA!!"
Kemudian sisa dari malam itu cuma berlalu seperti bayangan-bayangan dalam mimpi.
Mimpi yang panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Momentum
Romance"But probably, to fix a broken heart is not about getting those shattered pieces together over and over again, but to meet another broken hearted person and see if our broken pieces match for each other" - Author, 2016