PROLOG
"Yang mana, Yang Mulia Raja?"
"Putri Migong, berhenti seperti ini. Kalau Ibu Suri sampai melihat anda seperti ini, anda akan dapat masalah!"
Gadis yang disebut Putri Migong itu menatap kesal ke arah dayang yang cemas menatapnya. Putri Migong tahu yang menjadi kecemasan Rowa, dayang kesayangannya. Saat ini dia sedang bertengger di atas pohon, tersembunyi di balik dedaunan. Ini bukanlah perilaku yang diperbolehkan untuk seorang putri, apalagi calon permaisuri. Tapi Migong sudah tidak tahan dengan semua rasa penasaran dalam hatinya.
Umurnya baru empat belas tahun dan dia sudah dikirim keluarganya ke istana ini sebagai calon permaisuri. Kata lain dari persembahan bagi kerajaan yang lebih berkuasa. Migong berangkat sama sekali tanpa mengetahui bagaimana nasibnya nanti. Bahkan dia sama sekali tidak tahu wajah dari Raja yang akan menjadi pasangannya nanti. Satu hal yang dia tahu, Sang Raja berusia 5 tahun lebih tua darinya.
Yang Mulia Raja Dainan, begitu para dayang menyebutnya. Selama tiga bulan berada di istana ini, dia sama sekali tidak pernah melihat langsung Sang Raja. Peraturan dari kerajaan melarangnya bertemu Raja, selama menjalani masa pelatihan sebagai calon Ratu, atau sudah menikahi sang Raja. Migong hanya bertemu Ibu Suri, ibu kandung Raja Dainan, wanita yang mendidiknya semenjak dia datang ke istana ini.
Ibu Suri Nangda bukanlah wanita yang jahat, hanya cukup tegas dan memegang semua aturan istana. Dan kelakuan Migong saat ini sangatlah tidak pantas. Dia bisa mendapatkan dua puluh kali pukulan di bokong. Itu bisa membuatnya tidak akan bisa tidur ataupun duduk nyaman selama beberapa hari. Tapi semua rasa takut dari ketidaknyamanan itu sama sekali tidak menyurutkan niatnya saat ini.
Setiap dua bulan sekali, Yang Mulia Raja Dainan akan melihat latihan memanah di lapangan timur kerajaan. Setidaknya itu adalah info yang dia dapatkan dari para dayang yang berbisik-bisik di waktu sarapan. Apalagi hari ini Ibu Suri sedang beristirahat karena kesehatannya terganggu, membuat pelatihan hari ini ditiadakan. Ini adalah kesempatan Migong untuk melihat wajah calon suaminya untuk pertama kali. Dia tidak tahan harus menunggu sampai pelatihannya usai untuk mengatasi rasa penasaran dalam hatinya.
Bagaimana kalau calon suaminya berwajah buruk atau mungkin mempunyai bekas luka mengerikan di wajahnya? Migong membayangkan dirinya akan berteriak ketakutan begitu keras dimalam pertama mereka seandainya itu benar terjadi. Karena itu, langkah ini harus dia ambil. Migong harus melihat wajah calon suaminya,dan mempersiapkan hatinya untuk semua kemungkinan terburuk.
"Putri Migong, saya mohon segera turun. Bagaimana nanti kalau dayang lain melihat dan melaporkan kepada Ibu Suri?" Rowa sekali lagi memohon kepada Migong yang masih celingukan di atas pohon. Sayangnya, putri yang harus dia jaga, malah bersikap tidak peduli.
"Aku lihat ada tiga pria di dekat singasana Raja, tapi yang mana Yang Mulia?" tanya Migong lagi dan Rowa hanya menjawab dengan wajah pucat yang semakin menjadi.
"Tuan Putri Migong..."
"Rowa!" teriak Migong kesal, "kasih tahu yang mana Yang Mulia Raja dan aku bakalan segera turun!"
Tiba-tiba hembusan angin yang seakan membelah udara, terasa di dekat telinga Migong. Saat dia menoleh, sebuah anak panah sudah tertancap dalam di pohon, tepat di samping kiri kepalanya. Rasa terkejut dan juga panik membuat Migong kehilangan keseimbangan sampai terjatuh dari tempatnya bersembunyi. Migong merasakan sakit di lengannya yang menghantam tanah. Tapi rasa sakit itu langsung menghilang saat dia melihat sebuah anak panah sudah siap dilepaskan dari busur di depannya.
"Siapa kamu? Berani sekali seorang wanita mengintip latihan prajurit Raja!"
Suara itu begitu berat, tapi juga dingin. Migong merasakan ketakutan mulai merambat dari hatinya, menghilangkan semua kekuatan yang dia punya. Suara yang muncul dari wajah tampan, tapi juga begitu dingin di hadapannya. Teriakan Rowa menyadarkan Migong dari rasa takutnya yang semakin dalam dan membuatnya mengembalikan semua kekuatan.
"Maafkan Jendral Raon, Putri Migong tidak sengaja bermain sampai kemari. Ini kelalaian saya, maafkan, Jendral Raon!" pinta Rowa yang langsung bersujud di depan Migong, menghalangi busur yang siap melepaskan anak panah ke arah Migong.
"Putri Migong?" suara lain muncul dari arah belakang pria yang mengancungkan busurnya.
Tampak dua sosok pria berjalan mendekat ke arah Migong yang akhirnya mampu duduk di atas tanah. Pria yang berjalan di depan memakai baju dengan nuansa warna emas dan gambar burung phoenix terbordir di dadanya. Pria itu yang memanggil nama Migong dengan nada penasaran. Sementara pria yang lain yang mengekor memakai seragam berwarna biru, senada dengan seragam yang digunakan pria yang mengacungkan busur.
Ketiga pria itu punya ketampanan yang tidak main-main. Sesaat Migong seperti tersihir dengan pemandangan dihadapannya. Berbeda dengan Rowa yang langsung bersujud dalam setelah kedatangan kedua pria itu. "Hormat untuk yang Mulia Raja Dainan!"
Pria yang menggunakan pakaian bernuansa kuning langsung mengangguk menerima salam Rowa. Tidak butuh waktu lama bagi Migong untuk menyadari bahwa pria di hadapannya adalah calon suaminya, Yang Mulia Raja Dainan. Pria dengan wajah penuh keramahan dan senyuman.
Itulah pertama kalinya Migong merasa patah hati.
YOU ARE READING
Migong
RomanceKehidupan Migong berubah semenjak dia dikirim ke Kerajaan Bang sebagai calon istri Raja. Sayangnya, dia sama sekali tidak bisa mencintai dan dicintai sang Raja. Hati Raja sudah dimiliki dan Migong terperangkap dalam pesona pria lain. Seorang pria ya...