[2]

783 79 1
                                    

Sudah satu minggu berlalu. Kiran tak pernah lagi satu shift dengan Alpha. Hatinya merajuk meminta bertemu, tapi tak bisa dia tak mempunyai hak apapun. Aneh. Justru gadis itu selalu bersamaan shift dengan alfero—mantan kekasihnya.

"Kiran pasien gangren dikamar dua, kamu fotoin yah kondisi gangrennya, nanti kirim ke wa dokter Alpha." Alfero tampak sibuk dengan setumpukan berkas status kesehatan pasien yang harus diperiksanya. Alfero yang seperti ini membuat Kiran betah berlama-lama menatapnya. Kharismatik.

Tunggu, kirim ke siapa?  Kiran mendelik pada Alfero. "Kirim ke dokter siapa?" Ulangnya tak yakin dengan yang didengarnya.

"Dr. Alpha," Jawab Fero singkat.

Kiran meremas jari jemarinya. Kiran sama sekali tidak mempunyai kontak dr. Alpha, terlebih bagaimana kalau dia tiba-tiba mempunyai kontaknya setelah peristiwa canggung seminggu yang lalu. Ahh, sial.

"Tapi aku ga punya contact person nya." Kiran protes. "Kamu aja, eh, dokter fero aja deh yang kirim." Gadis itu masih mencoba menghindar dari tugasnya kali ini.

Alfero mendongak, wajahnya serius. Lelaki itu tampak terganggu. Matanya teduh bila bertukar pandang dengan Kiran. "Aku lagi sibuk, jadi kamu aja yang kirim. CP nya ada dihandphone aku, nih." Lelaki itu menyerahkan handphonenya pada Kiran.

Meskipun perasaan ragu mengepungnya, tapi Kiran tak punya pilihan. Dia menyalakan ponsel Fero dan ternyata—di kunci memakai password.

"Passwordnya ?" Kiran menunggu jawaban Fero.

"Kamu tau."

Kiran mengernyit, lelaki didepannya benar-benar membuatnya bingung. "Serius dok." Pintanya.

"Passwordnya masih sama, tanggal lahir kamu."

"---" Senyap. Kiran tak bisa berkata apa-apa.

Fero masih menatapi tumpukan berkas, meskipun begitu dia mengulum senyumnya yang sengaja disembunyikannya dari pandangan Kiran saat ini.

Suasana disana saat ini benar-benar aneh. Kiran memilih focus pada tugasnya, menyalin nomer Alpha ke handphone Samsung galaxy a7 miliknya yang kalah saing dengan iphone 7 milik fero. Beres, gumam Kiran.

"Besok senin kamu pindah ruangan ya?" Fero bertanya.

Kiran menganggukan kepalanya ringan. "Iya. Kan sekarang stase gawat darurat, kalo besok udah mulai stase bedah, ya otomatis pindah ke ruang OK." Jawab Kiran.

"Yaudah ntar aku titipin kamu ke Alpha, dia kan juga di ruang OK sekarang."

Deg-deg-deg. Kiran mengerjap tak percaya. Entah harus senang atau justru tidak nyaman. "Loh kok ?" Hanya itu yang berhasil keluar dari mulutnya.

"Iya kan, dia dokter umum, cuman lagi ngambil spesialis bedah. Jadi dia shift di ruang OK." Fero menjawab semua pertanyaan yang berkelebatan di otak Kiran.

"Ouh..." Jadi Alpha tidak secara sengaja menghindarinya. Nafas lega sedikit keluar dari bibir sexy milik Kiran.

"Well I wanna ask you something..." Fero bergumam dengan suara yang rendah agar tak terdengar siapapun. Kiran sampai harus mendekat untuk menangkap pembicaraan lelaki hot itu.

"Apa?"

"Do you have a boyfriend?" Fero langsung pada inti pertanyaannya.

Kiran menggelengkan kepalanya spontan.

"Then can I be your boyfriend—again?"

"---" Lidah Kiran lagi-lagi kelu.

Fero tergelak. Dia tahu betul pertanyaannya itu begitu tiba-tiba dan terjadi di situasi yang kurang tepat. Tapi dia tidak bisa menahannya lagi. Ekspresi kebingungan Kiran justru menggelitik permukaan perutnya. Gadis itu sangat menggemaskan, membuatnya tak tahan untuk mengelus permukaan kepalanya yang dihiasi topi perawat lembut. "Kamu ga perlu jawab sekarang." Matanya mengerling nakal, lelaki itu membawa semua berkas status pasien bersamanya, pergi meninggalkan Kiran yang masih terpaku.

My Other HalfWhere stories live. Discover now