Pengorbanan yang tak akan menjadi sia-sia
¦
❄
¦Kelas yang kala itu masih saja ramai lantaran pelajaran yang sedang berlangsung, seperti biasa, sosok gadis happy virus itu selalu menularkan kebahagiaannya kepada semua orang, tak terkecuali lelaki dingin yang kini terduduk di sebelahnya. Bukan satu bangku, melainkan hanyalah posisi duduknya saja yang secara kebetulan bersebelahan, karena bangku yang khusus disediakan per-orangan.
"Hai, aku Hwang Miyoung, panggil saja Tiffany. Siapa namamu?" Sapanya pada lelaki di sebelahnya yang sedari tadi sibuk dengan bukunya.
Tiffany sedikit mengintip name-tagnya. "Kim jongin?". Lelaki itu menghentikan gerakan tangan kanannya sesaat, kemudian melanjutkannya lagi.
Tiffany termenung sejenak, apa tingkahnya memang seperti itu? Dia mungkin seorang kutu buku dan penggila pelajaran...hah, sungguhkah?
Saat pelajaran sedang berlangsung pun Tiffany masih berusaha berbicara dengan lelaki bermarga Kim tersebut. Hanya dengan lelaki itu yang ia tak bisa akrab. Bahkan sudah hampir semester kedua, parah sekali. -
"Apa kau sudah mengerjakan tugasnya?"
Lelaki itu tak bergeming, hanya berdiri. Sepertinya akan mengumpulkannya kepada guru yang berada di depan. Seketika Tiffany mengambil paksa buku yang akan ia kumpulkan. "Aku yang kumpulkan," ucapnya sambil melemparkan senyum cerianya.
Lelaki itu hanya terdiam, kemudian kembali ke tempat duduknya dan melanjutkan aktivitasnya yang tertunda sesaat.
Ketika jam pelajaran telah usai, lelaki bermarga Kim itu tak pernah langsung pulang. Ia masih saja sibuk dengan buku yang ia tulis. Matanya bergerak cepat ke kanan dan kiri, serta gerakan tangan yang hampir secepat kilat.
"Apa kau baik-baik saja? Semakin hari tingkahmu semakin menjadi-jadi." Tiffany melihatnya dengan tatapan cemas. "Bukan tanpa alasan aku menanyakannya, tapi apakah kau diforsir oleh orang tuamu?"
"Apa aku tampak seperti itu?" Setelah sekian lama, akhirnya ia angkat suara. "Kau pikir kau siapa ikut campur urusanku, bahkan urusan kelurgaku. Jangan berusaha sok akrab denganku jika kau tak ingin cari mati."
Tatapan sinisnya membuat semua orang ketakutan memang, tapi Tiffany berbeda, ia hanya terkejut lantaran lelaki yang tadinya membisu kini angkat suara.
"Bagaimana jika aku memang cari mati? Apa kau akan memperbolehkanku menjadi temanmu?"
"Tidak. Berhentilah menggangguku. Urus saja dirimu sendiri." Jongin masih dengan tangan serta matanya yang terus bergerak.
Setelah itu perbincangan pertama mereka usai dan Tiffany segera pulang. Ya, meski tak berjalan lurus, tapi ia sudah melewati tahap tersebut -tahap awal pertemanan- dan ia berhasil.
❄
Pagi ini sengaja ia siapkan dua buah kotak makan dengan isi yang sama. "Satu untuk Kim Jongin," katanya sambil menutup rapat kotak makan tersebut.
"Apa sekarang kau punya seseorang yang spesial selain ibu dan ayah?" Ibunya berusaha menggangunya saat Tiffany memasukkan makanan ke dalam kotak makan satunya.
"Dan satu untukku," ucap Tiffany menghiraukan pertanyaan ibunya.
"Jadi siapa dia? Apa dia pacarmu?" Ibu yang masih penasaran akan terus bertanya meski tak dijawab satu pun. Begitulah ibu.
"Ah, ibu. Dia bukan pacarku, kita hanya teman. Ya, hampir." Tiffany memasukkan kedua kotak makan tersebut ke dalam tas ranselnya.
"Hampir..? Wait...apa kau menaruh perasaan padanya? Orang tak akan mau bersusah payah membuatkan bento spesial jika statusnya hanya sebagai teman."
YOU ARE READING
Sacrifice
FanfictionWaktu membuat kita seakan terkekang olehnya. Paras yang tak terlupakan, meski mereka pun menelannya begitu saja. Milyaran tahun pun ku tetap yakin, kaulah milikku!