[1]

1.4K 89 1
                                    


Kiran berada tepat didepan pintu berlabel Lab. KDM, gadis itu menekan daun pintunya kearah bawah setelah kunci yang dia sematkan berbunyi klik. Hal yang pertama menyembur dari ruangan yang cukup luas itu adalah aroma obat yang bercampur dengan aroma dingin karena jarang ditempati. Dan disanalah gadis itu berdiri, melipat tangannya diperut, melihat banyak hal yang harus disiapkan untuk praktek pembekalan sebelum mahasiswa dan mahasiswi s1 keperawatan—termasuk dirinya—dilepas praktek dirumah sakit.

Tepat seperti perkiraan Kiran, teman-teman sekelompoknya datang terlambat. Gadis itu jadi harus berjibaku sendiri membereskan alat-alat untuk untuk praktek pengambilan darah, dan infuse. Kiran menghela nafasnya.

Udara ruangan yang dingin itu membuat Kiran mengusap tengkuknya, yang paling dibutuhkannya saat ini adalah teman yang bisa berbagi nafas agar membakar suhu disana. Dengan gelisah gadis itu melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Sudah lebih lima menit dari jadwal yang dijanjikan. Kiran belum melihat satu batang hidungpun. Kenapa teman-teman kelompoknya selalu telat ?

Tok-tok-tok.

Sesosok bayangan tinggi muncul, menutupi pintu yang sudah diterpa sinar matahari, mata Kiran memicing silau, bayangan itu hanya berbentuk siluet yang memenuhi pupil matanya dengan cahaya. Dan yang sukses ditangkap oleh bola matanya hanya jahitan papan nama di dada kiri jas putih yang melekat disosok itu.

dr. Alpha, dan dang! Wajahnya tampan, dengan mata yang dalam dan sorotnya tajam, hidung mancung khas timur tengah, dan bibirnya yang tebal dan ranum.

"Selamat siang," Sapa sosok itu dengan suara baritonnya yang terdengar dingin. "Saya dr. Alpha, saya yang mengisi program praktek pembekalan KDM hari ini..." Wajah tampannya tak berekspresi dan itulah noda yang tak bisa dihapus Kiran diotaknya untuk segera sadar kalau yang didepannya ini bukanlah seorang pangeran berkuda putih.

"Selamat siang pak, eh dok, saya Kiran, saya penanggung jawab program praktek ini. Tapi maaf teman-teman yang lain sepertinya telat." Kelu, tenggorokannya terasa terbakar, kering bukan main, sampai gadis itu harus meneguk ludahnya beberapa kali.

"Oh." Alpha mengarahkan matanya pada Kiran dari atas sampai bawah—yang seolah melucuti pakaian putih perawat Keeran dari tubuhnya—dengan tatapan menilai. "Cepet hubungi temen-temen kamu. Kita bakal langsung praktek." Titahnya serta merta.

"Baik, Dok."

Kiran menggerutu didalam hati, mengeluarkan ponsel dari saku baju. Dia bersumpah akan mengomeli semua temannya bila tak cepat datang, ujung mata Kiran beberapa kali mencuri pandang pada Alpha yang sedang berdiri, tangannya membuka kancing kemejanya yang paling atas. "Disini panas, nyalain AC-nya." Titahnya lagi.

Ish, nyuruh-nyuruh terus. Pipi Kiran mengembung.

"Kiran.." Seseorang mengeluarkan suara, dengan jas putih lain yang menghiasi tubuhnya. Kiran bersumpah ini hari terburuk yang pernah dialaminya. dr. Alfero—mantan pacarnya muncul dengan senyum mengembang.

Alpha mengernyit. "Lo kenal dia Fer ?"

"Kenal." Senyum Fero—begitu dia biasa dipanggil—tercetak lebih jahil lagi. "Iya kan Kiran ?" Lelaki itu melemparkan pertanyaannya begitu saja pada Kiran yang masih merabai perasaannya.

Entah tuhan sedang baik mempertemukannya dengan dua pria tampan bermasa depan, atau tuhan sedang menguji kesehatannya—membuat jantungnya memompa lebih keras dari biasa, sehingga detaknya cepat dan tak beraturan.

"Eh, I-iya." Jawab Kiran terputus-putus. Demi tuhan gadis itu terlihat lebih menggemaskan dengan pipinya yang merona merah, Fero puas menggoda gadis itu. "Sa-saya keluar dulu, mau panggil teman-teman saya," Kiran buru-buru keluar. Gadis itu butuh udara segar yang bisa meringankan paru-parunya yang membuatnya merasa berat hanya untuk bernafas.

My Other HalfWhere stories live. Discover now