Rinjani menuruni anak tangga terakhir dan hampir terjatuh akibat celana boxer Sean yang tertinggal di tangga, entah mengapa Sean meninggalkan boxernya begitu saja tepat di anak tangga terakhir. Rinjani menyadari bahwa pagi ini akan berbeda dari biasanya, iya, ia tidak sendiri lagi, ia akan berangkat sekolah dengan seragam lagi, dan ada yang menyiapkannya sarapan, ini hal yang paling membahagiakan.
"Masih jetlag Jan?" tanya Sean yang habis mandi.
"Lumayan, tapi gue termasuk mahluk anti jetlag sih. Morning Yan."
"Syukur deh, morning Jan, mandi gih abis itu sarapan. Hari Senin nih, telat abis gue, lo juga sih secara anak baru." Rinjani mengangguk lalu langsung ke kamar mandi, bukan karena disuruh langsung mau, ada panggilan alam yang membuatnya tidak menolak disuruh mandi sekarang juga. 15 menit Rinjani selesai, dan memutuskan untuk sarapan disekolah karena tiba-tiba ia kenyang dan jam yang sudah menunjukan sepuluh menit lagi gerbang sekolah akan ditutup. Setelah pamit dari ibu Sean, dan kebetulah ayah Sean sedang berada di Jogja selama tiga hari jadi belum sempat bertemu Rinjani.
Sampai disekolah, Rinjani celingak celinguk karena semua orang menatapnya, Rinjani memikirkan apa alasan paling tepat mengapa orang-orang itu menatapnya, aneh karena dia mungkin asing dan yang kedua aneh karena dia terlalu pendek untuk ukuran anak SMA. Sean langsung mengantarnya ke ruang BK dan bertemu salah satu guru yang akan mengurusnya selama menjadi anak baru. Dan kini Rinjani semakin yakin dengan alasan yang kedua kenapa sejak tadi orang menatapnya, karena dia pendek. Dia bisa yakin dari sang guru BK yang tersenyum padanya lalu mengenalkan dirinya lalu bilang "Duh, Rinjani tuh imut banget ya, tingginya sama kayak anak bapak yang SMP." Rinjani hanya tersenyum masam mendengar pernyataan Pak Ayyub. Sean meninggalkannya berdua dengan Pak Ayyub, lalu keluar ruang BK, jantung Rinjani dag dig dug, pindah dari Jakarta ke New York lalu langsung ke Bekasi, ia memikirkan cara beradaptasi cepat dengan wilayah yang dibilang amat baru untuknya. Didepan ruang BK ada laki-laki yang berdiri tanpa melakukan apapun, ia hanya menatap ke lapangan, diam saja. Pak Ayyub pasti sudah mengenalnya, ketika melihat laki-laki tersebut ia menghela nafas. "Ada apa Ray? Mau kenalan sama anak baru?" laki-laki bernama 'Ray' itu menoleh tapi sesaat memandang Rinjani sedetik kemudian langsung menatap Pak Ayyub. Seperti orang salah tingkah. "Eh, enggak Pak. Saya disuru nunggu Bu Winda didepan ruang BK pak. Hari ini saya jadi protokol upacara, kaya nya Bu Winda mau kasih peralatan upacara." Pak Ayyub hanya ber-oh ria dan meninggalkan si 'Ray', Rinjani mengikuti Pak Ayyub, ia seperti merasa de javu, laki-laki itu tidak asing baginya, ia kembali menoleh ke belakang dan laki-laki itu menoleh juga ke arahnya, dua detik terjadi eye contact. Dag dig dug yang Rinjani rasakan semakin menjadi. Lalu ia mencoba fokus pada penjelasan Pak Ayyub tentang sekolah barunya ini.
Usai upacara Rinjani baru diajak kelilling, membeli seragam, mengambil buku, lalu diantar ke kelasnya. XI IPS 1, Rinjani membaca plang didepan kelas itu dalam hati, ia menelan ludah ketika Pak Ayyub, yang setia menemaninya sedari tadi akan mengenalkannya pada seluruh teman kelas barunya. Seperti hal klise dan ritual yang pasti akan dilakukan orang baru disekolah setelah kalimat, "silahkan kenalin diri kamu." Rinjani masuk kelas, dan ini bagian yang sangat tidak menyenangkan baginya, semua orang menatapnya dengan sejuta tatapan penuh arti. Kelas hening, hanya terdengar nafas Pak Ayyub disebelahnya, jam dinding, bahkan suara detak jantung Rinjani mungkin terdengar.
"Hi guys, saya Amartha Rinjani, pindahan Jakarta-New York, yang tiba-tiba merasa jetlag sekarang. Maybe we can be a good friends, terima kasih." entah sudah ludah ke berapa yang ia telan daritadi, semua tatapan itu berubah menjadi tawa yang ditahan dan tatapan melongo ala orang gak nyambung atau memang norak ketika Rinjani bilang dia dari New York dan jetlag. Salah satu murid angkat bicara, murid yang paling menonjol mungkin dikelas Rinjani, mungkin beberapa faktor yang membuatnya menonjol menurut Rinjani, wajah nya seperti orang Jepang, badannya tinggi lebih tinggi dari Sean, dan yang terakhir suaranya kenceng banget kayak pakai toa. Dia menyebut Rinjani manis dan imut dan menyuruh Rinjani untuk duduk disampingnya, semua orang tergelak mendengar celotehnya. Alhasil Rinjani duduk dengan Rayna, satu-satunya murid perempuan yang masih duduk sendiri dibelakang dan sangat welcome menerima Rinjani untuk duduk sama dia. Ketika Pak Ayyub pamit keluar kelas, hitungan lima detik meja Rinjani dipenuhi murid-murid sekelasnya yang masih kepo akan asal Rinjani. Rayna seperti merasa risih dengan kehadiran teman-temannya ia memilih untuk keluar kelas. Dan, keputusannya untuk keluar kelas langsung ia urungkan karena diluar kelas lebih penuh dengan murid-murid kelas lain yang lebih kepo soal Rinjani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Indah Rinjani
Teen FictionGadis ini suka berpetualang, Gadis ini tidak pernah tidur dimalam hari, Gadis ini selalu mengalami kesulitan, Selalu berpindah, Selalu berubah, Tidak Karuan, Namun, Pria diujung koridor itu membuat gadis itu sanggup menetap, Dia enggan pergi lagi, D...